Mohon tunggu...
Rubeno Iksan
Rubeno Iksan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Sejarah S1 di Universitas Negeri Semarang

Pena lebih tajam daripada pedang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Krisis Kebebasan Akademik di Perguruan Tinggi Indonesia

14 Februari 2024   21:56 Diperbarui: 14 Februari 2024   22:54 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diskusi. (Dokumentasi pribadi)

Kebebasan akademik dewasa ini, yang selalu diperjuangkan, penuh dengan paradoks, terutama di Indonesia. Ketika suhu politik sedang meningkat, atau sistem pemerintahan yang selangkah menuju kediktatoran, kebebasan akademik tentunya mengalami berbagai macam ancaman.

Seperti yang terjadi akhir-akhir ini, ketika beberapa hari yang lalu, muncul sebuah desas-desus bahwa polisi menekan para guru besar untuk mendukung Jokowi dan membuat statement yang menunjukkan keberpihakan kepada pemerintah, di tengah banjir kritikan dari berbagai akademisi. Namun, belum jelas siapa nama anggota polisi yang menekan para guru besar dari seluruh universitas di Indonesia. 

Hal ini tentu mengingatkan pada kebijakan normalisasi kehidupan kampus (NKK) yang pernah diberlakukan di masa Orde Baru, yang di mana, pemerintah memiliki kendali atas perguruan tinggi, sehingga kebebasan untuk menyuarakan gagasan dan pemikiran di kalangan akademik, tidak ada sama sekali, selain untuk kegiatan yang tidak mengarah kepada politik praktis. Seakan-akan, perguruan tinggi hanya difungsikan sebagai sarana pengembangan keilmuan, bukan sebagai pemantau pemerintah (watchdog) ataupun mitra kritis pemerintah seperti sekarang. 

Pemerintah Orde Baru menganggap bahwa gerakan mahasiswa adalah salah satu upaya subversi dan destablisasi negara, yang tentunya bertentangan dengan Trilogi Pembangunan yang dicanangkan pemerintahan Soeharto, yang menjadikan stabilitas nasional sebagai salah satu elemen pembangunan. 

Oleh karena itu, pembredelan-pembredelan dan pemberangusan gerakan mahasiswa merupakan sesuatu yang lumrah di masa itu. Badan eksekutif mahasiswa (BEM) yang dahulu bernama Dewan Mahasiswa ini, tidak diperkenankan untuk melakukan sesuatu yang dianggap mengganggu kekuasaan Soeharto. Sebagai contoh, pada tahun 1978, para mahasiswa ITB melakukan aksi penolakan kepada Soeharto yang ingin mencalonkan dirinya kembali sebagai presiden untuk periode 1978-83. Sebagai akibat dari penolakan tersebut, kampus yang terletak di jantung kota Bandung ini diduduki oleh pasukan khusus (Kopassus) dan tentunya, Polisi Militer (CPM). Semenjak itu, tidak ada lagi gerakan-gerakan mahasiswa antara 1979-98. 

Di masa reformasi, ketika sebuah kebebasan akademik menjadi kebutuhan primer di lingkungan pendidikan tinggi, hingga tahun 2019, hanya sedikit pelanggaran terhadap kebebasan akademik yang terekam. Namun, ketika pandemi Covid-19, pelanggaran-pelanggaran terhadap kebebasan akademik mulai intensif. Mulai dari dibubarkannya diskusi hukum tata negara terkait dengan wacana pelengseran Jokowi pada bulan Mei 2020 hingga pemberangusan aksi mahasiswa ketika omnibus law diketok palu pada bulan Oktober 2020, menambah catatan kelam pelanggaran kebebasan akademik di masa pemerintahan Jokowi periode kedua. 

Kebebasan akademik: permata yang harus dijaga keberadaannya

Di era reformasi, dengan adanya semangat keterbukaan, kebebasan akademik harus dijaga sebagaimana mestinya. Apalagi, mahasiswa merupakan salah satu insan akademis yang memiliki daya kritis dan nalar yang tinggi untuk memecahkan suatu persoalan. Mahasiswa maupun akademisi dituntut untuk mengembangkan ilmu pengetahuan sesuai disiplin ilmunya. Sebagai contoh, seorang mahasiswa sejarah dituntut agar bisa mencari peristiwa-peristiwa sejarah yang hilang atau sengaja 'dihilangkan' oleh penguasa demi kepentingan nasionalisme dan patriotisme, sebagaimana yang pernah disorot oleh Prof. Asvi Warman Adam dalam bukunya yang berjudul Pelurusan Sejarah Indonesia. 

Apalagi, salah satu poin dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah penelitian, pendidikan, dan pengajaran. Apabila kebebasan akademik di Indonesia sengaja dimatikan oleh pihak-pihak tertentu, hal tersebut merupakan pelanggaran dari prinsip Tri Dharma Perguruan Tinggi yang seringkali digembar-gemborkan. 

Oleh karena itu, sebuah 'permata' yang menjadi salah satu kebutuhan primer dari sebuah institusi perguruan tinggi tentu harus dijaga dengan baik, agar implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi dapat berjalan dengan baik sebagaimana mestinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun