Mohon tunggu...
Rooy John
Rooy John Mohon Tunggu... Administrasi - Cuma Orang Biasa

God gave me a pair of wings Love and Knowledge With both, I would fly back home to Him

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Muara (45)

3 Juni 2022   09:51 Diperbarui: 3 Juni 2022   10:03 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Sepertinya kita butuh satu kamar lagi."

Guru Bisma duduk di kursi makan sambil memandang Menik, Suaminya dan kedua anaknya yang duduk di depan televisi.

"Tidak usah buru-buru, Pak. Dua kamar sudah cukup." Menik menenangkan kegelisahan Bapaknya.

"Anak-anakmu sudah besar, Nduk."

"Iya, Pak. Tapi tidak harus buru-buru juga." Menik tersenyum.

Meski tidak besar dan luas, rumah keluarga Guru Bisma merupakan tempat dimana semua kisah keluarga dituturkan. Rumah itu dibangun saat Menik duduk di bangku akhir sekolah dasar. Hanya ada dua kamar. Satu kamar untuk Guru Bisma dan Bu Sri. Satu kamar untuk Menik dan Andra.

Setahun kemudian, ketika Guruh lahir, Menik dan Andra masih tidur di satu kamar yang sama. Tetapi seiring pertumbuhan Guruh, Andra yang kemudian keluar ke ruang keluarga dan tidur di sana, sampai ia lulus sekolah menengah atas.

Tidak usah ditanya dimana letak lemari pakaian mereka bertiga. Apalagi bertanya bagaimana mereka berbagi ruangan saat belajar. Lebih indah mendengar kisah bagaimana ketiganya bertengkar dan berebut kamar mandi saat pagi hari.

Guru Bisma sering bercanda. Rumah ini sengaja dibangun kecil agar tiap anggota keluarga merasa dekat. Dari kamar tidur ke dapur dekat. Dari ruang keluarga ke meja makan dekat. Demikian juga ketiga anaknya dipanggil. Tidak perlu berteriak. Berbisik pun mereka bisa mendengar kalau nama mereka dipanggil.

Melakukan perubahan massif terhadap struktur rumah bukanlah agenda utama Menik. Saat kedua keluarga bertukar tempat tinggal, Menik masih ingin menikmati semua kisah masa lalu. Termasuk kisah teras yang terkadang banjir di saat hujan deras.

Banjir yang naik sampai sebatas mata kaki. Menenggelamkan telanjang tapak kaki Menik dalam genangan, saat sepatu sekolah berpindah dalam genggamannya. Banjir yang menarik hati bocah kecil Guruh untuk berlarian di teras hingga terpeleset menenggelamkan wajahnya.

@@@@@@

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun