Mohon tunggu...
MOH ROSYID RIDLO
MOH ROSYID RIDLO Mohon Tunggu... Mahasiswa - 101190147 HKI F

mahasiswa IAIN PONOROGO jurusan hukum keluarga islam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penggunaan Crypto dalam Pandangan Fikih Islam

1 Desember 2021   17:18 Diperbarui: 1 Desember 2021   17:31 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Lebih spesifiknya dari sisi persamaan, benda-benda tersebut bukanlah satu manfaat yang menempel atau lahir dari satu benda, tapi manfaat yang berdiri sendiri (independen) tanpa benda. Dan dalam fikih kontemporer, manfaat yang eksistensinya seperti itu disebut dengan "huquq ma'nawiyah" atau "huquq mujarrodah".

Untuk selanjutnya, jika ilhaq (penyamaan) diatas bisa diterima, maka hakekatnya pembahasan tentang benda yang seperti uang elektronik bukanlah pembahasan yang baru, tapi sudah lama. Bedanya, karena kemajuan dunia digital saat ini, crypto adalah benda yang hanya "wujud" di dunia virtual atau digital, tanpa bisa dicetak atau dilihat secara fisik dan sangat bergantung kepada adanya internet dan gadget atau komputer di tangan.

Sebagaimana kajian ulama' kontemporer, jual beli huquq ma'nawiyah atau huquq mujarrodah (dengan salah satu produknya yaitu cryptocurrency) adalah sah sama seperti menjual trademark, hak cipta intelektual, lisensi dan lain-lain, sebab benda-benda tersebut hakikatnya memiliki nilai harta atau maliyah.

Setelah mengetahui keabsahan jual belinya, kini kita membahas poin berikutnya, yaitu ada unsur ghoror atau tidak? Dan menurut saya, unsur ini dapat ditilik dari dua sisi:

1. Pembeli berniat membeli bitcoin dari toko penyedia, tetapi bukan untuk ditradingkan di pasar bursa. Dengan kata lain setelah ia membeli bitcoin, pembeli menyimpan bitcoin tersebut di dompet virtualnya hingga berhari-hari, berbulan-bulan, dan mungkin bertahun-tahun. 

Setelah harga bitcoin di pasar atau bursa bitcoin dilihat sudah tinggi, barulah ia menjualnya di pasar bursa. Jadi, ia membeli bitcoin sebagai bisnis investasi saja dan tidak main trading harian atau setiap waktu sebagaimana kebanyakan pemain. Untuk pemain crypto yang seperti ini, saya yakin semua setuju tidak ditemukan unsur ghoror sehingga jual belinya sah dan tidak haram.

2. Pembeli crypto berniat membeli dan bermain trading di pasar bursa yang harganya setiap saat bisa berubah-ubah, bisa naik dan bisa turun. 

Ketika harga mengalami kenaikan, maka pembeli crypto akan segera menjual crypto yang dibeli sebelumnya dan dia dapatkan untung, dan ketika harga crypto mengalami penurunan, pembeli akan membeli dan ia simpan sampai harga naik kembali. Tidak adanya kepastian harga dan sifatnya yang hanya berupa spekulasi membuat sebagian kyai dalam majlis bahtsul masail cenderung mengharamkan.

Kesimpulan

Menurut penulis, praktik jual beli seperti diatas tidak ada unsur ghorornya selama pembeli berpengalaman dan mengetahui seluk beluk dalam bursa coin. 

Harga naik turun setiap saat tidak bisa bisa dijadikan alasan adanya ghoror. Banyak juga dalam perdagangan orang jual beli secara spekulatif dan bangkrut karena harga dagangannya yang naik turun secara cepat, seperti jual beli bawang merah dan cabe misalnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun