Sialnya, karena panik, aku tidak juga menemukannya. Apalagi, konsentrasiku terpecah. Aku juga sedang berusaha membebaskan diri, sementara si PK (Penjahat Kelamin)Â di depanku ini masih terus memaksa. Astaga, pakai maki-maki segala lagi!
Aduh, di mana, ya? Apa jangan-jangan lupa kubawa?
Akhirnya, aku terpaksa melakukan hal terakhir yang lazim dilakukan banyak perempuan lain pada situasi serupa. Aku mulai berteriak ketakutan:
"Jambreettt!!! Tolooong, jambreeettt!!!"
Wajah si PK memucat. Cengkeramannya terlepas. Mungkin dia tidak menyangka aku bakalan berusaha menarik perhatian sekitar, makanya dia langsung kabur seketika. Baguslah. Orang-orang yang baru berdatangan bisa saja menghajarnya sampai remuk dan berdarah-darah.
"Kenapa, Bu?"
"Mana jambretnya, Mbak?"
"Udah kabur, ya?"
Aku masih deg-degan. Barulah, saat tanganku berhasil menemukan benda yang saat kritis barusan kucari-cari, aku ingin mengumpat sendiri.
Semprotan merica dan taser-ku. Keduanya ternyata ada di dasar tas.
R.