Mohon tunggu...
Rre
Rre Mohon Tunggu... Guru - Harap maklum baru belajar

Seorang pengajar. Penikmat teh dan kopi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pandemi, Prokes, dan Sebuah Peluang

12 Juni 2021   22:40 Diperbarui: 12 Juni 2021   23:20 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sudah lebih dari satu tahun pandemi Covid-19 melanda. Belum ada tanda-tanda bencana ini mereda. Berbagai aktivitas penduduk dunia masih dibatasi. Kehidupan sosial dan ekonomi mereka tentu mendapatkan dampak dari keadaan ini. Rasa bosan dan stress menjadi teman akrab dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Vaksin, sebuah cahaya dalam lorong yang gelap, sudah mulai ditemukan. Namun, itu tak serta merta mengatasi masalah. Setelah diuji cobakan secara darurat, tak satupun vaksin yang bisa mencegah seseorang tertular Covid-19. Bahkan ada yang harus dihentikan penggunaannya karena efek sampingnya yang berbahaya.

Pencegahan penularan kini bertumpu pada penerapan prokes yang menjadi "New Normal" kehidupan pasca Covid-19. Kebiasaan mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas adalah inti dari protokol ini. Sebagian masyarakat disiplin menerapkannya. Namun, ada sebagian masyarakat yang belum memiliki kesadaran untuk menjalankannya dengan baik.

Penerapan prokes sebenarnya adalah bentuk kepedulian terhadap diri sendiri dan orang lain serta sebagai suatu peluang untuk beramal. Kenapa demikian? Misalkan, ada orang yang terinfeksi dari kita dan infeksinya menyebar. Karena tidak semua orang mempunyai daya tahan tubuh yang kuat maka akan ada orang yang harus dirawat di fasilitas kesehatan. Biaya perawatan pasien Covid-19 per orang per hari kurang lebih 1 juta rupiah. Seluruh biaya tersebut ditanggung negara. Sehingga jika kita mampu mencegah penularan berarti kita membantu meringankan beban negara. Katakanlah dalam satu bulan kita mampu mencegah penularan 1.000 orang berarti kita telah menyumbang kepada negara ini sebanyak 1 milyar rupiah. Bisa kita bayangkan dalam satu bulan kita memiliki uang 1 milyar tanpa bekerja dan semua itu kita infaqkan. Luar biasa bukan?

Selain menghabiskan biaya, penularan Covid-19 juga meningkatkan resiko kematian bagi seseorang dengan kondisi tertentu. Bagaimana jika orang tersebut adalah seorang ulama, guru, ataupun orang yang memiliki ilmu yang bermanfaat bagi orang disekitarnya? Tentu bisa saja proses transfer ilmu dari ulama atapun guru tersebut terhenti. Jika kita mampu mencegah penularan berarti kita punya andil dalam menjaga proses transfer ilmu tersebut tetap berjalan. Walaupun kita bukan orang yang memiliki ilmunya tetapi ketika kita ikut membantu ilmu yang bermanfaat itu tersebar kepada generasi selanjutnya bukankah itu juga merupakan sebuah amal jariyah yang akan tetap mengalir ketika kita sudah tiada? Ditambah lagi jika penghematan negara tadi digunakan untuk pembangunan yang dapat dinikmati manfaatnya oleh generasi setelah kita, bukankah itu juga sebuah amal jariyah?

Nah, keputusannya ada di tangan Anda apakah akan memanfaatkan peluang ini atau melewatkannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun