Mohon tunggu...
Rory Anas
Rory Anas Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berprofesi sebagai Advokat.

Pemberi Nilai, Respon dan Komentar akan di Follow. WA +628117068676

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Indonesia dan Malaysia dalam Perbandingan yang Salah Kaprah

22 Maret 2019   22:22 Diperbarui: 22 Maret 2019   23:22 959
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah sering kita mendengar orang-orang atau lebih khusus para pendidik, guru ataupun dosen yang membandingkan bagaimana majunya negeri jiran dari hal terkecil sampailah hal yang besar.

Negeri jiran kita seperti Malaysia atau Singapura acapkali dijadikan bahan perbandingan betapa negeri kita jauh tertinggal dari negeri-negeri jiran. Padahal pada awalnya negeri jiran itu belajar dari Indonesia. Sudah menjadi rahasia umum pada waktu dulu negeri jiran meng-impor guru-guru dari Indonesia, mereka belajar dari kita. Lalu kenapa sekarang kita bisa tertinggal?

Jika kita lihat negara-negara maju di Dunia, maka perbandingan Indonesia dengan Malaysia ataupun dengan Singapura tidaklah sepadan. Perbandingannya tidak "aple to aple comparison", kata orang sono. Bisa kita sebut juga Perbandingannya tidak Proporsional, begitulah.

Kenapa tidak tepat perbandingan tersebut?

Pertama secara kasat mata saja dari segi wilayah, maka wilayah Indonesia sangat lebih luas dan penduduk Indonesia 250 juta, jika dibanding dengan Singapura saja, maka jauh sekali marginnya. Tidak mudah mengurus wilayah yang luas serta berpopulasi lebih dari 250 juta manusia, pengawasan menjadi sulit, pantauan kita menjadi terbatas sekali. Beda jika hanya mengurus negara singapura, sama saja dengan mengurus satu atau dua kecamatan di Indonesia. Saya juga bisa.

Kedua dari segi Pendidikan. Saya pernah membaca bahwa pada tahun 2010, sekitar 7,2% masyarakat Indonesia yang lulus pendidikan tinggi, 22% lulusan pendidikan menengah dan selebihnya berpendidikan sekolah dasar. Rata-rata malah tidak lulus SMP.

Dengan jumlah manusia yang banyak, tentu negara kesulitan dalam upaya membangun pendidikan masyarakat. Karena itulah minimal diwajibkan sekolah 9 tahun, paling tidak bisa baca tulis dan memiliki pengetahuan umum. Belum termasuk keahlian dalam bidang tertentu.

Pada negara-negara kecil, mengatur dan mengawasi masyarakatnya pasti lebih mudah, efeknya pendidikan lebih terjamin, penegakan hukum berjalan dan masyarakat serta aparatnya lebih disiplin.

Pada negara-negara maju walau jumlah populasinya banyak, tapi mereka terdidik, disiplin dan memiliki teknologi yang baik untuk pengawasan dalam penegakan hukum, sehingga tidak ada kendala.

Jika maju-nya suatu negara dilihat dari sudut pandang hukum, lalu kira-kira bagaimana menegakkan hukum dan disiplin yang tinggi pada masyarakat yang rata-rata tidak lulus SMP? Apakah bisa negara menjadi maju dengan kondisi seperti itu?

Bagaimana membeli teknologi terkini agar mampu bersaing dengan negeri jiran? Jika membangun sektor pendidikan saja masih kalang kabut.Tidak berguna juga sistem hukum yang bagus, tapi penegakan hukumnya tak jalan karena tak ada disiplin dari aparatnya sendiri. Tidak perlulah kita bicara korupsi dulu, karena itu hanya ekses saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun