Mohon tunggu...
Rooy John
Rooy John Mohon Tunggu... Administrasi - Cuma Orang Biasa

God gave me a pair of wings Love and Knowledge With both, I would fly back home to Him

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Muara (53)

29 Juni 2022   21:57 Diperbarui: 30 Juni 2022   00:10 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Take me deeper than my feet could ever wander

"And my faith will be made stronger"

 

Suara yang kini dapat didengar Guruh.

Waktu kembali bergerak maju. Semakin lama semakin cepat.

"Guruh........!!!!!"

"Guruh.....!!!!"

01100101

01101001

01110011

01110100

01101111

01110101

01110011

"Danang, kita terlacak. Keluar dari sana."

"Aku sudah keluar, Ryan."

"Pastikan Guruh juga sudah keluar."

"Belum. Dia masih ada di dalam."

"Bocah edan."

"Guruh! Keluar dari sana! Kita terlacak!"

01100001

01101001

01101111

01101110

01100001

01110011

Gelap gulita yang dalam.

Terang benderang cemerlang.

"Mengapa kamu mencari dia yang hidup di antara orang mati?"

"Coal Plants in France are coming back online as European energy shortage from Rusian war in Ukraine"

"Now, there is a danger that this will repeat with data. In the 21st century, to conquer a country you don't need to send the soldiers. You need to get their data."

"Syailendra menguasai semua jalur laut di sepanjang Asia Tenggara. Sebagai orang yang pernah tinggal di lingkungan istana Java Dwipa, biarlah Angkor dan Khmer menguasai wilayah daratan."

"Guruh.....keluar dari sana. Kita terlacak."

Cahaya meredup.

Bunyi gemuruh terdengar.

Derap kuda prajurit berseragam putih terdengar kencang memasuki kota bertembok tinggi yang kini tak berdaya setelah dikepung berbulan-bulan. Daripada mati kelaparan, para penduduk kota membiarkan para penyerang masuk sambil berharap pada belas kasihan yang mungkin masih tersisa.

Selalu ada belas kasihan.

Penduduk kota dibiarkan hidup sebagaimana mulanya. Kewajiban mereka hanyalah melewati kamera pengenal wajah untuk mencocokan ulang data transaksi harian.

Di sini tidak ada kemiskinan. Tidak ada kelaparan. Semua orang diberikan uang dalam jumlah cukup sesuai skor sosial mereka. Mereka membelanjakan apa yang seharus mereka belanjakan. Mereka menerima rawatan wajib. Mereka menuruti norma umum.

Tidak ada lagi perang. Tidak ada lagi kekuatan utama. Keseimbangan semesta adalah keseharian. Masyarakat damai menuju pusat perbelanjaan, mengakses layanan publik, melakukan transaksi keuangan, cukup melewati gerbang digital. Dahi dan lengan terlalu berharga di dunia yang damai ini.

Di sini batu-batu penyusun piramida dipertukarkan dengan tanah liat Istana Babilonia. Musik indah sungai Gangga mengiringi pujangga negeri Persia. Lonceng-lonceng di Mosgul terdengar hingga tanah jauh Visigoth.

Di sini, burung wallet terbang rendah melintasi jalan sutera hingga tiba di kolam istana Koguryo. Memberi nyanyian bagi pesiarah yang duduk di depan perangkat digital seturut niat devosi yang pasti virtual.

Kapal-kapal Athena kini berlabuh di pantai Afrika, mengangkut batu bara sebagai sumber tenaga mobil listrik. Para imam berkumpul dalam perayaan korban yang pertama sejak ribuan tahun ritual itu tidak lagi dilakukan. Musik indah dibawakan oleh penyanyi bebas gender dalam orakel temeram nan teduh.

Sampai akhirnya jutaan robot bergerak maju menuju batas gerbang kota di bawah bunyi helikopter yang terbang lalu lalang.

"Arrrrgggggghhhhhhh!!!!........"

Suara Guruh membungkam rauangan helikopter saat dunia di sekitarnya berputar makin cepat. Dinding matrix berubah merah menyala seperti biji besi dalam tanur.

Kota "yang jatuh" kini dipenuhi bangunan modern. Berubah menjadi destinasi mempesona bagi para pelancong yang berjalan sambil sesakali mengambil gambar diri di antara pilar-pilar tua masa kejayaannya.

Jauh di timur kota itu, jutaan orang berdiri memanggul senapan. Menunggu torompet tanda serangan dimulai. Wajah mereka tidak lagi dapat dikenali di bawah jingga warna pagi.

01000001

01101101

01100101

01101110

Terang benderang.

Tidak tampak apa pun. Hanya cahaya semata-mata.

"Para peretas masuk dan meruntuhkan matrix, Tuan."

"Apa yang mereka ambil?"

"Semua yang kita punya, Tuan"

Blip!!

Para prajurit goa berjatuhan ke air. Danang dan Ryan ikut melompat bersama mereka.

Mereka yang bertahan di hutan bakau kehilangan pandang.

Para prajurit di pelataran downtown Yakin tiba-tiba jatuh ke laut.

Helikopter menghilang.

Blip!!

Lalu suara ledakan dahsyat terdengar. Disusul suara gemuruh seperti rantai kapal raksasa yang putus dan terseret. Kemudian gelap. Kegelapan yang mengerikan.

Guruh menggerakan kaki dan tangannya secara cepat. Dadanya terasa sesak dan berat. Besi jutaan kilogram seolah sedang menghimpit dadanya.

Ia terus bergerak sampai kepalanya keluar dari dalam air. Suami Menik segera meraih adik iparnya dan mendekatkannya pada papan tempatnya bertaut. Dua prajurit penyerta terapung beberapa meter dari mereka.

Orang-orang yang berdiam di goa bergerak naik ke puncak bukit. Terkejut oleh bunyi ledakan. Mereka memandangi lautan yang kini merentang sepanjang horizon. Tidak ada lagi kota kembar di muara sungai. Tidak ada lagi cahaya negeri para pesohor. Semuanya lenyap seperti halimun tersapu angin.

Yang tampak di kejauhan muara hanyalah para prajurit yang memanggul peralatan perang mereka, berjalan pulang menuju goa.

@@@@@@

"Apa ini?"

Suami Menik menerima selembar amplop coklat yang disodorkan Guruh padanya.

"Itu hadiah saya untuk, Mas."

Guruh tersenyum.

Suami Menik membukanya diiringi tawa Danang dan Ryan yang sibuk mengaduk Lele di kolam kecil belakang rumah Guruh.

"Lho, kan kamu sudah membeli untuk Mbakyumu."

"Gak apa-apa, Mas. Itu aku berikan untuk Mas."

"Buat apa? Toh sekarang aku dan Mbak Menik serta anak-anak sudah tinggal di Bogor."

"Ya, anggap saja buat investasi. Kalau anak-anak sudah besar, mungkin Mas mau kembali pulang ke Jawa."

"Terima kasih. Kamu memang adik terbaik."

"Sama-sama. Mas juga kakak terbaik bagiku."

Setelah berbulan-bulan dibangun, rumah kayu ini akhirnya rampung juga. Terletak jauh dari perkampungan, namun asri menyatu dengan buana.

Pancoran air mengalir di belakang rumah. Kebun sayur ditata dalam formasi berjejer karung karung besar. Kolam Lele sederhana. Sempurna seperti mimpi dan harapan Guruh. Jika ada yang kurang, itu hanyalah keluhan kecilnya.

"Tangan kananku sering ngilu, Mas."

"Kenapa?"

"Entahlah. Baru beberapa hari ini."

"Masuk angin mungkin."

"Mungkin juga."

"Kalau pulang ke Wonosobo coba ke tempat Mbah Warno. Dia tukang pijat terkenal. Gak jauh kok dari rumah Ibu dan Bapak."

"Baik, Mas. Sabtu aku pulang. Pasti kucari."

"Lho? Bukan sabtu kemarin baru pulang?"

"Ibu memintaku untuk pulang setiap sabtu. Ketika Ibu bisa berkomunikasi aktif dengan Mas Andra, sekarang justru aku yang sering dikhawatirkan."

"Ya, Namanya juga orang tua."

"Hahahaha....."

Guruh tertawa lirih.

"Kenapa?"

"Ada yang lucu setiap kali aku bertemu, Ibu. Ada lagu yang sering didendangkannya. Ibu sendiri tidak tahu itu lagu apa. Lucunya, aku merasa sangat akrab dengan lagu itu. Seperti dejavu."

"Lagu apa?"

"Entahlah. Aku pun tidak paham."

"Hahahahahaha........"

"Danang biasanya paham."

Teriak Ryan dari tepi kolam Lele.

"Ora to yo."

Danang santai menimpali.

"Lha, yang kamu paham apa, Nang?"

"Ini bukan kisah pertempuran antara sains dan anti sains. Ini kisah pertarungan antara pembangun sistem digital dan mereka yang meretasnya."

"Ini ngomong apa, to?"

"Ya, emboh."

"Hahahahahahaha........."

Keindahan dan kedamaian alam desa membungkus tawa anak-anak manusia yang dihidupi dan menghidupinya. Pada akhirnya, alam menentukan kisahnya sendiri. Kisah tentang dirinya, dan semua yang hidup damai bersamanya.

=== TAMAT===

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun