Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

SBY, Tirulah Mandela

6 Desember 2013   13:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:15 66 0
Sosok agung yang banyak dicintai warga dunia itu kini telah tiada. Ratusan, bahkan jutaan air mata walau tak sempat diteteskan ke tanah, mengharu bak samudera untuk memberi penghormatan kepada mantan Presiden Afrika Selatan, Nelson Rolihlahla Mandela atau Nelson Mandela yang wafat 6 Desember 2013.

Kepergiannya telah meninggalkan sejuta kenangan dan warisan kebaikan pada dunia. Di tengah gejolak "tingginya" ke-akuan (individualis) yang kadung menjadi mainstream pikiran umat dunia dasawarsa ini-- pemikiran Mandela tak ubahnya seprti oase dari kekeringan dunia pada kebaikan dan kesetaraan.

Mandela bukan orang biasa yang hidup selayaknya manusia 'biasa'.

Bekas tahanan penjara yang ditahan selama 27 tahun ini merupakan sumber inspirasi bagi warga Afrika Selatan pada khususnya, dan warga dunia pada umumnya.

Kisah pemberontakannya kepada rezim berkuasa di era 1960-an menghantarkan dirinya sebagai penjahat yang begitu dikecam pemerintah.

Pasalnya, aktivitas Mandela dinilai menganggu rezim berkuasa ketika itu. Ia dituduh gencar melakukan penghasutan dan sabotase berbagai pusat pemerintahan.

Tahun 1962 Mandela lalu ditangkap dan dijebloskan penjara dengan hukuman seumur hidup.

Namun nasibnya beruntung. Karena derasnya  tekanan dunia Internasional untuk membebaskan Mandela, akhirnya ia dibebaskan dari penjara tahun 1990 walaupun sempat mendekam di penjara selama 27 tahun. (sumber:http://id.wikipedia.org/wiki/Nelson_Mandela)

Mandela sangat gigih memperjuangkan hak kemerdekaan bagi warga Afsel yang terus menerus ditindas oleh penguasa yang menjadi boneka asing saat itu.

Kegigihannya memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan akhirnya menempatkan dirinya sebagai tokoh perdamaiaan dunia dengan diganjar Nobel perdamaiaan tahun 1993.

Kisah Mandela pun tak usai. Setelah menjalani berbagai siksaan, kecaman dan hukuman yang berat, tahun 1994 Mandela terpilih sebagai Presiden Afrika Selatan.

Mandela merupakan presiden pertama yang berasal dari kulit hitam.

Saat menjabat sebagai presiden, Mandela tetap bersahaja. Tidak bergelimangan harta dan memfokuskan pada peningkatan kesejahteraan warga Afsel melalui upaya pemberantasan kemiskinan, reformasi lahan, peningkatan pelayanan kesehatan, dan membentuk komisi kebenaran dan rekonsiliasi untuk mendamaikan masa lalu warga Afsel terkait persoalan HAM.

Berbagai ajaran Mandela-pun menginpirasi negara-negara Afrika lainnya.

Mereka menganggap Mandela merupakan sosok bersahaja yang mampu melakukan lompatan imajiner kepada jutaan warga Afrika yang ketika itu dinilai terbelakang.

Pemikiran Mandela menyebar hingga dunia mengganjarnya sebagai "Tokoh Perdamaiaan" dunia.

Dalam dunia politik, keluwesan dan kepiawaiaannya merangkul kawan dan lawan merupakan contoh yang patut diapresiasi.

Bahkan, Mandela tak mendendam kepada lawan-lawan politik yang jelas-jelas telah memenjarakan dirinya di masa lalu.

Mandela memilih merangkul musuh-musuhnya dan mengajak mereka bekerjasama membangun Afsel.
Pemikirannya itulah yang lantas menjadikan Mandela sosok negarawan yang membuatnya dijuluki "Bapak Bangsa".

Setelah 5 tahun berkuasa sebagai presiden (1994-1999) Mandela menolak untuk dicalonkan kembali sebagai presiden Afrika Selatan.

Walaupun pada masa itu, ketokohan Mandela tak tertandingi oleh lawan maupun sekutu politiknya.

Sikap kenegarawanan Mandela lantas dipuji bukan saja oleh warga Afsel, tapi mendapat simpatik warga Dunia hingga kemudian Mandela tak lagi muncul pasca penyakit yang dideritanya sejak tahun 2004 silam.

Berkaca pada ketokohan Nelson Mandela, maka kita patut bercermin pada kondisi sosial-politik di Indonesia hari ini.

Berbagai pemikiran yang disemaikan Mandela nampak  belum mampu menggerakkan pikiran kebangsaan para tokoh bangsa kita hari ini, termasuk presiden SBY.

Lihatlah bagaimana dunia politik yang gaduh pada kekuasaan semata tanpa mampu memberi bukti nyata kebaikan pada warga Indonesia.

Lihatlah bagaimana kekuasaan digunakan bukan untuk mensejahterakan serta memiskinkan "kemiskinan" jutaan rumah tangga Indonesia-- tapi yang terjadi justru sebaliknya, kekuasaan malah dijadikan ajang memperkaya diri dan kelompok.

Pikiran kenegarawanan politisi tumpul tak berasa seolah telah mati dikubur sejak reformasi 1998 terjadi.

Kegaduhan pasar politik yang serba transaksional dan narsistik membuat bangsa ini minus negarawan sekelas Mandela.

Akhirnya, rahim politik dan kepemimpinan nasional  hanya 'mampu' melahirkan politisi kerdil yang berpikir pendek 5 tahun-an saja.

Imbasnya, negara ini menjadi limbo pada kebaikan, jijik pada kebesaran dan menghamba perbudakan melalui skenario korporasi asing yang tentu saja merugikan bangsa Indonesia.

Karena itulah perlu adanya rekayasa gagasan dan ide-ide besar yang tertular dari virus Mandela.
Kedepan, negara ini membutuhkan sosok seperti Mandela. Dimana pikiran-pikirannya terbang seperti angin yang mampu menembus sekat-sekat alias batas kemanusiaan yang kadang dihalangi tembok atas nama agama, suku, ras, partai, ideologi dan anasir lainnya yang serba 'kerdil'.

Karena kerinduaan bangsa ini pada tokoh sekaliber Mandela tak mampu terbendung lagi.

Kondisi bangsa Indonesia hari ini memang mengharuskan tampilnya sosok negarawan yang kata Soekarno, mampu berdiri diatas semua golongan, kelompok, ideologi, pemikiran dan partai.

Sehingga kedudukan tokoh yang mampu berdiri diatas semua golongan ini sangat "kokoh" dan tak mampu tertembus palu godamnya bangsa-bangsa barat yang justru ingin menjajah bangsa Indonesia sebagaimana yang terjadi sekarang.

Akankah 2014 nanti bangsa ini melahirkan sosok seperti Mandela? hanya Tuhan yang tahu.

Aktivis HMI

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun