Bersama di Tasikmalaya, dok pribadi
Berbeda dengan Bahasa SahabatÂ
Sebagai contoh ibu Upik dari Yogya mengirim WA, "Selamat pagi ibu dan bapak,mau tanya jadi ibu pulang ke Indonesia? Upik dan mbak Hari sudah berharap-harap bu, kami rindu sekali sama ibu dan bapak, salam rindu, Bu."
Saya terharu membaca WA Bu Upik ini karena memang bu upik teman kami sewaktu mengadakan lokakarya di Yogya. Dan itu sudah beberapa tahun yang lalu dan kami sudah cukup lama tidak jumpa tapi kami berdua tetap dirindukan.
Ada lagi mbak Sunarti masih di Yogya, "Pagi pak, kapan ke Yogya lagi? Sudah kangen.... Boleh kita berbincang-bincang lagi."Â
Ir. Rohland Rogomulyo, seorang dosen, "Kami sangat merindukan kedatangan bapak dan ibu. Salam kangen selalu."
Bandung ibu Susi  Sulastri S.H., "Masya Allah Ahamdullilah semoga Allah mudahkan ya pak supaya bisa pulang ke Indonesia, kalau yang sudah booster kabarnya tidak dikarantina, tapi nanti setelah Desember katanya."
Menyusul Bu Susi juga mengirim WA, "Omicron sudah ada di Indonesia, Pak, mungkin lebih ketat untuk Natal dan tahun baru ini, Ok pak dan ibu kami tunggu yaa semoga disehatkan, kabarin ya pak kalau sudah di Indonesia."
Banyak lagi SMS masuk meminta dikunjungi seperti dulu yang mana kami janjikan bila memungkinkan kami akan ke tempat mereka. Walaupun sebagai konsekuensi logisnya akan ada pengeluaran untuk transportasi yang tidak sedikit. Tapi demi merawat hubungan persahabatan kami abaikan tentang urusan pengeluaran.
Kesimpulan :
Sejak awal kami memutuskan untuk pensiun dari bisnis  maka kami sudah mengenyampingkan urusan untung rugi. Membuka diri  untuk menjalin hubungan persahabatan tanpa membedakan status sosialnya. Dalam perjalanan bila kami berhenti untuk makan, sopir kami ajak duduk makan semeja.Â