Mohon tunggu...
Cahya Nugraha
Cahya Nugraha Mohon Tunggu... Human Resources - Suka naik gunung, camping, jalan-jalan, makan-makan. @rubikomugglo

Baru menjelajahi 18 dari 17.000 pulau di Indonesia. Blog: rubikomugglo.weebly.com Twitter: @rubikomugglo Instagram: rubikomugglo

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Cinta dalam Semangkuk Bakmi Jawa

9 Juni 2017   09:33 Diperbarui: 9 Juni 2017   09:50 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ayam gantung, ciri khas Bakmi Jawa (dok.pribadi)

Jogja dan Juni, mereka adalah sebuah pasangan yang selalu punya cerita. Di bulan ini, Jogja pada siang hari terasa begitu terik dan malam hari tak pernah gagal membuat kita menggunakan baju panjang dan mengusap badan. Angin serasa bisa masuk dari celah baju dan memeluk tubuh yang merindukan kehangatan. Apalagi Juni kali ini bertepatan dengan bulan Ramadhan, malam yang dingin tak pernah berteman dengan perut kosong yang seharian tak diberi makanan. Sudah tak sabar rasanya ia untuk diisi dengan berbagai macam makanan yang ramai dijajakan.

Handphone saya bergetar, terlihat ada pesan masuk dari pacar saya. Beberapa saat sebelum itu saya memang mengajak dia untuk buka puasa bersama. Saya dan dia memang menggemari berwisata kuliner. Biasanya ketika sedang bersama kami selalu menyempatkan untuk mencicipi satu kuliner khas. Malam itu kami berencana untuk menikmati kudapan yang sangat dia sukai yakni, Bakmi Jawa. Favoritnya adalah sebuah warung di Jl. Parangtritis yang bernama Bakmi Harjo Geno.

Matahari mulai turun ke peraduan seraya ditemani suara adzan berkumandang. Kami sudah bersama dan menutup puasa hari itu dengan minum segelas air. Tak menunggu lama, segera kami berangkat untuk mbakmi berdua. Mengendarai motor melewati pojok beteng timur, kami mengambil arah selatan. Beberapa ratus meter setelahnya, di sebelah kiri jalan terdapat sebuah pasar bernama Pasar Prawirotaman. Berhenti kami disana dan masuk kedalamnya.

Bapak (dok.pribadi)
Bapak (dok.pribadi)
Sore itu, warung Bakmi Harjo Geno tak terlalu ramai namun sudah ada beberapa pembeli. Terlihat sekitar 6 orang sudah mendapati bakmi di hadapan mereka. Warung ini dijalankan oleh Ibu dan Bapak. Bapak adalah orang yang memasak bakmi dan Ibu bertugas untuk menerima order, memberikan garnish, dan mengantarkan makanan ke meja kita. 

Kami lalu menyapa Ibu dan Bapak dan saling bertukar senyum, mereka mungkin familiar dengan kami karena beberapa kali kesini namun antriannya membuat kami gedheg-gedheg sambil mesam-mesem. Pernah kami datang dan nomor antrian sudah 11, 14, bahkan 18, kami pulang dengan tangan hampa. Supaya tidak terlalu mengantri lama datanglah sedikit lebih awal, setelah maghrib tapi tidak lebih dari setengah 8. Jika datang lebih dari waktu itu, siap siap saja mengantri lama.

Dekorasi vintage yang membawa kita ke masa lalu (dok.pribadi)
Dekorasi vintage yang membawa kita ke masa lalu (dok.pribadi)
Kami masuk kedalam warung dan memilih suatu pojok yang familiar. Dua porsi bakmi godhog sedang diracik oleh Bapak, kami menikmati waktu menunggu itu dengan berbicara tentang apa saja. Sesekali saya lempar pandangan ke sekitar ruangan dan terkesima, serasa kembali ke rumah masa lalu. Semua terasa vintage dengan kalender bergantungan, kipas anyam, dan sebuah jendela kecil terpaku di dinding. Penasaran dengan bagaimana cara Bapak meracik bakmi jawa, saya lalu beralih ke depan membiarkan pacar saya termangu menunggu.

Kubis Berhamburan (dok.pribadi)
Kubis Berhamburan (dok.pribadi)
Mie Kuning (dok.pribadi)
Mie Kuning (dok.pribadi)
Bapak membuat Bakmi Jawa satu per satu, porsi per porsi. Saya memperhatikan dengan seksama bagaimana ia menyiapkan komponennya, dimulai dari memotong daun bawang, menyuir daging ayam yang digantung, memotong kubis dan menghamburkannya, mengambil seporsi mie dan bihun. Setelah itu barulah ia menuangkan minyak, menumis bumbu halus, menambahkan telur bebek dan menyiram kuah kaldu. 

Lalu menambahkan komponen komponen yang sebelumnya terlah ia persiapkan. Potongan daun bawang, ayam, kubis serta helai helai mie ia rebus bersama. Sedikit mengaduk-aduk, Bapak lalu membiarkan rebusan tadi mendidih sebentar. Setelah dirasa cukup, Bapak menuangkan seporsi bakmi godhog tadi ke sebuah mangkok dan Ibu bertugas mempercantik makanan tersebut dengan menambahkan bawang goreng di atasnya.

Semangkuk Bakmi Jawa hangat di hadapan (dok.pribadi)
Semangkuk Bakmi Jawa hangat di hadapan (dok.pribadi)
Bakmi godhog tersebut diantarkan sampai ke hadapan saya. Asap masih terlihat menggambarkan betapa panasnya bakmi itu. Ketika saya hirup aromanya, bisa terbayang kenikmatannya walau belum terasa oleh lidah. Harum. Dari penampakannya, bakmi ini sangat gurih, terlihat dari penggunaan telur bebek yang membuat kuah sedikit berwarna kekuningan dan keruh. Tak cukup dengan melihatnya, saya mulai seruput pertama dan ekspresi saya langsung mengisyaratkan kebahagiaan. Kuah gurih, hangat, penuh bumbu dan rasa melewati mulut yang seharian berpuasa itu seperti menemukan permata dalam saku celana. Menyenangkan ! Saya lanjut dengan suapan kedua, ketiga dan seterusnya.

Pacar saya juga tak mau kalah, ia menikmati Bakmi Godhog nya dengan menambahkan cabe hijau dan memotongnya menggunakan sendok. Ia menyukai bakminya sedikit lebih pedas, tak seperti saya yang lebih memilih merica ketimbang cabai hijau. Ekpresi bahagia pun datang dari wajah cantiknya, seketika dia bilang, "Enak! Enak! hmmm". Melihatnya begitu, saya hanya bisa tersenyum gembira. Makin khusyuk kami menikmati semangkok Bakmi itu, mie nya terasa kenyal, tidak mblenyek dan beberapa kali sempat kami merasakan "krenyes" dari kubis dan daun bawang. Telur bebek memang paling cocok jika disajikan dalam sebuah bakmi jawa. Ia mengangkat rasa menjadi sangat gurih, dan memberikan warna dalam masakan tersebut.

Pacar dan Pojok yang familiar (dok.pribadi)
Pacar dan Pojok yang familiar (dok.pribadi)
Bakmi dalam mangkok kami berkurang dengan cepat, ternyata kita berdua benar benar kelaparan. Suasana dingin kota Jogja menambah kenikmatan semangkok Bakmi yang kita santap. Diselangi dengan perbincangan dengan pacar, saya sempat tersadar dan mendapati bahwa saya terkena dejavu. Tadi sempat saya bilang bahwa kami duduk di pojok yang familiar, dan benar saja, pojok itu adalah tempat yang sama ketika saya pertama kali saya melakukan pendekatan ke pacar saya ini. Kenangan kenangan itu satu per satu datang ke kepala dan hidup kembali. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun