Mohon tunggu...
Royke Burhan
Royke Burhan Mohon Tunggu... Dokter - Dokter, Goweser

Pendidikan dokter dan Pasca Sarjana di Universitas Sam Ratulangi Manado

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Masa Depan Nutraceutical dalam Pengobatan Modern

28 November 2021   12:14 Diperbarui: 28 November 2021   12:17 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Masa depan NUTRACEUTICAL dalam pengobatan modern.

PENDAHULUAN

Konsep nutraceutical pertama kali diperkenalkan dalam sebuah penelitian yang dilaksanakan di Perancis, Inggris dan Jerman, dimana mereka menemukan bahwa peran pengaturan diet lebih tinggi dibanding faktor lain seperti olah raga atau genetik dalam mencapai kesehatan yang optimal. DeFelice yang pertama kali menggunakan kata tersebut dengan menggabungkan dua kata "nutrisi" dan "pharmaceutical" dan mendefinisikannya sebagai "makanan atau bagian dari makanan yang tidak hanya memberi manfaat kesehatan tetapi juga berkontribusi dalam mencegah atau mengobati berbagai penyakit. Lebih jauh lagi, dalam terminologi yang lebih luas, nutraceutical dapat diringkaskan sebagai komponen bioaktif yang berperan vital pada manusia dalam menjaga fungsi fisiologis yang normal dan keberadaannya. Saat ini, nutraceutical telah didisain sebegitu rupa sehingga berguna untuk perbaikan dan pemeliharaan kesehatan manusia tanpa menimbulkan efek berbahaya karena sifatnya yang natural.

Jauh sebelum konsep nutraceutical dipopulerkan, bapak kedokteran modern, Hippocrates (460 - 370 BC) telah mengatakan "biarlah makanan menjadi obatmu dan obatmu adalah makananmu" dan Prof David Barker (29 Juni 1938 -- 27 Agustus 2013) telah menelorkan sebuah teori yang disebut Teori Barker. Karya kedua orang hebat tersebut memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan nutrisi dimana Barker menegaskan bahwa penyakit sebetulnya terjadi akibat kelebihan atau kekurangan nutrisi makro dan kekurangan nutrisi mikro. Teorinya ini berhasil dibuktikan sehingga disebut sebagai ILMU BARU dan diberi gelar kebangsawanan oleh Kerajaan Inggris tahun 2006.

LATAR BELAKANG

Beberapa hal tersebut dan berbagai jurnal lebih baru lagi yang menyokong pembuktian nutraceutical membuat saya tertarik untuk mengaplikasikan konsep tersebut dalam menangani pasien-pasien saya, tentu saja dengan mengombinasikan dengan pengobatan standar seperti yang saya dapatkan dalam pendidikan kedokteran. Di dunia kedokteran barat, penggunaan obat2 kimia dan nutrisi lebih dikenal sebagai pengobatan komplementer.

Diabetes mellitus atau kencing manis, adalah sebuah penyakit yang masih sangat sulit untuk dikendalikan jangka panjang karena berbagai risiko komplikasi yang bisa timbul selama perawatan bertahun-tahun, baik akibat perjalanan penyakit maupun obat-obatan yang digunakan. Sebagai gambaran singkat, kolesterol LDL (low density lipoprotein) pada orang diabetes jauh lebih invasif terhadap pembuluh darah dibandingkan pada orang normal. Artinya, jauh lebih mudah terjadi aterosklerosis pada penderita diabetes dibandingkan orang normal. Aterosklerosis adalah dasar dari penyakit-penyakit berbahaya seperti jantung koroner dan stroke. Diabetes juga adalah penyebab nomor 2 terhadap gagal ginjal selain hipertensi. Penggunaan obat jangka panjang juga menjadi sebab terjadinya gagal ginjal mengingat interaksi merugikan antara obat yang satu dengan yang lain. Kadar gula darah yang tak terkendali dengan baik, ketaatan berobat dan keengganan sebagian masyarakat untuk mengonsumsi obat juga menjadi faktor yang tak kalah pentingnya bagi kegagalan pengobatan yang akhirnya berujung pada komplikasi. Jangankan penderita awam, bahkan Hiromi Shinya, seorang profesor di  Albert Einstein College of Medicine mengatakan : "Walaupun kondisi2 tertentu memang perlu diobati, saya percaya bahwa semua obat, bila dikonsumsi jangka panjang, pada dasarnya berbahaya bagi tubuh."

Untuk mencoba mengatasi berbagai kendala yang berkaitan dengan ketaatan berobat maka saya memilih merawat penderita diabetes dengan metode komplementer. Keuntungannya adalah antara lain : pasien sadar bahwa sedikit saja obat kimia yang dia konsumsi, penggunaan nutrisi dalam bentuk suplementasi yang mendapat ijin edar instansi terkait, dan jumlah sediaan berkhasiat yang relatif sedikit membuat penderita diabetes merasa lebih aman, nyaman dan bebas rasa cemas, dibandingkan bila harus meminum obat dalam jumlah berlebih. 

Khusus untuk kasus diabetes yang biasanya disertai gangguan metabolik berupa free fatty acid (asam lemak bebas) yang tinggi di dalam darah, sebagai penyebab utama komplikasi makro dan mikroangiopati (kerusakan pembuluh darah besar dan kecil) berupa aterosklerosis, penggunaan statin sebagai penurun kolesterol bisa digantikan oleh beberapa nutrien yang relatif aman dan tidak menyebabkan gangguan fungsi hati atau kerusakan otot pada penggunaan jangka panjang. 

CONTOH KASUS

Seorang penderita datang diantar anaknya setelah ditolak oleh tim skrining vaksinasi covid-19 karena kadar gula darah sesaatnya (GDS) mencapai 410mg/dL. Identitasnya adalah Tn. J.M, tempat tanggal lahir :12 Mei 1949, beralamat di Kelurahan Koya Lingkungan V Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.

Berikut adalah riwayat singkat pengobatannya : 

3 Juli 2021

7:19:17 PM

Keluhan (-), diabetes (+), ditolak untuk vaksinasi covid-19

GDS kemarin : 410 mg/dL

Terapi : Anpiride 2mg 100/7                Spiruxanthin 2x1/14

 Gamat Pare 3x1/21

10 Juli 2021

7:52:56 PM

GDS : 242

Terapi : Anpiride 2mg 100/7                Spiruxanthin 2x1/14

  Gamat Pare 3x1/21

17 Juli 2021

7:24:23 PM

Batuk, tenggorokan gatal

T : 12/7

GDS : 221

Terapi : Anpiride 2mg 100/14               Spiruxanthin 2x1/28

 Gamat Pare 3x1/42                  Interpec 3x1/15

31 Juli 2021

7:44:56 PM

Lab :

Hb : 12.9   PCV : 37.5

HbA1c : 9.4 (257mg/dL)       eLFG : 58

EKG : N

Tx : Anpiride 2mg 100/14           Spiruxanthin 2x1/28

        Gamat Pare 3x1/42

14 Agustus 2021

7:53:14 PM

T : 13/7

GDS : 156

Tx : Anpiride 2mg 100/14           Spiruxanthin 2x1/28

        Gamat Pare 3x1/42

28 Agustus 2021

7:01:19 PM

T : 13/8

GDS : 88

Tx : Anpiride 1mg 100/14           Spiruxanthin 2x1/28

        Gamat Pare 3x1/42

11 September 2021

7:35:56 PM

T : 14/8

GDS : 207

Tx : Anpiride 1mg 100/14           Spiruxanthin 2x1/28

        Gamat Pare 3x1/42

25 September 2021

8:10:15 PM

T : 14/7

GDS : 216

Tx : Anpiride 2mg 100/14           Spiruxanthin 2x1/28

        Gamat Pare 3x1/42

9 Oktober 2021

7:33:53 PM

T : 14/8

GDS : 100

Tx : Anpiride 2mg 100/14           Spiruxanthin 2x1/28

        Gamat Pare 3x1/42

25 Oktober 2021

7:26:00 PM

Hb : 14.4

HbA1c : 6.3 (147mg/dL)

Ureum : 26      Kreat : 0.97       UA : 6.7

cyst-C : 1.21 (0.56-0.98)       eLFG : 67        GDS : 137

PEMBAHASAN

Penderita ini termasuk taat kontrol, tampak pada tanggal berkunjung ke dokter. Terlihat pada riwayat rawat jalan penderita tersebut, kadar GDS berfluktuasi antara 100 sampai 200mg/dl, yang biasa terjadi pada diabetes karena sangat dipengaruhi asupan makanan, karena itu, untuk menilai keberhasilan kontrol, yang dipakai adalah nilai HbA1c yang diperiksa setiap 3 bulan. HbA1c adalah nilai rata-rata gula darah selama 3 bulan. Pemeriksaan GDS ditujukan untuk modifikasi obat yang digunakan. Terlihat bahwa penderita yang menggunakan glimepiride (Anpiride) 2mg ini sesekali diturunkan menjadi 1mg bila GDSnya turun. Ini juga menjadi pelajaran berharga bagi penderita DM pemegang buku kronis yang sering menganggap bahwa obatnya sudah seperti itu dan tak perlu dimodifikasi lagi dan menjadi malas untuk kontrol ke dokter. Sebelum obatnya habis, mereka biasanya meminta resep baru lagi tanpa kontrol. Ini sering saya jumpai dalam praktek sehari-hari. Akibatnya, karena mereka menganggap telah punya obat, maka lalai menerapkan pola diet yang benar dan tanpa mereka sadari memperberat penyakitnya. Setelah merasakan berbagai keluhan, barulah mereka kontrol dan ternyata fungsi ginjal telah menurun dan penyakit mereka sudah parah. Mengapa? Karena kemerosotan kesehatan akibat penyakit DM sering berjalan cukup lambat dan tubuh penderita cenderung mampu beradaptasi hingga tiba pada kondisi dimana keadaan terlanjur parah karena misalnya hemoglobin (Hb) telah jauh dibawah nilai normal, ureum dan kreatinin telah meningkat dan laju filtrasi glomerulus (eLFG) telah turun bermakna.

Sebagai komplemen terhadap pemberian glimepiride, saya memberi 2 macam suplemen kepada penderita ini yaitu Gamat Pare dan Spiruxanthin. Gamat Pare sebetulnya terdiri dari 2 macam ekstrak yaitu extrak gamat emas (Stichopus hermanii) dan extrak sayur Pare. 

Gamat emas dikenal juga sebagai teripang, hoisom atau timun laut yang kaya akan berbagai senyawa bioaktif yang memiliki berbagai manfaat seperti anti inflamasi, anti virus, imunomodulator, mempercepat regenerasi (bahkan disebut sebagai the champion of regeneration), dan mengendalikan kolesterol. Pada sediaan ini, ekstrak gamat telah berbentuk peptida untuk mempermudah penyerapan lewat saluran cerna sehingga meningkatkan bioavailabilitasnya. Gamat atau teripang telah lama dikenal dan digunakan oleh bangsa-bangsa di Asia dalam pengobatan tradisional bahkan disebut sebagai ginseng laut. Keistimewaan gamat adalah kandungan kolagennya yang mencapai lebih dari 90%. Para ahli memiliki teori bahwa suplementasi kolagen dapat mengurangi risiko penyakit jantung dan pembuluh darah.

Kolagen memperkuat struktur arteri (pembuluh nadi) yang membawa darah dari jantung ke seluruh tubuh. Tanpa kolagen, arteri anda menjadi lemah dan mudah retak. Kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya aterosklerosis, dimana pembuluh darah menyempit dan berpotensi terjadi serangan jantung dan stroke.

Sebuah penelitian, 31 orang dewasa diberikan 16 gram kolagen selama 6 bulan. Diakhir penelitian, pemeriksaan menunjukkan terjadi penurunan kekakuan arteri dibandingkan sebelum mereka mendapatkan suplementasi kolagen. Artinya, arteri mereka menjadi lebih elastis.

Efek lain dari konsumsi kolagen tersebut, HDL (kolesterol baik) mereka meningkat rata-rata sebesar 6%. HDL adalah salah satu faktor penting pelindung terhadap kejadian aterosklerosis.

Pare, telah lama diketahui sebagai jenis sayuran yang memberi rasa kenyang dan hanya mengandung sedikit kalori. Pertama kali diidentifikasi oleh Lolitkar dan Rao tahun 1960, diketahui bahwa pare mengandung senyawa charantin yang mampu meningkatkan ambilan glukosa oleh sel tubuh, sebuah mekanisme kerja yang mirip beberapa obat anti DM seperti metformin. Pare juga, mengandung senyawa polypeptide-P dan  Vicine yang bersama dengan charantin selain meningkatkan ambilan glukosa juga meningkatkan sintesa glikogen dalam sel terutama liver, otot dan lemak. Glikogen berfungsi sebagai cadangan tenaga yang dapat dibentuk kembali menjadi glukosa jika diperlukan, misalnya saat berpuasa.

Spiruxanthin, adalah sebuah suplemen yang terdiri dari spirulina dan astaxanthin. Bila gamat memiliki efek melindungi struktur bagian dalam pembuluh darah (endotel) maka spirulina punya kemampuan untuk melawan efek merusak dari homosistein yaitu kerusakan endotel dan timbul gumpalan/bekuan darah yang dapat merusak aliran darah. Biosintesis dalam tubuh bisa merubah homosistein yang merusak menjadi metionin atau sistein yang bermanfaat bagi tubuh. Apa yang dibutuhkan agar homosistein dapat berubah menjadi asam amino metionin dan sistein? Jawabannya : asam folat dan sekelompok vitamin B lainnya. Dimana anda mendapatkannya? Pada makanan anda atau mengonsumsi suplemen seperti spirulina.

Astaxanthin, karena merupakan anti oksidan terkuat, hingga kini telah banyak diproduksi oleh perusahaan farmasi ternama karena manfaatnya pada berbagai penyakit kronis telah lama dilaporkan oleh berbagai penelitian, diantaranya memiliki potensi melawan penyakit jantung dan pembuluh darah. Astaxanthin juga dapat mengurangi stres oksidatif pada sel beta pankreas akibat kadar gula darah yang tinggi dan juga memperbaiki kadar gula dan insulin.

Dari berbagai efek baik senyawa-senyawa bioaktif tersebut maka jelaslah bahwa dengan penggunaan teratur dan pola makan yang tidak berlebihan karbohidrat seorang penderita diabetes tidak lagi terlalu tergantung pada berbagai obat kimia yang seringkali malah berakibat tidak baik akibat efek samping atau  interaksi antar obat jangka panjang. Terlihat dari terapi yang diberikan pada pasien tersebut, satu-satunya obat kimia yang digunakan adalah Anpiride (glimepiride) dilengkapi dengan dua macam suplementasi yaitu Gamat Pare dan Spiruxanthin. Hasil laboratorium membuktikan, hanya dalam waktu kurang dari 3 bulan, kadar HbA1c turun dari  9.4 (257mg/dL) menjadi 6.3 (147mg/dL) dan nilai laju filtrasi glomerulus (eLFG) naik dari       58 menjadi 67 mL/min/1,73m. Laju filtrasi glomerulus menggambarkan fungsi ginjal dimana awalnya fungsi ginjal penderita tersebut berada pada grade 3a namun seiring pengobatan komplementer yang diterapkan padanya maka terjadi perbaikan hingga mencapai grade 2. Dimasa yang akan datang, perlu diperluas pula monitoring terhadap beberapa parameter lainnya terutama profil lemak. 

Keberhasilan menurunkan nilai HbA1c dan perbaikan fungsi ginjal membuat metode pengobatan komplementer berupa kombinasi antara obat kimia dan suplementasi neutraceutical layak dipertimbangkan demi keamanan dan kenyamanan pasien.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun