Mohon tunggu...
Roymando hutabarat
Roymando hutabarat Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa - Freelancer

Seorang Mahasiswa yang haus akan pengetahuan dan kritikan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Melawan Intoleransi Lewat Peranan Keluarga Inti

29 Desember 2020   18:16 Diperbarui: 29 Desember 2020   18:29 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia adalah salah satu negeri yang memiliki budaya dan suku bangsa yang beragam yang menjadi pemicu sikap intoleran di indonesia. Se­bab, banyak kasus intoleransi yang terjadi di negara indonesia dikarenakan sifat yang ekslusif terhadap keberagaman yang memanipulasi persatuan bangsa ini. Memanipulasi keberagaman demi memunculkan sikap intoleransi untuk kepentingan pribadi mau­pun golongan. 

Situasi yang terjadi marak ini harus segera diselesaikan dari akarnya, jika tidak hiraukan dapat menjadi bom waktu yang dapat yang menyerang kapan saja keutuhan bangsa ini. Banyak cara yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah ini tetapi salah satu cara yang sederhana yang dapat dilakukan oleh masyarakat indonesia melalui peranan keluarga inti yang menanamkan jiwa toleransi secara radikal sejak kecil kepada anak-anak. 

Melihat peranan penting dari keluarga inti sangat berpengaruh sebagai proses terbentuknya sosialisai anak sejak dini sangat bagus sebagai proses belajar mengenal perdamaian sejak dini. Pendidikan perdamaian di keluarga inti suatu usaha yang kompleks karena mengandung berbagai tujuan yakni untuk menumbuhkan komitmen, menanamkan rasa cinta akan kedamaian, sampai memampukan anak untuk melakukan analisis kritis dan menyelesaikan konflik dengan cara damai sehingga mereka layak disebut sebagai agen perdamaian usia dini. 

Pendidikan perdamaian di keluarga disebut menyeluruh karena tidak hanya meliputi masalah relasi antar manusia, tetapi juga masalah relasi manusia dengan lingkungan, serta mencakup tidak hanya hal-hal kognitif, tetapi juga afektif, dan psikomotorik. Pendidikan perdamaian yang ada di tengah keluarga inti sesungguhnya lebih efektif jika diterapkan pada anak-anak. 

Fase sosialisasi primer saat pembentukannya fondasi yang dimiliki anak, serta waktu pembelajaran sedini mungkin membuat nilai-nilai perdamaian lebih mudah mengakar dan menjadi fondasi yang kuat bagi pertumbuhannya sebagai calon pembawa damai di masa mendatang nanti. Oleh sebab itu, orang tua perlu berhati-hati dan menyesuaikan perkembangan anak saat menerapkannya pedidikan perdamaian sejak usia dini.

Intoleransi memiliki ba­nyak pengertian ilmiah menurut pendapat ber­bagai tokoh maupun literatur.Tapi menurut pengertian yang seder­ha­na, Intoleransi adalah ketidakbersiapan seseorang atau sekelompok orang untuk menerima perbedaan yang ada dalam diri orang lain atau kelompok lain. Intoleransi di Indonesia terus menunjuk­kan peningkatan dari tahun ke tahun. Intoleransi sudah meluas da­lam masyarakat, baik dari jumlah kasus yang terjadi dari sabang sampai merauke serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.

Keprihatinan dan Ironi

Tingginya angka Intoleransi terlihat di Indonesia men­jadi sebuah keprihatinan dan ironi. Berdasarkan catatan Lembaga Survei Indonesia (LSI) (www.cnnindonesia.com, 03 November 2019) menyatakan intoleransi masyarakat pada periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo masih cukup tinggi. Hal itu berdasarkan survei LSI tentang 'Modal dan tantangan kebebasan sipil, intoleransi dan demokrasi di pemerintahan Jokowi periode kedua pada 8-17 September 2019 terhadap 1.550 responden.

Dari penelitian yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI), Pertama, Kurang lebih 2,5 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen dari hasil survei dilakukan dengan wawancara secara langsung. Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan mengatakan belum ada upaya nyata dari pemerintah memperbaiki intoleransi beragama dan berpolitik. Mengacu pada pernyataan Direktur Eksekutif LSI sangat memprihatinkan sekali akan kesadaran masyarakat terhadap sikap yang toleran, ini bukan sepenuhnya tugas yang harus diemban pemerintah tapi kesadaran masyarakat indonesia yang harus lebih peka akan toleransi beragama dan berpolitik di NKRI.

Kedua, membeberkan hasil survei LSI Sebanyak 59,1 persen responden warga Muslim intoleran atau keberatan jika warga nonmuslim menjadi presiden lebih dari setengah warga nonmuslim.Ketiga, Keberatan nonmuslim menjadi wakil presiden sekitar 56,1 persen, Keempat, 52 Keberatan nonmuslim menjadi gubernur sekitar 52 persen, dan Kelima, Keberatan nonmuslim menjadi bupati/wali kota sekita 51,6 persen. 

Djayadi mengatakan 53 persen warga Muslim keberatan jika orang nonmuslim membangun tempat peribadatan di sekitar tempat tinggalnya. Sebanyak 36,8 persen yang tidak keberatan banyak jumlah warga Muslim yang keberatan akan memperkeruh suasana keadaan intoleransi ssat inis dan berdasarkan data LSI dan Wahid Institute warga muslim semakin intoleran terhadap nonmuslim dalam hal politik, misalnya menjadi pemimpin pemerintahan dalam empat tahun terakhir belakanagan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun