Pengawasan di level hilir sering kali menjadi titik lemah. Kasus-kasus serupa sebelumnya pernah muncul---mulai dari mobil mogok usai isi Pertalite hingga motor yang mati mendadak setelah isi Pertamax. Namun, respons resmi biasanya hanya berupa investigasi internal tanpa transparansi hasil.
---
Konsumen Selalu Jadi Korban
Yang paling dirugikan jelas konsumen. Biaya perbaikan mobil premium bisa mencapai puluhan juta rupiah jika kerusakan melibatkan injektor, pompa bensin, atau sensor-sensor elektronik. Ironisnya, konsumen tidak punya mekanisme perlindungan yang jelas. Klaim ke Pertamina atau SPBU nyaris mustahil tanpa bukti laboratorium yang sahih---sementara akses ke pengujian independen pun terbatas.
Tidak heran jika sebagian masyarakat lebih percaya pada SPBU swasta seperti Shell, AKR, atau Total yang dianggap lebih konsisten menjaga mutu produk. Meski harga relatif lebih mahal, kepercayaan konsumen pada kualitas sering kali lebih berharga dibanding selisih rupiah per liter.
---
Transparansi yang Absen
Setiap kali kasus BBM bermasalah muncul, publik hanya disuguhi pernyataan normatif: "Kami sedang melakukan investigasi." Namun, hasil investigasi hampir tidak pernah diumumkan ke publik. Akibatnya, masyarakat tidak pernah tahu apakah benar ada masalah pada kualitas BBM, ataukah semua dianggap hanya masalah kendaraan pribadi.
Minimnya transparansi ini menimbulkan persepsi bahwa kontrol mutu Pertamina lemah. Padahal, sebagai BUMN energi yang menguasai mayoritas pasar BBM di Indonesia, kepercayaan publik adalah modal utama. Sekali kepercayaan itu runtuh, akan sulit dipulihkan.
---
Saatnya Audit Independen