Survei & Indikator Kepercayaan Publik: Harapan vs Skeptisisme
Indeks keyakinan konsumen yang dirilis Bank Indonesia menunjukkan kondisi optimis dalam beberapa bulan terakhir: IKK tercatat di atas 100—misalnya 118,1 pada Juli 2025 dan 117,2 pada Agustus 2025—menandakan bahwa secara umum konsumen masih relatif percaya terhadap kondisi ekonomi jangka pendek. Namun indeks semacam ini bersifat agregat nasional dan belum tentu mencerminkan reaksi cepat terhadap peristiwa politik tertentu seperti reshuffle.
Di ranah opini publik dan media sosial, analisis sentimen menunjukkan dominasi reaksi negatif terkait reshuffle—terutama seputar figur Sri Mulyani sebagai simbol kredibilitas dan kecurigaan bahwa reshuffle didorong motif politik. Lembaga analisis media sosial mencatat munculnya narasi skeptis yang kuat: publik menilai pergantian kabinet belum tentu menjawab tuntutan rakyat soal harga kebutuhan pokok dan transparansi anggaran.
Pengamat politik menekankan bahwa reshuffle bisa menjadi alat untuk “memulihkan” kepercayaan kalau dipandang sebagai respons nyata terhadap aspirasi publik; sebaliknya bila dipersepsikan sebagai “bagi-bagi kekuasaan”, maka efeknya justru memperdalam kepercayaan publik. Pendapat ini diungkapkan oleh beberapa pengamat saat memberi komentar atas keputusan presiden.
Kutipan Ahli: Harapan yang Harus Dibuktikan
Beberapa pengamat ekonomi yang dikutip media menaruh harapan terukur pada Purbaya, antara lain karena latar belakangnya di lembaga keuangan (LPS) dan pengalaman teknis. Namun mereka juga memperingatkan bahwa kredibilitas cepat dibangun lewat kebijakan yang konsisten, transparan, dan berorientasi hasil—bukan lewat serangkaian gestur politik atau komunikasi saja. Bloomberg dan Reuters melaporkan beragam reaksi analis pasar yang sejalan: optimisme berhati-hati, sambil menunggu kebijakan konkret.
Seorang pengamat politik yang diwawancarai menyatakan, “Reshuffle ini harus dibuktikan lewat kebijakan yang langsung dirasakan rakyat — seperti penanganan ketahanan pangan, subsidi terarah, dan percepatan belanja anggaran yang tepat sasaran.” Pernyataan ini merangkum harapan publik: bukan nama, melainkan dampak nyata.
Dampak Nyata yang Harus Diukur: Subsidi, Daya Beli, dan Pembiayaan UMKM
Ada empat ruang kebijakan yang menjadi indikator keberhasilan awal Menkeu baru:
Subsidi dan Kebijakan Harga — apakah subsidi energi/pangan akan dipertahankan, ditajamkan, atau direalokasi sehingga tidak menimbulkan beban tak terkendali pada APBN namun tetap menjaga daya beli? (Data APBN 2025 menunjukkan ruang subsidi terbatas dan kebutuhan prioritas belanja sosial).
Belanja yang Lebih Cepat & Terukur — percepatan realisasi anggaran (spending) agar tidak ada penumpukan cash di BI dan aliran ke sektor riil meningkat (sejalan dengan rencana pemindahan Rp200 triliun). Kecepatan ini harus diiringi tata kelola yang transparan.
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!