Kuhidupkan motor, panaskan mesin, sempat ingin mengendarai sendiri meskipun dada terasa sesak.
"Udah aku aja yang bawa, kamu dibonceng," apalagi tiba-tiba si Abang, langsung nemplok di motor karena tahu kami akan pergi.
Serba salah, gelisah.
Mengatur nafas, menyeimbangkan posisi duduk di motor, harus menimpali pertanyaan Kala, yang kadang datang tiba-tiba. Â
"Pa! besok Papa anterin aku sekolah ditungguin kan?" sambil menoleh ke belakang melihat wajahku yang tak karuan, antara menahan sakit atau menahan buang air besar.
Tapi memang itu posisinya berada di ulu hati, tepat sekali.
"Iya, lah!" jawabku menegaskan.
Semenjak masuk Sekolah Dasar, Kala lebih pandai berargumen, nilai tambah untuk si anak, atau ancaman untuk si bapak?
---
Sampai di depan klinik, aku langsung turun, Istriku langsung ke loket, daftar pasien atas nama Rubi, langsung menunjuk Ruang Gawat Darurat, mengisyaratkan aku langsung masuk saja.
Tak lama Dokter Tantri datang. Dokter yang biasanya mengobati anak-anak karena demam atau virus. Sesekali Mamanya, yang kadang drop karena lelah bekerja kini harus mengobati aku.