Mohon tunggu...
Rudi Gunawan
Rudi Gunawan Mohon Tunggu... Jurnalis

Penulis kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perbedaan Antara Sandwich Generation dan Rice Generation: Potret Dua Realitas Kehidupan Generasi Muda

16 Juli 2025   08:00 Diperbarui: 16 Juli 2025   04:20 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambaran Sandwich Generation dan Rice Generation

Dalam lanskap sosial-ekonomi Indonesia saat ini, muncul dua istilah yang mencerminkan realitas hidup yang sangat kontras di kalangan generasi muda: Sandwich Generation dan Rice Generation. Keduanya menggambarkan beban, peran, serta privilese yang dijalani oleh anak-anak muda hari ini, terutama dalam kaitannya dengan keluarga dan ekonomi.

Apa Itu Sandwich Generation?

Sandwich Generation atau dikenal juga sebagai generasi roti lapis, generasi terjepit, atau generasi terapit, adalah istilah yang merujuk pada mereka yang berada di usia produktif namun terhimpit oleh tanggung jawab ganda yakni merawat orang tua yang sudah lansia sekaligus menghidupi anak-anak mereka sendiri. Dalam banyak kasus, bahkan ada tambahan beban berupa tanggung jawab terhadap saudara kandung yang masih belum mandiri.

Fenomena ini muncul sebagai akibat dari meningkatnya harapan hidup, usia menikah yang makin mundur, serta kondisi ekonomi yang menuntut banyak keluarga untuk saling bergantung lintas generasi. Layaknya sepotong roti lapis, generasi ini berada di tengah terimpit di antara dua beban berat, baik secara emosional, fisik, maupun finansial.

Apa Itu Rice Generation?

Berbanding terbalik dengan generasi terjepit, muncullah istilah populer di media sosial yang disebut Rice Generation atau generasi nasi. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan generasi muda yang hidupnya ‘berlauk’ yakni mereka mendapat dukungan finansial dan fasilitas dari orang tua. Dukungan ini bisa berupa biaya pendidikan, modal usaha, pekerjaan yang sudah disiapkan, rumah, kendaraan, bahkan pesta pernikahan.

Layaknya sepiring nasi yang ditambah lauk dan sayur agar terasa nikmat, Rice Generation tidak dibebani untuk menopang keluarga, tetapi justru mendapatkan ‘nutrisi sosial-ekonomi’ dari keluarga mereka. Mereka bisa fokus mengembangkan diri, menekuni passion, bahkan memilih pekerjaan berdasarkan minat karena tidak dikejar kebutuhan pokok.

Perbedaan mencolok antara dua generasi ini mencerminkan ketimpangan struktural di masyarakat. Sandwich Generation cenderung merasa kelelahan, terhambat berkembang, dan terjebak dalam siklus tanggung jawab tanpa akhir. Sebaliknya, Rice Generation memiliki peluang lebih besar untuk melesat secara karier dan sosial, namun kerap dituding kurang mandiri.

Kesenjangan ini menimbulkan perdebatan sosial: apakah Rice Generation sepenuhnya beruntung atau malah tidak terlatih menghadapi kerasnya hidup? Sementara itu, apakah Sandwich Generation hanya korban keadaan atau wujud nyata dari nilai tanggung jawab keluarga?

Sandwich Generation dan Rice Generation bukanlah label yang untuk dipertentangkan, tetapi cerminan dari dua realitas berbeda di tengah masyarakat. Yang satu harus bertahan, yang lain diberi jalan. Yang satu memikul, yang lain disiapkan. Dalam dunia yang terus berubah, memahami perbedaan ini penting agar lahir kebijakan dan solidaritas antar generasi yang lebih adil dan manusiawi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun