Mohon tunggu...
Ruby Astari
Ruby Astari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, penerjemah, pengajar Bahasa Inggris dan Indonesia, pembaca, dan pemikir kritis.

"DARI RUANG BENAK NAN RIUH": Untuk menjelaskan perihal penulis yang satu ini, cukup membaca semua tulisannya di sini (dan mungkin juga di tempat lain). Banyak dan beragam, yang pastinya menjelaskan satu hal: Ruang benaknya begitu riuh oleh banyak pemikiran dan perasaan. Ada kalanya mereka tumpang-tindih dan bukan karena dia labil dan irasional. Seringkali daya pikirnya melaju lebih cepat dari tangannya yang menciptakan banyak tulisan. Penulis juga sudah lama menjadi ‘blogger yang kecanduan’. Samai-sampai jejak digital-nya ada di banyak tempat. Selain itu, penulis yang juga pengajar bahasa Inggris paruh-waktu, penerjemah lepas, dan penulis lepas untuk konten situs dapat dipesan jasanya secara khusus di Kontenesia (www.kontenesia.com). Bisa sekalian beramal lagi untuk setiap transaksi (terutama selama bulan Ramadan ini) : http://kontenesia.com/kontenesia-donasi-ramadan/ https://www.facebook.com/kontenesia/posts/287945154884094?__mref=message R.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Daddy Wasn't Well..."

6 Agustus 2017   11:01 Diperbarui: 6 Agustus 2017   11:22 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"I'm so sorry, Mommy," I apologised, feeling my tears starting too. "I didn't mean to yell at you."

"It's okay, Baby." She gently kissed my forehead, the way she always did. The way he used to. "I'm sorry too."

"Why did he do this?" I knew it was useless, but I had to ask anyway. "Was it because of me?"

"What?" She was startled for a second, then shook her head and stroked my hair again. "No, not you, Baby. Never."

"Then why?" I didn't want to make Mommy feel even sadder right now, since she was all I had now. Again, she shook her head - still with that smile on her face.

"Daddy wasn't well," she said. "He hadn't been for a very long time, but he was too proud to ask for help. He thought he should've always been strong for us, for everybody."


We both cried in each other's arms that night, until I fell asleep again. I silently prayed, something that I knew I'd be doing for the rest of my life since that night:

God, if you are really there, please...Please, don't send Daddy to hell...

He was just unwell...

#BreakTheStigma

Songs that have inspired this story:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun