Mohon tunggu...
Ronald Sianipar
Ronald Sianipar Mohon Tunggu... Lainnya - -

Alumni Ilmu Ekonomi FEUI lulus tahun 2009, saat ini bekerja sebagai PNS di Kementerian PUPR pada Direktorat Jenderal Bina Konstruksi dan sebelumnya pernah bekerja pada Kedeputian Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebagai Analis Ekonomi Regional.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pergeseran Paradigma Energi dan Manufaktur di Indonesia dalam 25 Tahun ke Depan

6 Juni 2022   15:36 Diperbarui: 6 Juni 2022   17:09 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pada tahun 2022, George Soros mengatakan bahwa invasi Rusia ke Ukraina telah membahayakan peradaban, Rusia mengguncang Benua Eropa sampai ke intinya, dan peradaban tidak akan bertahan. Bagaimana tidak, Rusia telah menyetop penggunaan energi, dimana energi tersebut sangat penting untuk kelangsungan hidup masyarakat eropa.

Saya berpendapat bahwa apabila ini benar adanya, maka peradaban Indonesia juga akan terganggu, apalagi kalau kita bicara 25 tahun ke depan. Banyak hal yang harus kita persiapkan apabila negara ini diinginkan bertahan hingga 25 tahun kedepan. Pertama adalah manajemen energi untuk pertahanan negara, seperti halnya jaman merebut kemerdekaan tahun 1945, hal utama yang diperjuangkan adalah perimeter pertahanan yakni wilayah dan manusianya. Perimeter Energi harus jelas isinya, mulai dari neraca sumber daya energi dan eksisting pengelolaannya. Setelah mengetahui neraca tersebut maka disusunlah besar kekuatan dalam pengawasan dan penjagaan. 

Kedua adalah manajemen rantai pasok energi. Sebagai contoh, kita dapat lihat bahwa ekspor hasil tambang Indonesia ke luar negeri sangat tinggi, terutama batubara. Indonesia tidak masuk dalam 10 besar penghasil batubara dunia, namun menjadi eksportir tertinggi batubara di dunia. Padahal batubara adalah "kuncian" terakhir apabila negara Indonesia dilanda krisis energi.

Eropa sudah merubah paradigma penggunaan energi ke arah energi baru terbarukan (EBT). Namun ketika kondisi perubahan iklim seperti 2021-2022, pasokan air mengalir tidak optimal memutar turbin pembangkit listrik, kondisi angin juga tidak optimal memutar kincir pembangkit tenaga bayu. Sehingga batubara adalah solusi terakhir untuk bertahan. Dengan modal yang besar, negara-negara di Eropa mampu membeli batubara dari Indonesia tidak hanya untuk digunakan saat ini, akan tetapi juga untuk pasokan energi di masa mendatang. Meskipun ada upaya mengurangi emisi karbon, mereka (negara-negara eropa) yakin bahwa nanti teknologi akan menjawab semua itu dan kelangsungan hidup manusia adalah hal yang utama.

Di sisi lain, sumber energi nuklir masih menjadi sumber energi yang sulit diterapkan di Indonesia. Pemerintah Indonesia saat ini sangat jelas tidak serius untuk menolak ataupun menerapkan pembangkit ini meskipun sudah banyak riset yang menjelaskan dampak baik ataupun buruknya. Sehingga dapat saya katakan bahwa dalam 25 tahun kedepan, Indonesia belum memiliki rencana dengan skenario terburuk (force majeure), masih business as usual. 

Jadi kalau dibilang paradigma sudah bergeser?, secara halus mungkin sudah terjadi, kita dapat melihat upaya masyarakat dalam menjaga lingkungan dengan berpindah haluan menjadi pengguna bahan bakar non-fosil.  Namun perlu dilakukan riset untuk melihat apakah sudah signifikan, dan upaya apa yang dilakukan apabila terjadi kemungkinan terburuk seperti Pandemi Covid-19 dan Perang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun