Mohon tunggu...
Ronald SumualPasir
Ronald SumualPasir Mohon Tunggu... Penulis dan Peniti Jalan Kehidupan. Menulis tidak untuk mencari popularitas dan financial gain tapi menulis untuk menyuarakan keadilan dan kebenaran karena diam adalah pengkhianatan terhadap kemanusiaan.

Tall and brown skin. Love fishing, travelling and adventures.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Oligarki dan Banjir Bandang: Menenggelamkan Rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote.

9 September 2025   06:02 Diperbarui: 9 September 2025   06:02 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oligarki dsn  Banjir Bandang: Membiarkan Rakyat Tenggelam dari Sabang  sampai Merauke dan dari Miangas sampai Pulau Rote.

-------


Hujan deras kembali turun di berbagai wilayah Indonesia. Televisi menayangkan gambar yang sudah akrab di mata publik: rumah hanyut, jembatan roboh, anak-anak menangis di tenda pengungsian, dan aparat sibuk mengevakuasi jenazah. Berita itu selalu sama dari tahun ke tahun. Namun, yang jarang disentuh oleh media arus utama adalah pertanyaan mendasar: mengapa banjir bandang dan tanah longsor terus berulang?Terakhir terjadi di Lampung dan di NTT, yang telah mengambil korban jiwa (NTT).

Apakah ini murni bencana alam, atau ada tangan-tangan manusia yang turut memperbesar dampaknya?

Di balik banjir dan longsor, tersimpan cerita tentang negara yang terlalu permisif terhadap oligarki bisnis. Negara yang seolah lebih setia menjaga keuntungan segelintir elite daripada keselamatan warganya.

Hutan Hilang, Air Mengamuk

Indonesia dikenal sebagai salah satu paru-paru dunia. Namun, sejak awal 2000-an, deforestasi merajalela. Menurut data Global Forest Watch (2023), Indonesia kehilangan lebih dari 9 juta hektar hutan primer sejak 2002. Sebagian besar alih fungsi itu untuk perkebunan kelapa sawit dan tambang.

Hutan yang seharusnya berfungsi sebagai "spons alam" untuk menyerap air hujan kini berubah menjadi hamparan sawit. Rawa gambut dikeringkan, bukit-bukit dikupas, bahkan kawasan konservasi diutak-atik. Akibatnya, air hujan tak lagi tertahan di hulu. Ia meluncur deras ke sungai, meluap, lalu menghantam pemukiman.

Seorang warga di Kalimantan Barat pernah berkata dalam wawancara dengan Mongabay (2021): "Dulu banjir setinggi lutut hanya datang sepuluh tahun sekali. Sekarang, hampir tiap tahun kami kebanjiran sampai atap rumah.". Kalau anda berkendaraan dari Pemangkat menuju Perbatassn Aruk, sepanjang jalan, anda akan melihat bukit-bukit yang hijau dan indah, telah berganti dengan kebun sawit.


Fenomena ini bukan sekadar kebetulan, melainkan akibat langsung dari keputusan politik-ekonomi yang membuka ruang besar bagi oligarki bisnis sawit dan tambang.

Negara yang Permisif

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun