Mohon tunggu...
Rudi Santoso
Rudi Santoso Mohon Tunggu... Dosen Hukum Tata Negara UIN Raden Intan Lampung II Nahdlatul Ulama

Berbuatlah sesukamu, tetapi ingatlah bahwa engkau akan mati...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyatukan HTN dan HAN dalam Satu Nafas

27 Juni 2025   20:43 Diperbarui: 27 Juni 2025   20:43 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rudi Santoso (Dosen Hukum Tata Negara UIN Raden Intan Lampung)

Dalam dunia hukum publik, Hukum Tata Negara (HTN) dan Hukum Administrasi Negara (HAN) kerap dipahami sebagai dua disiplin yang berjalan paralel. HTN berbicara tentang struktur negara, lembaga-lembaga tinggi, konstitusi, dan pembagian kekuasaan. Sementara HAN lebih banyak berkutat pada bagaimana administrasi negara bekerja, peran pemerintah dalam menjalankan kebijakan, serta hubungan antara aparatur negara dan warga negara. Namun, pemisahan ini justru menimbulkan jurang pemahaman dalam melihat negara sebagai satu entitas yang hidup. Sudah saatnya HTN dan HAN disatukan dalam satu nafas, sebagai satu kesatuan pemikiran dan praktik hukum yang membentuk denyut nadi penyelenggaraan negara.

Pemisahan tajam antara HTN dan HAN merupakan warisan dari tradisi hukum Eropa Kontinental, terutama Jerman dan Prancis. Di Jerman, Staatsrecht (HTN) membahas struktur dasar negara, sedangkan Verwaltungsrecht (HAN) fokus pada kegiatan administratif sehari-hari. Di Indonesia, pembedaan ini diadopsi dalam sistem pendidikan hukum dan pembentukan peraturan perundang-undangan. HTN dianggap lebih agung karena menyangkut konstitusi, sementara HAN ditempatkan sebagai pelengkap operasional.

Namun dalam kenyataan praktik ketatanegaraan Indonesia, HTN dan HAN sering kali saling bersinggungan. Sebuah kebijakan yang lahir dari kewenangan konstitusional lembaga negara (HTN), pada akhirnya dijalankan oleh aparatur negara melalui mekanisme administratif (HAN). Misalnya, pembentukan undang-undang sebagai produk dari kewenangan legislatif adalah isu HTN. Tetapi pelaksanaan undang-undang tersebut melalui regulasi teknis, anggaran, dan birokrasi, adalah wilayah HAN. Maka, tak mungkin memisahkan keduanya jika ingin memahami bagaimana negara benar-benar bekerja.

Kesatuan HTN dan HAN bukan sekadar pemikiran akademik. Ia merupakan kebutuhan praktis dalam era pemerintahan modern. Negara demokratis seperti Indonesia tidak hanya memerlukan sistem ketatanegaraan yang baik, tetapi juga administrasi publik yang efektif. Dalam banyak kasus, kegagalan administrasi publik berdampak pada krisis kepercayaan terhadap sistem ketatanegaraan. Ketika rakyat kecewa terhadap pelayanan publik, mereka tidak hanya menyalahkan pejabat administrasi, tetapi juga mempertanyakan efektivitas sistem politik secara keseluruhan.

Salah satu contoh penting adalah sistem pemilu. Desain konstitusional pemilu diatur oleh HTN: bagaimana struktur Komisi Pemilihan Umum, peran Mahkamah Konstitusi dalam sengketa, dan sistem kepartaian. Namun, pelaksanaan teknis pemilu seperti distribusi logistik, validasi DPT, serta manajemen TPS merupakan ranah HAN. Kegagalan administratif bisa merusak legitimasi sistem ketatanegaraan. Oleh karena itu, menyatukan keduanya berarti membangun ekosistem demokrasi yang kokoh, dari desain hingga eksekusi.

Begitu pula dalam isu desentralisasi. HTN mengatur tentang pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah, dasar hukum otonomi daerah, serta hubungan antara pemerintah pusat dan DPRD. Sementara HAN memastikan bagaimana kebijakan daerah dilaksanakan, termasuk pengelolaan keuangan daerah, pelayanan publik, hingga rekrutmen ASN. Tanpa sinergi antara HTN dan HAN, desentralisasi akan mengalami kebuntuan dalam pelaksanaan.

Dalam konteks inilah, menyatukan HTN dan HAN menjadi penting untuk mendorong prinsip negara hukum (rechtsstaat) dan pemerintahan yang baik (good governance). Negara hukum menuntut tidak hanya adanya konstitusi dan pembagian kekuasaan yang jelas, tetapi juga pemerintahan yang berjalan sesuai hukum, transparan, akuntabel, dan melayani rakyat. HTN menyediakan fondasi konstitusional, sedangkan HAN mengoperasionalkan prinsip tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Penyatuan keduanya menjadi ruh dari pelaksanaan negara hukum secara utuh.

Secara konseptual, menyatukan HTN dan HAN juga menuntut perubahan pendekatan dalam pendidikan hukum. Kurikulum yang selama ini memisahkan kedua mata kuliah perlu dirancang ulang dalam satu modul terpadu. Mahasiswa hukum perlu diajak memahami bagaimana sebuah norma konstitusional diterjemahkan ke dalam kebijakan publik, dan sebaliknya, bagaimana dinamika birokrasi dapat mendorong atau justru menghambat implementasi konstitusi. Interdisiplin antara ilmu politik, manajemen publik, dan hukum sangat dibutuhkan di sini.

Bahkan dari segi pembentukan peraturan perundang-undangan, penyatuan paradigma HTN dan HAN membuka ruang untuk regulasi yang lebih kohesif. Banyak Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri yang mengalami tumpang tindih atau bertentangan dengan prinsip konstitusional karena tidak mempertimbangkan keterkaitan HTN dan HAN. Dengan menyatukan keduanya, maka proses legislasi menjadi lebih responsif terhadap kebutuhan birokrasi sekaligus taat asas terhadap konstitusi.

Mahkamah Konstitusi juga menjadi ruang kontemplatif bagi penggabungan perspektif ini. Banyak putusan MK menyentuh wilayah HAN, terutama saat menilai apakah sebuah kebijakan administratif sesuai dengan prinsip-prinsip konstitusi. Misalnya, putusan tentang syarat pencalonan kepala daerah, kewenangan pengangkatan ASN, hingga pengujian regulasi teknis. Dalam putusan-putusan tersebut, terlihat bahwa HTN dan HAN berinteraksi langsung, dan pemahaman yang terfragmentasi justru mengurangi kekuatan argumentasi hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun