Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Advokat - Jurnalis

Menulis apa saja yang mungkin dan bisa untuk ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Music

Mencipta Lagu : Antara Rasa, Seni dan Keterampilan yang Tak Main Main

8 April 2025   11:54 Diperbarui: 8 April 2025   11:54 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (Superlive id)

Dalam dunia penciptaan lagu, lirik yang bagus belum tentu cocok dengan musik, begitu pula sebaliknya. Lirik harus mempertimbangkan ritme, suku kata, tekanan nada, hingga keintiman bunyi. Kata "cinta", misalnya, bisa terdengar klise, tapi jika ditempatkan dengan nada yang tepat dan dalam konteks emosional yang kuat, ia bisa terasa baru dan menyentuh.

Begitu pula melodinya. Ia tak bisa sembarangan naik-turun. Ia harus "mengikuti rasa" yang dibangun oleh kata-kata. Jika lirik sedang bicara tentang harapan, melodinya jangan murung. Jika lirik sedang bicara tentang kehilangan, melodinya harus bisa membuat hati ikut merasakan kegetiran.

Ini artinya, pencipta lagu harus punya dua keahlian sekaligus: kepekaan bahasa dan musikalitas. Ia harus mengerti metafora, diksi, rima, tapi juga harus paham harmoni, progresi akor, tempo, dan dinamika.

Di dunia profesional, pekerjaan ini kadang dibagi: ada lyricist (penulis lirik), dan ada composer (pembuat musik). Tapi banyak juga yang menguasai keduanya, dan mereka inilah yang biasanya menghasilkan lagu-lagu yang sangat utuh dan kuat. Salah satu contoh lokal yang bisa disebut adalah Ebiet G. Ade, yang lirik dan nadanya seolah saling bersinergi sempurna.

Maka tak heran kalau menciptakan lagu disebut sebagai bentuk seni yang paling lengkap. Karena di dalamnya menyatu antara logika dan rasa, teknik dan intuisi, struktur dan spontanitas.

Lagu Besar Tidak Cukup Hanya dengan Bakat

Banyak orang bilang, "Wah, dia berbakat bikin lagu." Ya, betul, bakat itu penting. Tapi dalam dunia musik, bakat saja tidak pernah cukup. Lagu besar lahir dari perpaduan antara bakat, kerja keras, jam terbang, dan yang paling penting: kejujuran dalam berkarya.

Lihat saja para maestro dunia, dari John Lennon, Bob Dylan, hingga maestro dalam negeri seperti Iwan Fals atau Chrisye. Mereka bukan hanya mengandalkan talenta alamiah. Mereka membaca, mendengarkan banyak musik, merenung, mencoba, gagal, mencoba lagi, hingga akhirnya menemukan "suara mereka sendiri". Lagu-lagu mereka bukan hanya terdengar, tapi juga terasa, karena digarap dengan sepenuh hati dan pikiran.

Proses mencipta lagu itu seperti menambang di dalam diri sendiri. Ada saatnya buntu, ada saatnya tidak puas, dan ada saatnya merasa semua tidak cukup. Tapi justru dari proses itu, terbentuk kepekaan artistik dan kedewasaan musikal. Dari kegagalan demi kegagalan itu, pelan-pelan muncul lagu-lagu yang "bernyawa".

Dan satu hal yang tidak boleh dilupakan: lagu yang abadi selalu lahir dari niat yang tulus. Lagu seperti We Are the World tidak hanya terkenal karena dinyanyikan banyak artis, tapi karena pesannya kuat dan benar-benar "datang dari hati". Lagu-lagu seperti itu bisa melampaui zaman, menyentuh lintas generasi, dan menjadi warisan budaya yang menginspirasi terus-menerus.

Jadi, jika ada yang ingin menciptakan lagu, jangan hanya menunggu inspirasi datang. Belajarlah. Latih kepekaan. Pahami teknik. Dengarkan banyak karya. Dan yang paling penting, jujur dalam mengekspresikan rasa. Karena dari situlah, lagu bukan hanya terdengar, tapi juga dikenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun