Berkaca pada ketokohan Nelson Mandela, maka kita patut bercermin pada kondisi sosial-politik di Indonesia hari ini.
Berbagai pemikiran yang disemaikan Mandela nampak belum mampu menggerakkan pikiran kebangsaan para tokoh bangsa kita hari ini, termasuk presiden SBY.
Lihatlah bagaimana dunia politik yang gaduh pada kekuasaan semata tanpa mampu memberi bukti nyata kebaikan pada warga Indonesia.
Lihatlah bagaimana kekuasaan digunakan bukan untuk mensejahterakan serta memiskinkan "kemiskinan" jutaan rumah tangga Indonesia-- tapi yang terjadi justru sebaliknya, kekuasaan malah dijadikan ajang memperkaya diri dan kelompok.
Pikiran kenegarawanan politisi tumpul tak berasa seolah telah mati dikubur sejak reformasi 1998 terjadi.
Kegaduhan pasar politik yang serba transaksional dan narsistik membuat bangsa ini minus negarawan sekelas Mandela.
Akhirnya, rahim politik dan kepemimpinan nasional hanya 'mampu' melahirkan politisi kerdil yang berpikir pendek 5 tahun-an saja.
Imbasnya, negara ini menjadi limbo pada kebaikan, jijik pada kebesaran dan menghamba perbudakan melalui skenario korporasi asing yang tentu saja merugikan bangsa Indonesia.
Karena itulah perlu adanya rekayasa gagasan dan ide-ide besar yang tertular dari virus Mandela.
Kedepan, negara ini membutuhkan sosok seperti Mandela. Dimana pikiran-pikirannya terbang seperti angin yang mampu menembus sekat-sekat alias batas kemanusiaan yang kadang dihalangi tembok atas nama agama, suku, ras, partai, ideologi dan anasir lainnya yang serba 'kerdil'.
Karena kerinduaan bangsa ini pada tokoh sekaliber Mandela tak mampu terbendung lagi.
Kondisi bangsa Indonesia hari ini memang mengharuskan tampilnya sosok negarawan yang kata Soekarno, mampu berdiri diatas semua golongan, kelompok, ideologi, pemikiran dan partai.