Mohon tunggu...
Rosi Narulita
Rosi Narulita Mohon Tunggu... Lainnya - Bebaskan Ekspresimu

Jadilah dirimu sendiri, tak usah pura-pura jadi orang lain. Dunia ini hanya sementara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jadikan Anak Sebagai Sahabat

4 Desember 2020   16:20 Diperbarui: 4 Desember 2020   16:34 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Yang paling berperan dalam mendidik anak adalah Ibu, sejak dalam masa kandungan. Tapi bukan berarti seorang Ayah tidak berperan dalam mendidik. Semuanya punya porsi masing-masing dan sebagai orang tua semuanya harus bisa menjadi sahabat bagi anak-anaknya.

Kita sebenarnya miskin sekali ilmu manusia. Karena sebagian dari kita tidak mau tahu dan tidak berusaha mencari tahu ilmu tentang manusia. Padahal setiap hari kita berinteraksi dengan manusia.

Fase perkembangan anak yang pertama di usia balita namanya egosentris.

Egosentris artinya semau-maunya sendiri, menganggap hanya diri sendiri yang paling benar. Biasanya fase ini saat anak berada di usia balita. Anak di usia ini susah sekali diatur, tapi kita sebagai orang tua tetap harus sabar menghadapinya. Biasanya di usia ini, anak akan melakukan hal-hal yang membuat kemarahan orang tua meningkat. Anak tidak bisa dikasih tahu, anak akan gampang marah bila tidak dituruti kemauannya, dan akan melawan bila diperingatkan.

Semuanya tergantung cara kita dalam menghadapi anak tersebut. Mulai sekarang stop melakukan kekerasan terhadap anak. Misal menjewer anak, atau membentak anak. Ini sudah termasuk kekerasan terhadap anak. Karena UU Perlindungan anak dengan tegas menyatakan, siapa saja yang melakukan kekerasan terhadap anak terkena sanksi pidana maksimal tiga tahun enam bulan penjara, ditambah sepertiganya lagi kalau yang melakukan adalah orang tuanya sendiri. Sejatinya orang tua adalah melindungi bukan menyakiti.

Mulai sekarang kampanyekan senyum untuk menghadapi putra putrinya dalam kondisi apapun.

Sebenarnya boleh tidak marah kepada anak? Boleh saja tapi kemarahan yang mendidik, bukan marah dengan cara suara melengking atau suara petir dan kata-kata kasar seperti di kebun binatang. Ngomel boleh juga di depan anak, tapi dengan nada indah dan nyanyian-nyanyian yang membuat anak akan tersenyum dan ikutan nyanyi sehingga akan tercipta suasana bahagia dan nyaman. Caranya gimana? Praktekkan hal ini sedari anak kecil, semenjak anak kita mulai mengenal kata-kata dan mulai bisa bicara.

Jadi yang terekam pada otak anak adalah sebuah nyanyian indah dan suara merdu, bukan bentakan dan kata-kata kasar.

Bila anak tidak mau diperingatkan, maka solusinya adalah alihkan anak ke hal-hal lain yang tidak membahayakan.

Pertanyaannya adalah bagaimana kita memahami dan mendidik anak manusia. 

Penyebabnya adalah kita tidak pernah belajar ilmu manusia. Padahal sehari-hari kita berinteraksi dengan manusia. Kebanyakan kita tahu, misalnya di kebun binatang taman safari. Begitu ada anak hewan yang lahir, maka semua petugas di kebun binatang akan mempelajari bagaimana pertumbuhan dan sikap untuk membuat anak hewan ini merasa nyaman. Tapi ketika ada anak manusia lahir diantara kita, kita justru menyepelekan pendidikan yang baik secara psikologis bagi anak-anak. Kita tidak mau belajar tentang ilmu manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun