Mentawai kembali berduka. Laut yang selama ini menjadi penghubung kehidupan, kini justru nyaris merenggut nyawa belasan orang. Sebuah kapal kayu kecil, yang biasanya menembus ombak dengan tenang, harus menyerah pada gelombang ganas yang datang tiba-tiba. Cuaca buruk, ombak setinggi dua meter, dan minimnya alat keselamatan membuat perjalanan yang seharusnya rutin menjadi kisah dramatis penuh harapan dan ketegangan.
Kisah ini bukan sekadar tentang kapal yang tenggelam, tetapi tentang bagaimana manusia bertahan di antara ombak, antara hidup dan mati, dalam situasi serba darurat.
1. Kronologi Kejadian:
Pada Senin, 14 Juli 2025, sebuah kapal kayu bermesin 40 PK bertolak dari Sikakap menuju Tuapejat, Kepulauan Mentawai. Kapal ini membawa 18 orang penumpang, terdiri dari ASN, anggota DPRD, pekerja proyek, anak-anak, dan awak kapal. Namun kenyataan di balik perjalanan ini menyimpan pelanggaran serius  kapal tersebut kelebihan muatan, tidak memiliki izin pelayaran resmi, dan minim alat keselamatan seperti pelampung maupun radio komunikasi.
Cuaca semakin memburuk saat kapal melintasi Selat Sipora. Gelombang tinggi dan angin kencang menghantam kapal hingga akhirnya terbalik. Penumpang panik, beberapa sempat terlempar ke laut, dan sisanya bertahan dengan menggantung di puing-puing kapal selama berjam-jam.
2. Detik-detik Melawan Maut:
Bayangkan: malam yang gelap, laut yang tak bersahabat, tanpa pelampung, tanpa sinyal darurat. Beberapa penumpang harus berenang hingga 5 jam ke daratan, sementara lainnya berpegangan pada puing-puing kapal. Salah satu penumpang bahkan mengaku harus menahan anaknya agar tidak hanyut sambil berjuang tetap mengapung.
Di tengah situasi yang begitu mengerikan, para korban saling menguatkan, saling menopang harapan. "Kami hanya berpikir, jangan mati malam itu," kata salah satu penyintas yang akhirnya selamat setelah ditemukan oleh tim SAR.
3. Upaya Penyelamatan dan Korban Selamat:
Tim SAR, TNI, Polri, dan masyarakat setempat bergerak cepat. Dalam dua hari pencarian, 17 penumpang berhasil ditemukan selamat. Namun, masih ada satu korban yang belum ditemukan, yakni Guntur Saleleubaja, dan proses pencarian masih terus berlangsung hingga hari ini.
Beberapa korban yang selamat kini dirawat intensif di Tuapejat, mengalami kelelahan, hipotermia ringan, hingga trauma psikologis.
4. Tanggapan Publik dan Evaluasi Serius: