Mohon tunggu...
rony setyawan
rony setyawan Mohon Tunggu... mahasiswa

tugass

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran Mahasiswa dalam Penguatan Identitas Lokal

20 Juli 2025   17:28 Diperbarui: 20 Juli 2025   17:28 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
penyerahan plang dusun sebagai simbolis dari kknr13 untag surabaya 2025 kepada pihal perangkat desa

Candiwatu, sebuah desa di kaki Gunung Welirang, terlihat tenang dan asri seperti desa pada umumnya. Tapi di balik hijaunya kebun dan ramahnya warga, ada satu masalah yang tak terlihat di peta: batas dusun yang tak pernah jelas.Saat kami, tim KKN dari Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, datang ke Desa Candiwatu, warga menyambut dengan hangat. Namun, saat mulai bergerak dari satu dusun ke dusun lain, muncul satu pertanyaan sederhana namun membingungkan: "Ini sudah masuk dusun mana, ya?"

Ternyata, di desa ini tidak ada plang batas antar dusun. Tidak ada penanda fisik yang memisahkan Candirejo dari Terong Malang, atau Sumberwatu dari Wonokoyo. Buat warga setempat mungkin sudah terbiasa. Tapi bagi pendatang seperti kami---atau bahkan petugas dan tamu dari luar desa---kondisi ini membingungkan. Peta digital pun sering meleset.

Dari situlah ide sederhana kami lahir: membuat plang batas dusun yang informatif, kuat, dan... estetik tentunya.

Selama hampir dua minggu, kami menyusuri jalan desa, mencatat titik GPS, ngobrol dengan perangkat desa, sampai merancang desain plang yang khas dan mudah dikenali. Mulai dari besi hollow galvanis, cat reflektif, sampai stiker nama dusun---semuanya kami kerjakan sendiri. Kami bukan tukang las profesional, tapi semangatnya: profesional banget!

Tanggal 16 dan 20 Juli 2025 jadi momen penting. Di enam titik utama, plang batas akhirnya berdiri. Simpel? Ya. Tapi dampaknya luar biasa. Warga tersenyum, anak-anak bertanya tentang nama dusunnya, dan yang paling penting: desa kini punya wajah baru---lebih rapi, lebih tertib, dan lebih bangga menunjukkan identitasnya.

Bagi kami, ini bukan sekadar proyek KKN. Ini pelajaran hidup. Bahwa membangun desa bukan selalu soal dana besar atau teknologi tinggi. Kadang cukup dengan satu plang batas---asal dikerjakan bersama, untuk kebaikan bersama.

Plang batas ini mungkin tak tercatat dalam sejarah besar bangsa. Tapi bagi Dusun Candirejo, Watutumang, dan yang lain, ia jadi penanda: bahwa dusun mereka diakui, dihargai, dan dicintai.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun