Mohon tunggu...
Ronald Wan
Ronald Wan Mohon Tunggu... Freelancer - Pemerhati Ekonomi dan Teknologi

Love to Read | Try to Write | Twitter: @ronaldwan88

Selanjutnya

Tutup

Politik

Babak Baru Mega Korupsi E-KTP

7 September 2017   10:35 Diperbarui: 8 September 2017   03:38 1209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Tribunnews.com)

Di tengah ramainya perdebatan tentang friksi yang ada di KPK. Tanggal 4 September 2017, Setya Novanto Ketua DPR mengajukan praperadilan atas penetapan status tersangka mega korupsi e-KTP terhadapnya.Kompas.com

Mengutip Detik.com, pada tanggal 25 Agustus 2017 Setya Novanto mengatakan bahwa beliau tidak peduli dengan kasus e-KTP karena sedang sibuk mengurus urusan negara. Sidang praperadilan akan dilaksanakan pada hari Selasa, 12 September 2017.

Apakah ini berarti perang antara KPK dan DPR akan segera berakhir?

Agus Rahardjo, dilaporkan ke Kejaksaan Agung oleh Koordinator Presidium Jaringan Islam Nusantara (JIM) Razikin Juraid. Agus dilaporkan karena diduga terlibat dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP . Pansus Angket KPK juga berencana memanggil Agus dalam kapasitas sebagai mantan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa/Pemerintah (LKPP).

Mengutip Kompas.com, anggota tim teknis Kementerian Dalam Negeri, Kristian Ibrahim Moekmin. Mengakui bahwa rekomendasi LKPP tidak ditindaklanjuti dalam proyek pengadaan e-KTP. Hal ini terungkap dalam sidang Pengadilan Tipikor,  Jakarta Senin 10 April 2017.

Adapun rekomendasi itu adalah agar 9 lingkup pekerjaan dalam proyek e-KTP tidak digabungkan, karena peluang terjadinya kegagalan dalam proses pemilihan dan pelaksanaan pekerjaan sangat besar. Hal ini berpotensi menimbulkan kerugian negara serta akan menghalangi kompetisi dan persaingan sehat.

Sebegitu terdesakkah oknum yang terlibat mega korupsi e-KTP?

Sebelum sidang tentang gugatan tentang keabsahan Hak Angket KPK, anggota DPR Asrul Sani mengatakan,

"Posisi DPR seperti dalam perkara sebelumnya adalah bahwa angket ini meliputi dua materi yang berbeda, pertama terkait pelaksanaan UU, kedua terkait kebijakan pemerintah," kata anggota DPR Arsul Sani, sebelum sidang, di MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (5/9/2017).

"Yang terkait dengan kebijakan pemerintah, itu memang limitatif, itu seperti hanya bisa diajukan terhadap pihak-pihak yang disebut dalam penjelasan pasal 79, tapi terkait pelaksanaan UU, pembatasannya hanya kalau di dalam UUD disebut, walaupun secara implisit, yang disebut itu misalnya angket tidak bisa mengangket MA dan MK yang terkait dengan pelaksanaan kekuasan kehakiman, tapi di luar, itu bisa," ujar Arsul. Sumber

Hal yang menakutkan bagi saya, walaupun Asrul Sani mengakui bahwa secara implisit UUD tidak mengijinkan DPR untuk melakukan angket terhadap MA dan MK. Namun jika kita bicara pelaksanaan UU seperti yang disebut di atas maka MA dan MK juga terkait dengan pelaksanaan UU.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun