Mohon tunggu...
Rosiady Sayuti
Rosiady Sayuti Mohon Tunggu... Dosen - Ka Prodi Sosiologi Unram

Ph.D. dari The Ohio State University, USA 2008-2013, Kepala Bappeda Provinsi NTB; 2013-2015 Asisten Satu Setda Prov NTB; 2015 - 2016, Kadis Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Prov. NTB; 1 Juni 2016 - 20 Mei 2019, Sekretaris Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat.. 10 Juni 2019 - Sekarang Kembali Menjadi Dosen di Universitas Mataram, Sejak Januari 2020 menjadi Ketua Program Studi Sosiologi Universitas Mataram

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kelahiran NWDI sebagai Ormas

24 Januari 2022   06:29 Diperbarui: 24 Januari 2022   06:38 1620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

KELAHIRAN NWDI SEBAGAI ORMAS

Oleh: H. Rosiady Sayuti, Ph.D.

Ketua I PB NWDI

Kalau kita memperhatikan perjalanan sejarah sebuah organisasi besar, kita akan menemukan sebuah kesimpulan yang sama. Tidak ada satupun organisasi besar, apapun namanya, yang tidak luput dari cobaan, tantangan, dan rintangan. Bahkan dalam organisasi keislaman kita bisa menceriterakan perjalanan sejarah berbagai organisasi kelembagaan Islam sejak wafatnya Rasulullah SAW.

Di tanah air, sejak berdirinya organisasi keislaman pertama yang bernama Sarikat Dagang Islam (1905) oleh H. Samanhudi, yang kemudian berganti nama dibawah kepemimpinan HOS Tjokroaminoto menjadi Sarikat Islam, pada tahun 1912;  Muhammadyah oleh  KH Ahmad Dahlan pada tahun 1912, Nahdlatul Ulama oleh Khadratussyeikh KH Hasyim Asyari pada tahun 1926, dan seterusnya sampai dengan didirikannya Nahdlatul Wathan oleh Almagfurlah Maulanasyeikh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid pada tahun 1953. Umumnya, cobaan itu datang setelah sang pendiri wafat.

Secara pribadi, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid yang sewaktu baru kembali dari Makkah Al-Mukarromah pada tahun 1933, berarti pada usia 26 tahun, langsung mendapatkan tantangan atau cobaan dari Allah SWT melalui masyarakat di desa Pancor. Beliau diberikan dua pilihan yag serba dilematis: boleh menjadi imam di Masjid Pancor atau (bukan dan) silahkan mendirikan madrasah atau sekolah. Dalam pandangan sosiologis, kebolehan menjadi imam shalat berjamaah di masjid adalah sebuah pengakuan masyarakat akan keilmuan keagamaan seseorang.  Karena di desa, pada zaman itu, yang juga berlaku di desa-desa tradisional di Lombok hingga hari ini, tidak sembarang orang dapat menjadi imam shalat berjamaah di masjid desa. Sekalipun orang yang bergelar doktor di bidang agama Islam.

Kembali ke Pancor 1933. Dalam tulisan sejarah ke-NW-an yang ditulis oleh Dr. Muslihun Muslim diceriterakan bahwa Zainuddin Abdul Majid muda, yang kemudian oleh masyarakat Pancor dipanggil sebagai Tuan Guru Bajang, tidak memiliki keraguan ketika kemudian memilih yang kedua. Mendirikan sekolah atau madrasah. Beliau kemudian mendirikan pondok pengajian Al-Mujahidin yang setelah beberapa tahun berkembang, kemudian beliau mendirikan sekolah atau madrasah yang sifatnya klasikal. Madrasah itulah yang beliau namakan Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah. Madrasah NWDI. Pilihan nama yang tentu tidak terlepas dari kondisi tanah air pada waktu itu yang sedang dalam masa penjajahan Belanda. Nahdlatul Wathan sendiri berarti Pergerakan Tanah Air. Madrasah atau sekolah NWDI yang secara resmi terdaftar di pemerintahan pada saat itu. Didirikan pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 H/22 Agustus 1937 M. Pilihan nama madrasah Nahdlatul Wathan di awal nama madrasah ini menjadi salah satu bukti yang terdokumentasi akan semangat nasionalisme almagfurlah sejak muda, ketika diajukan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2017 yang lalu. Hari lahirnya Madrasah NWDI itulah yang ditradisikan oleh Almagfurlah dalam acara tahunan di Pancor dengan nama Hultah NWDI.

Dari murid-murid beliau generasi pertama, kemudian madrasah NWDI ini berkembang. Pada masa-masa awal di era kemerdekaan, tercatat ada 9 madrasah yang berdiri. Di antaranya adalah Madrasah As-Saadah Kelayu, Madrasah Nurul Yaqin Praya, Madrasah Nurul Iman Mamben, Madrasah Shirat al-Mustaqim di Rempung, Madrasah Hidayah al-Islam di Masbagek, Madrasah Nurul Iman di Sakra, Madrasah Nurul Wathan di Mbung Papak, Madrasah Tarbiyah al-Isloam di Wanasaba, Madrasah Far'iyah di Pringgesela. Setelah madrasah-madrasah tersebut berkembang, maka pada tahun 1953, beliau mendirikan Organisasi Masa Keislaman dengan nama Nahdlatul Wathan. Dalam tulisan Dr. Muslihun Muslim, kemudian belakangan Dr. Supratman Muslim al-Munzie,  diceriterakan bahwa niat awal dari pendirian organisasi Nahdlatul Wathan ini adalah untuk "menjaga" madrasah-madrasah yang ketika itu baru mulai tumbuh. Organisasi ini secara resmi didaftarkan di negara melalui akta notariat Nomor 48 Tahun 1957 yang dibuat dan disahkan oleh Notaris Pembantu Hendrix Alexander Malada di Mataram.

Saya, secara pribadi, mengenal NW sejak masih di bangku SD karena waktu itu saya juga ikut sekolah sore di Madrasah Ibtidakyah NW Kotaraja. Hampir setiap tahun saya diajak untuk mengikuti Hultah di Pancor. Sampai kemudian ayah saya (alm Drs. H. Suud Sayuti) menjadi Pengurus Wilayah NW Provinsi NTB dan menjadi panitia ketika Muktamar ke VII NW dilaksanakan di Mataram pada tanggal 30 November -- 3 Desember 1973. Dinamika organisasi ini terus saya ikuti melalui ceritera-ceritera dari orang tua saya maupun dengan membaca dokumen yang dibawa ke rumah oleh beliau. Sampai kepada peristiwa yang terjadi ketika Muktamar NW dilaksanakan di Praya pada tahun 1998, setahun setelah Mualanasyeikh wafat.

Wasiat dan Ishlah

Wasiat Renungan Massa, adalah sebuah karya sastra religi Maulanasyeikh yang fenomenal. Dalam wasiat tersebut, ternukil berbagai pemikiran, pandangan, dan bahkan wawasan beliau tentang masa depan. Semua fikiran, pandangan, maupun wawasan tersebut dituliskan dalam bentuk syair puisi dalam empat baris. Ada di antara syair-syair tersebut yang mudah difahami, namun banyak juga yang tidak secara otomatis dapat dimengerti, apa yang beliau maksudkan. Ada dua bait yang penulis jadikan contoh, yang menurut penulis tidak mudah ditafsirkan. Yang pertama:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun