Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Ganja untuk Pengobatan, Sudah Waktunya Indonesia Melegalkan?

5 Juli 2022   07:45 Diperbarui: 7 Juli 2022   13:30 1186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ganja medis. (sumber: SHUTTERSTOCK via kompas.com)

Setelah Thailand secara resmi melegalkan penggunaan ganja untuk pengobatan dan pemanfataannya untuk kuliner demi membangkitkan kembali prekonomiannya.

Kini arus pendapat bahwa legalisasi penggunaan ganja untuk pengobatan sudah mulai kuat melanda di Indonesia (baca selengkapnya di sini).

Penggunaan ganja sebagai pengobatan bukanlah hal yang baru. Jika kita buka sejarah, maka kita akan mendapatkan data bahwa ganja sudah mulai digunakan sebagai obat sekitar tahun 2800 BC. Ganja mulai digunakan untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan di jaman kekaisaran Shen Nung yang dikenal sebagai pioner pengobatan tradisional Tiongkok.

Catatan sejarah lainnya yang menunjukkan bahwa ganja digunakan sebagai terapi terhadap penyakit seperti pengobatan depresi, arthritis, depressi, inflamasi, penghilang rasa sakit, kurang nafsu makan dan asma terdokumentasi pada masyarakat Hindu India, Assyria, Yunani dan kekaisaran Roma.

Kandungan zat aktif ganja

Hasil penelitian ilmiah memang menunjukkan bahwa Tetrahydrocannabinol (THC) yang merupakan zat aktif dari ganja berfungsi dan bekerja di hypothalamus untuk menurunkan suhu tubuh dan juga penghilang rasa sakit.

Ganja mengandung zat aktif yang dinamakan cannabinoids yang merupakan senyawa kimia yang mengikat reseptor cannabinoid yang terletak di otak dan tubuh untuk mengatur komunikasi sel.

Ganja untuk pengobatan memang terbukti bermanfaat namun efek negatifnya dapat menjadi wabah baru. Photo: everydayhealth.com
Ganja untuk pengobatan memang terbukti bermanfaat namun efek negatifnya dapat menjadi wabah baru. Photo: everydayhealth.com

Bagian tubuh yang paling banyak mengandung reseptor cannabinoid adalah otak yang terletak pada bagian ganglia basal, hipokampus, dan otak kecil.

Area ini bertanggung jawab untuk mengelola beberapa kemampuan seperti emosi, memori, kontrol motorik, dan sistem saraf otonom.

Jika seseorang mengalami overdosis cannabinoid maka area ini tidak dapat melakukan fungsi otonomnya, sehingga pengguna akan mengalami efek samping seperti misalnya sakit kepala, mual, muntah, dan/atau paranoia.

Namun dari catatan yang ada belum pernah ada kasus kematian akibat overdosis cannabinoid.

Jadi memang secara ilmiah ganja dapat digunakan sebagai salah satu pengobatan utamanya untuk menghilangkan rasa sakit yang banyak dialami oleh pasien yang menderita berbagai penyakit akut.

Efek Negatif

Dari berbagai catatan di negara yang sudah melegalkan penggunaan ganja sebagai obat, hal yang perlu diwaspadai adalah dampak negatif dari penggunaan ganja ini sebagai obat yaitu efek kecanduannya.

Walaupun penggunaan obat berbasis ganja peredarannya telah dibentengi dengan aturan yang ketat dan untuk memperolehnya harus menggunakan resep dokter, namun tetap saja ganja ini disalahgunakan.

Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya bahwa efek negatif dari penggunaan ganja ini adalah overdosis yang berdampak pada prilaku penggunanya dan juga dampak sosial yang ditimbulkannya.

Manurut data yang dikeluarkan oleh PBB, pada tahun 2016 saja, ganja merupakan jenis narkoba yang paling banyak digunakan di dunia dengan penggunaannya mencapai 182,5 juta orang.

Data menunjukkan bahwa di Amerika satu dari sepuluh pengguna ganja mengalami kecanduan dan hal yang lebih mengkhawatirkan bahwa ganja mulai digunakan oleh kelompok usia muda yaitu sebelum 12 tahun.

Jadi tentunya kita dapat membayangkan bahwa dalam situasi pengawasan yang sangat ketat saja, ganja sudah banyak salah gunakan dan menimbulkan efek yang buruk bagi kesehatan dan juga berdampak juga pada kehidupan sosial masyarakat yang menyangkut keamanan dan kriminal.

Satu hal yang juga harus diingat bahwa ketika orang sudah terbiasa menggunakan ganja, maka akan sulit sekali untuk melepaskan kebiasaaan ini apalagi yang pernah mengalami overdosis.

Sebenarnya dengan pola pikir sejenis disamping ganja ada lagi substansi yang sudah lebih umum dan lebih luas digunakan yaitu opioid.

Opioid adalah obat sejenis morfin yang digunakan untuk mengobati nyeri sedang atau berat. Obat obatan yang beredar yang tergolong dalam kelompok opioid ini adalah Ini kodein, dihidrokodein, tramadol, morfin, fentanil, oksikodon, buprenorfin, diamorfin dan metadon.

Obat obatan yang tergolong dalam opioid ini memang sudah legal digunakan di banyak negara yang penggunaannya harus menggunakan resep dokter namun efek negatifnya berupa kecanduan termasuk kematian akibat overdosisnya kini menjadi wabah baru di dunia.

Sebagai contoh di Amerika pada kasus overdosis, tiga dari lima kematian melibatkan orang yang menggunakan opioid ini.

Penggunaan opioid untuk mengatasi dan mengurangi rasa sakit lebih didasarkan pada kemudahan untuk mendapatkannya dengan menggunakan resep dokter.

Oleh sebab itu, penggunaan opioid sebagai analgesik meningkat secara drastis demikian juga dengan kejadian overdosisnya.

Seperti halnya dengan opioid, ganja juga memiliki efek analgesik yaitu penghilang rasa sakit utamanya rasa sakit yang kronis.

Sebagai contoh penderita HIV banyak yang menggunakan ganja sebagai obat ini karena kandungan 9-tetrahydrocannabinol dan cannabidiol memang dapat menghilangkan rasa sakit yang kronis namun tentunya efek negatifnya berupa kecanduan juga sangat nyata dan perlu perhatian khsusus.

Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa pengelolaan dan pengurangan rasa sakit yang akut pada penderita dapat diatasi dengan menggunakan implan yang berfungsi untuk mendinginkan syarat untuk memblokir rasa sakit, sehingga merupakan alternatif baru untuk mengurangi penggunaan ganja dan opioid untuk mengurangi rasa sakit.

Hal ini berarti bahwa opioid dan ganja bukanlah satu satunya bahan yang digunakan untuk keperluan pengobatan utamanya untuk menghilangkan rasa sakit. Artinya masih banyak alternatif lain yang bisa digunakan untuk tujuan yang sama.

Jadi jika ditelisik lebih dalam lagi melegalkan ganja untuk pengobatan tampak sepintas merupakan solusi dari permasalahan yang ada.

Namun, berdasarkan pengalaman negara negara yang sudah menggunakan dan melegalkan ganja untuk pengobatan ternyata menjadikan orang lebih rentan terhadap penyalah gunaan ganja walaupun sudah dikendalikan secara ketat dan harus menggunakan resep dokter.

Oleh sebab itu, jika Indonesia mau melegalkan penggunaan ganja pengobatan, maka dasar pengambilan keputusan dan pertimbangannya harus benar benar dilakukan secara hati hati dan harus ditinjau dari berbagai aspek termasuk aspek kehalalannya, karena di banyak negara justru efek negatif berupa kecanduan inilah yang menimbulkan wabah baru yang lebih sulit untuk diatasi.

Rujukan: Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima, Enam, Tujuh, delapan, sembilan, sepuluh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun