Mohon tunggu...
Ruang Diskusi
Ruang Diskusi Mohon Tunggu... Penulis - Meet the World

Ruang bersama untuk simak: 🌐 Update Internasional 📝 Studi Kasus 🎯 Diskusi anak HI Dengan gaya pembahasan yang santai dan ringan ✌🏻

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Skandal PBB Part I: Program "Oil for Food"

12 Agustus 2021   18:52 Diperbarui: 12 Agustus 2021   19:03 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi skandal PBB. Sumber: Pixabay

PBB merupakan lembaga internasional yang diharapkan menjadi penyelamat dunia, tapi adakalanya mereka pun blunder

Michael Soussan merupakan whistleblower skandal program Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Oil-for-Food Program. Pada usia 24 tahun Soussan direkrut untuk bekerja dalam program kemanusiaan tersebut. 

Michael Soussan menggunakan jas abu-abu dan disebelahnya Benon Sevan, Sumber: Jewish Standard https://jewishstandard.timesofisrael.com/
Michael Soussan menggunakan jas abu-abu dan disebelahnya Benon Sevan, Sumber: Jewish Standard https://jewishstandard.timesofisrael.com/

Soussan bekerja secara langsung dibawah Head of UN Office of the Iraq Programme, Benon Sevan atau yang juga dikenal dengan Pasha, yang merupakan salah satu orang yang sangat disorot dalam kasus ini.

Kisahnya kemudian Ia tulis dalam buku dengan judul “Backstabbing for Beginners: My Crash Course in International Diplomacy” yang kemudian menjadi film pada tahun 2018 dengan judul “Backstabbing for Beginners”. Ini trailernya.


Sekilas Program ‘Minyak untuk Pangan’

Iraq dikenal sebagai negara produsen minyak melimpah. Sumber: middle-east-online.com
Iraq dikenal sebagai negara produsen minyak melimpah. Sumber: middle-east-online.com

Program ‘minyak untuk pangan’ didirikan berdasarkan Resolusi 986 oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) pada tahun 1995 sebagai bentuk upaya bantuan kemanusian kepada Irak, dibawah sanksi ekonomi PBB sejak Perang Teluk tahun 1991. 

Dengan sanksi embargo ekonomi yang ada, Irak tidak dapat menjual minyak kepada pasar internasional. 

Tanpa adanya pendapatan ekspor minyak, Irak tidak mampu untuk mengimpor makanan dan obat-obatan dalam jumlah yang memadai. Hal ini membuat kondisi kehidupan di Irak memburuk secara drastis dari tahun 1991 hingga 1995.

Program ‘minyak untuk pangan’ memiliki beberapa fase, dimana setiap fase berdurasi enam bulan dan DK PBB perlu melakukan pembaruan pada setiap fase. 

Fase pertama berlangsung dari Desember 1996 hingga Juni 1997. Program ini berlangsung hingga 13 fase, dengan fase terakhir diperpanjang hingga invansi Amerika Serikat pada tahun 2003. 

Pada setiap fase, Irak diizinkan untuk menjual minyak dalam jumlah yang disetujui kepada pembeli dalam skala internasional. Pihak PBB dan para pengamat bersepakat bahwa program ini memang meringankan kesulitan yang dialami oleh rakyat Irak khususnya pada sektor ekonomi, namun tidak sepenuhnya mengatasi.

Program ‘minyak untuk pangan’ ini secara total telah menghasilkan pendapatan sebesar USD 64,2 miliar, dengan kuantitas penjualan minyak diperkirakan mencapai 3,4 miliar barel minyak kepada 248 perusahaan. 

Berdasarkan UN Office of the Iraq Program, bantuan kemanusiaan dengan nilai USD 39 miliar telah diberikan kepada Irak dibawah program ini (hingga 21 November 2003, tanggal akhir pelaksanaan program).

Pendapatan dari program ini disimpan oleh PBB dalam rekening penampungan, yang mana dana tersebut kemudian digunakan untuk membeli makanan, persediaan medis, sanitasi, listrik, pendidikan, dan bantuan kemanusiaan lainnya.

Skandal

Saddam Hussein, Pemimpin Iraq/Sumber: Hindustan Times
Saddam Hussein, Pemimpin Iraq/Sumber: Hindustan Times

Berdasarkan investigasi Central Intelligence Agency (CIA) Amerika Serikat pada tahun 2004, Saddam Hussein dituding telah mengeksploitasi program kemanusiaan ini. 

Saddam Hussein dikatakan mendapatkan USD 1,7 miliar melalui suap dan biaya tambahan (surcharges), serta melalui penyeludupan minyak ilegal sebesar USD 10,9 miliar.

Berdasarkan UN Independent Inquiry Committee (komite khusus yang dibentuk untuk menyelidiki kasus ini), skandal ‘minyak untuk pangan’ juga terjadi karena adanya mismanagement dalam skala besar dan unethical conduct yang dilakukan oleh pegawai PBB. 

Dalam briefing paper, UN Independent Inquiry Committee pada Januari tahun 2005, dikatakan manajemen PBB tidak melaksanakan program dengan benar hingga menyebabkan kelebihan pembayaran sekitar USD 5 juta kepada kontraktor dan kerugian lainnya yang tidak terlacak oleh audit PBB. 

Pada interim report Februari 2005, dikatakan program’s procurement office tidak mengikuti aturan yang ada untuk menjamin adanya akuntabilitas. 

Selain itu komite juga menuduh Benon Sevan, kepala dari program ‘minyak untuk makanan’, sebagai irreconcilable conflict of interest karena membantu perusahaan tertentu untuk mendapatkan kontrak penjualan minyak Irak.

UN Independent Inquiry Committee telah mengeluarkan empat interim reports sejak April 2004. 

Dalam laporan-laporan tersebut tidak ditemukan bukti adanya skandal yang melibatkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB, Koffi Annan dalam skandal program ini. 

Namun komite menemukan upaya anak Koffi Annan, Kojo Annan, menyembunyikan hubungan bisnis dengan kontraktor utama program ‘minyak untuk pangan’. 

Kojo Annan, yang mana bukan merupakan pegawai PBB, menerima uang sekitar USD 400.000 dari Cotecna Inspections S.A. antara tahun 1995 hingga 2004. Kojo Annan secara resmi berhenti bekerja dari Cotecna pada tahun 1998, dirinya berhenti sesaat setelah Cotecna memenangkan kontrak dengan PBB senilai USD 10 juta. 

Namun dirinya tetap menerima dana ribuan dolar dari Cotecna setiap bulan hingga tahun 2004, dengan dalih bahwa pembayaran tersebut merupakan bagian dari perjanjian (yang mana merupakan unusual agreement) untuk menolak bergabung dengan perusahaan pesaing Cotecna.

Dalam program ‘minyak untuk pangan’, PBB seharusnya menjadi pihak yang memantau dan memberikan persetujuan seluruh penjualan minyak Irak. 

Semua keuntungan masuk ke rekening khusus yang dikendalikan PBB, karena tujuan program ini ialah untuk membantu memenuhi kebutuhan dasar rakyat Irak. Irak tidak diizinkan untuk membeli peralatan militer dengan hasil penjualan minyaknya. 

Namun dalam program ini, Irak diberi kebebasan untuk menentukan kepada siapa Irak akan menjual minyaknya dan Irak juga diizinkan untuk memilih vendor penyedia bantuan kemanusiaan kepada PBB. Pada program ini Saddam Hussein dikatakan mengambil keuntungan miliaran dengan mengendalikan keputusan ini. 

Saddam dikatakan membuat sistem “oil vouchers” secara rahasia senilai jutaan dolar kepada para individu dan perusahaan yang membantu Irak, ketika Irak dijatuhi sanksi.

Sistem oil vouchers yang dibuat oleh Saddam Hussein telah memberi pengaruh politik kepada para pemimpin dunia dan entitas perusahaan minyak internasional, akan tetapi sistem ini tidak menghasilkan uang yang banyak untuk rezim Saddam Hussein. 

Untuk memperoleh pemasukan uang yang lebih besar, Saddam Hussein memberlakukan adanya suap dan biaya tambahan dalam transaksi program ‘minyak untuk pangan’. 

Sebagai contoh, dalam beberapa kasus Saddam Hussein meminta agar pemasok bantuan kemanusiaan memberikan suap 10% kepada rezimnya untuk dipilih sebagai vendor. 

Menurut laporan Charles Duelfer (Iraq weapons inspector), diperkirakan dari suap ini, rezim Saddam Hussein dapat menghasilkan USD 1,5 miliar. 

Selain itu rezim Saddam Hussein juga memperoleh USD 228 juta melalui pengumpulan biaya tambahan ilegal sebesar dua puluh lima hingga tiga puluh sen per barel ke beberapa perusahaan yang ingin membeli minyak Irak. 

Namun dikatakan, sebagian besar pendapatan ilegal Saddam Hussein sebesar USD 11 miliar, yang dikumpulkan dari tahun 1990 dan hingga 2003, berasal dari perdagangan ilegal lintas batas dan penjualan minyak ke negara-negara di kawasan tersebut. 

Sekitar USD 8 miliar dari total itu diperoleh melalui penjualan minyak ilegal dan perdagangan lainnya dengan Yordania, Turki, Mesir, dan Suriah. 

Rezim Saddam Hussein juga memperoleh USD 1,2 miliar dari penjualan minyak tanpa izin ke perusahaan swasta diluar sistem oil vouchers dan program ‘minyak untuk pangan’.

Siapa Penerima Oil Vouchers?

Ilustrasi penghasil minyak. Sumber: Pixabay
Ilustrasi penghasil minyak. Sumber: Pixabay

Berdasarkan laporan Charles Duelfer (Iraq weapons inspector) dikatakan ada lebih dari 1.300 oil vouchers yang Saddam Hussein berikan kepada ratusan korporasi, entitas luar negeri, individual, dan sejumlah partai politik di berbagai belahan dunia. 

Informasi ini diperoleh dari daftar perusahaan minyak milik negara dan wawancara dengan sejumlah pegawai dalam rezim yang tertangkap.

Pada 25 Januari 2004, sebuah surat kabar independen di Irak, Al Mada, menerbitkan daftar 270 individu dan entitas yang diduga diuntungkan dari sistem oil vouchers yang diberikan oleh rezim Saddam Hussein.

Daftar tersebut konon diperoleh dari catatan yang disimpan oleh organisasi pemasaran minyak milik negara (SOMO).

Dari sumber informasi lainnya, dikatakan 30% oil vouchers diberikan kepada entitas di Rusia (perwakilan pemerintah maupun perusahaan minyak; 15% diberikan kepada entitas di Perancis (perwakilan pemerintah maupun perusahaan minyak); 10% entitas dari Tiongkok, masing-masing 6% untuk entitas Swiss, Malaysia, dan Syria. 

Perusahaan Amerika Serikat dan individu dengan masing-masing 2% dan 3%. Sedangkan untuk penerima oil vouchers secara individu sendiri diantaranya tercantum nama Benon Sevan yang merupakan kepala program ini sebesar 13 juta barel, hingga salah satu mantan presiden Indonesia sebesar 6 juta barel.

Note: Artikel ini sudah ditayangkan di platform Medium kami. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun