Ketika sektor riil bergairah, banyak proyek berjalan, hasil panen melimpah, industri tumbuh, toko ramai pembeli, arus uang pun berputar lebih cepat. Artinya, sektor riil ini bukan hanya pengguna modal, tetapi juga penghasil nilai tambah yang akan kembali mengisi kantong lembaga keuangan dalam bentuk simpanan, cicilan, dan keuntungan investasi.
Dengan kata lain, sektor riil adalah "jiwa" ekonomi, sedangkan sektor keuangan adalah "alat bantu" yang mempercepat geraknya. Keduanya saling menghidupi: tanpa sektor riil, tidak ada yang perlu dibiayai; tanpa sektor keuangan, banyak potensi sektor riil yang mandek.
Kita bisa lanjut ke bagian berikutnya: Jika Hubungan Timpang: Ketimpangan dan Dampaknya bagi Ekonomi. Siap lanjut, Bang?
Jika Hubungan Timpang: Ketimpangan dan Dampaknya bagi Ekonomi
Idealnya, sektor riil dan sektor keuangan berjalan beriringan secara proporsional. Namun dalam praktiknya, sering kali terjadi ketimpangan yang justru menimbulkan masalah struktural dalam perekonomian. Ketika sektor keuangan terlalu dominan---misalnya akibat spekulasi berlebihan di pasar saham, investasi derivatif yang tidak produktif, atau aliran dana besar ke sektor non-riil, maka arus uang tak lagi mengalir ke dunia nyata.
Uang hanya berputar di kalangan terbatas, menciptakan ilusi kemakmuran finansial tapi tidak menciptakan lapangan kerja atau nilai tambah nyata. Akibatnya, ketimpangan ekonomi melebar, pengangguran meningkat, dan daya beli masyarakat melemah. Inilah yang oleh sebagian ekonom disebut sebagai "financialization" yang tak terkendali, di mana logika kapital semata mengalahkan kebutuhan dasar ekonomi rakyat.
Sebaliknya, jika sektor riil tidak didukung oleh sistem keuangan yang inklusif dan responsif, maka banyak pelaku usaha yang kesulitan tumbuh. Petani sulit akses pupuk karena tak dapat modal, nelayan terjebak utang rentenir, UMKM sulit naik kelas karena tak bankable. Ini menciptakan lingkaran stagnasi, di mana potensi ekonomi lokal tak pernah benar-benar berkembang.
Dalam kondisi seperti ini, peran negara sangat penting untuk mengoreksi arah. Kebijakan fiskal dan moneter harus diarahkan untuk mengembalikan fungsi keuangan sebagai pelayan sektor riil, bukan sebaliknya. Regulasi yang adil, insentif pembiayaan produktif, serta literasi ekonomi menjadi bagian penting agar hubungan kedua sektor ini kembali harmonis dan saling memperkuat.
Menjaga Keseimbangan Demi Ekonomi yang Berkeadilan
Dalam sistem ekonomi yang sehat, harmoni antara sektor keuangan dan sektor riil bukanlah pilihan, melainkan keharusan. Sektor keuangan harus kembali pada fungsi dasarnya sebagai penyedia sumber daya bagi aktivitas nyata, bukan sekadar menjadi arena perputaran angka dan spekulasi. Di sisi lain, sektor riil perlu terus diberdayakan agar mampu menciptakan nilai tambah, menyerap tenaga kerja, dan menumbuhkan ekonomi lokal.
Keseimbangan ini tidak terjadi dengan sendirinya. Dibutuhkan kebijakan yang adil, regulasi yang berpihak pada produktivitas, serta kesadaran kolektif dari pelaku ekonomi, baik pemerintah, pelaku usaha, lembaga keuangan, maupun masyarakat luas. Ketika sektor keuangan dan sektor riil berjalan seiring, maka pembangunan ekonomi akan lebih inklusif, berkelanjutan, dan menyentuh lapisan masyarakat terbawah.