Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Malaysia dalam Keadaan Darurat, Apa Maknanya?

12 Januari 2021   18:48 Diperbarui: 13 Januari 2021   07:16 1789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Raja Malaysia Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah baru saja mengumumkan negara Malaysia dalam keadaan darurat yang menimbulkan tanda tanya besar bagi berbagai kalangan karena menyangkut konsekuensinya bagi Malaysia.

Pengumuman ini dapat saja dimaknai bahwa raja Malaysia ingin memperkuat kekuasaannya  di tengah tengah krisis yang melanda Malaysia.

Ada dua hal yang mendasari pengumuman ini yaitu akar permasalahan berupa krisis politik yang berakibat pada krisis kepemimpinan dan dampak pandemi korona pada perekonomian.

Dari segi politik, Malaysia sudah lama memasuki krisis yang berkepanjangan akibat tidak ada penyelesaian politik antara tiga tokoh yaitu Perdana Menteri Malaysia saat ini Muhyiddin Yaasin, Mahatir Muhamad, dan Anwar Ibrahim. Krisis politik ini memang tidak mudah diselesaikan karena ketiga tokoh ini masing-masing memiliki pendukung yang hampir seimbang.

Dalam situasi seperti ini kondisi Malaysia dalam keadaan labil karena secara konstan Perdana Menteri Malaysia selalu dalam keadaan ancaman untuk digulingkan karena dukungannya di parlemen hanya unggul tipis dan peluang jatuhnya Perdana Menteri juga cukup besar.

Krisis politik yang telah berlangsung lama ini memang sudah sampai ke ranah raja penyelesaiannya, namun tampaknya sampai saat ini belum ada jalan yang tepat untuk menyelesaikannya.

Keadaan darurat ini memiliki periode yang cukup lama yaitu sampai dengan 1 Agustus mendatang tentunya memiliki konsekuensi politik yang besar.

Pengumuman keadaan darurat ini memungkinkan raja Malaysia membekukan parlemen sampai periode yang ditentukan dan tentunya dapat saja berdampak pada pemberhentian Perdana Menteri Malaysia.

Namun di sisi lain keadaan darurat ini dapat saja menjadi keuntungan yang tidak terduga bagi Perdana Menteri Malaysia. Keadaan darurat ini dapat juga dipandang sebagai kesempatan bagi Perdana Menteri Malaysia untuk menggalang dan menunjukkan kekuatannya karena jika parlemen dibekukan maka pemerintah dapat menerbitkan produk hukum.

Krisis politik ini tidak hanya melibatkan tokoh yang pimpinan Malaysia, namun sudah merambah ke akar rumput. 

Ketidakpuasan dan gerakan menuntut dibukanya pintu demokrasi yang lebih besar sudah mulai meluas.  Hal ini disebabkan karena tidak ada penyelesaian terhadap krisis yang ada dan juga menganggap bahwa demokrasi di Malaysia sudah mati.

Gerakan pro-demokrasi yang menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Malaysia Muhyuddin sudah bergulir karena adanya penangkapan aktivis pro-demokrasi yang menuntut pengunduran diri Perdana Menteri.

Tekanan terhadap Malaysia tidak hanya berasal dari dalam negeri saja namun juga dari luar negeri akibat adanya penangkapan pada aktivis pro demokrasi.

Krisis politik ini sudah merembet pada krisis kepercayaan karena adanya  gelombang pandemi korona yang melanda Malaysia yang menghantam berat perekonomian Malaysia.

Pandemi Korona di Malaysia belum menunjukkan tanda tanda  menurun karena dalam minggu ini setiap hari jumlah orang yang terjangkit terus memecahkan rekor yaitu sudah mencapai 3.000 orang dan diperkirakan akan terus meningkat.

Minggu lalu Perdana Menteri Malaysia mengumumkan diberlakukannya lockdown dan pelarangan melakukan perjalanan bagi warga Malaysia selama 14 hari terutama di Kuala Lumpur dan 5 negara bagian lainnya.

Di  second quarter tahaun 2020 lalau saja perekonomian Malaysia mengalami kontraksi sebesar 17,1 %. Angka ini meningkat tajam jika dibandingkan dengan kontraksi di first quarter yang hanya sebesar  0,7%.  Diprediksi tren memburuknya perekonomian Malaysia akan terus berlanjut di tahun 2021 ini.

Menurut World Bank pada tahun 2020 lalu perekonomian Malaysia mengalami kontraksi sebesar 3,1 % hal ini utamanya akibat terdampak pandemi Covid-19.  Di tahun 2021 ini untuk pemulihan diperlukan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,9% yang tentunya sangat sulit untuk dicapai

Kritis politik dan kontraksi ekonomi yang sangat besar akibat pandemi merupakan kombinasi letal bagi kestabilan politik Malaysia. Jika keadaan darurat tidak berdampak besar pada penyelesaian krisis ini maka bukan tidak mungkin krisis politik ini akan semakin membesar dan tidak terkendali

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun