Manusia bertumbuh dan berkembang bersama teknologi. Teknologi yang mampu membawa kita untuk berinteraksi dengan banyak orang, saling mengenal, berteman, hingga di titik puncak romansa kehidupan adalah menemukan pasangan hidup. Teknologi juga membiasakan kita untuk menatap layar ponsel pintar hingga berjam-jam dan melihat berbagai ratusan, ribuan, jutaan, hingga miliaran komentar yang ada di postingan seseorang. Komentar yang hanya bertuliskan sepatah dua kata kata dan kalimat dapat menjadi seseorang layaknya orang tercinta yang selalu mendukungmu atau justru pedang yang mampu menusuk perasaan seseorang dengan hujatan-hujatannya.
Membaca komentar kini seperti membaca buku mini yang merepresentasikan pandangan dan perasaan kolektif. Â Walaupun komentar itu bernilai positif atau negatif, komentar secara tidak langsung dapat merubah karakter seseorang. Komentar mampu mengubah gaya berkomunikasi seseorang, membentuk seseorang menilai sesamanya, bagaimana seseorang bertindak, dan koneksi seseorang dengan orang lain. Sisi negatif yang saat ini terjadi adalah komentar menjadikan kita terbiasa untuk mengekspresikan perasaan tanpa terbiasa melihat manusia itu secara langsung dan bagaimana seseorang cepat terpengaruh dengan orang lain.
Pernahkah kamu melihat sebuah konten di platform sosial media dan hampir seluruh komentarnya berisi hujatan yang sebenarnya belum ada dasar kebenarannya? Contohnya ketika kamu melihat artis favoritmu yang sedang naik daun memilih untuk menikah dan kamu menghakiminya seolah-olah ia menyayangkan karirnya ataupun tidak menikah bersama seseorang yang kamu shipkan dulu. Namun ternyata faktanya, artis favoritmu sudah lama berkencan dengan seseorang yang menjadi suaminya saat ini, sudah lulus dari studinya, sudah berencana dan mengumpulkan uang, sehingga dinilai sudah siap untuk ke jenjang yang lebih serius. Tentu hal-hal tersebut mampu membuat korban merasa down, segala perbuatan yang ia lakukan terkesan salah, dan dapat menurunkan reputasinya. Hal ini tentu menjadi sebuah gambaran mengenai bagaimana seseorang bermain sosial media dengan hanya bermodalkan komentar.
Sebelum itu, kita perlu mengetahui mengapa masyarakat lebih suka membaca komentar dan berkomentar? Hal ini sesuai dengan beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh Athifah Nur Husna dan Puji Rianto yang disajikan di dalam jurnal UII:
- Validasi dan konfirmasi: Manusia sering kali mencari validasi atas pandangan dan perasaannya. Hal ini sebetulnya wajar kok, tetapi harus menyesuaikan konteks yang sifatnya condong ke hal kebaikan atau justru mengarah ke hal yang buruk. Manusia cenderung mencari komentar yang satu hati dengan kita, baik itu yang setuju maupun tidak setuju, Komentar menjadi semacam cerminan kolektif yang bisa menguatkan atau menggoyahkan keyakinan kita.
- Menambah informasi: Informasi yang didapat oleh banyak orang melalui konten seseorang membuat banyak komentar yang muncul. Konten tersebut dapat membuat seseorang mengutarakan pendapatnya melalui kolom komentar dan saling berpendapat mengenai pemikirannya masing-masing. Namun, kembali lagi ke konteks, jika komentarnya tidak sesuai fakta dan tidak memanusiakan manusia, hal ini menjadi salah.
- Melihat beragam pendapat: Komentar-komentar yang muncul memberikan kita gambaran mengenai keberagaman sudut pandang masyarakat. Kita dapat melihat seberapa besarnya penerimaan dan perdebatan yang diberikan masyarakat kepada suatu permasalahan. Hal ini membantu kita melihat suatu topik dengan lebih jelas karena terkadang informasi dari berita atau unggahan aslinya belum cukup menjelaskan dengan pasti.
- Hiburan dan dramatika: Membaca komentar bagi kebanyakan orang dianggap sebuah hiburan gratis bergenre drama yang perlu ditonton. Contohnya debat, komentar yang bertentangan dengan fakta, komentar lucu, dan masih banyak lagi. Hal ini diakui oleh sebagian orang yang tertarik membaca komentar tanpa mengetahui fenomenanya dan kebenarannya.
Komentar dapat menjadi baik jika digunakan dengan bijak. Sesuai dengan pernyataan di atas, kita sebagai masyarakat harus pandai menilai, berpikir, menganalisa, dan menentukan bagaimana komentar ini akan dibawa. Jika kita membawa komentar ini ke arah yang buruk, kita sendiri akan terkena dampaknya. Kita akan dinilai buruk atau bahkan dapat menumbuhkan karakter buruk walau hanya sepatah dua patah kata. Tidak hanya diri sendiri, orang lain akan terkena dampaknya. Hal ini termasuk ke dalam cyberbullying. Berdasarkan informasi dari Unicef Indonesia, cyberbullying berdampak secara mental, sosial, dan fisik.
- Dampak secara mental, seseorang akan merasa kesal, malu, bodoh, marah, depresi, gelisah, cemas, menyakiti diri sendiri, kehilangan minat pada hal-hal yang disukai, dan adanya percobaan bunuh diri.
- Dampak secara sosial, seseorang akan menarik diri dari lingkungannya, kehilangan kepercayaan diri, dan lebih agresif kepada orang lain.
- Dampak secara fisik, seseorang akan merasa mudah lelah akibat kurang tidur atau istirahat, gejala sakit perut, dan sakit kepala.
Dampak-dampak tersebut tidak dapat disepelekan. Jika kita terus menerus mengembangkan budaya berkomentar tanpa membaca manusia, kualitas masyarakat dapat menurun. Mengapa? Jelas, masyarakat di suatu wilayah yang seharusnya sama-sama menolong, bekerja sama, dan saling melindungi kini justru berkebalikan akibat berkomentar tanpa mengetahui kebenaran fakta dan kondisi korban. Oleh karena itu, perlu adanya solusi dari permasalahan ini. Hal ini juga berdasarkan informasi yang didapat dari Unicef Indonesia, yaitu:
- Meningkatkan kesadaran masyarakat dengan membangun karakter baik, seperti empati, kontrol diri, menghormati orang lain, kebaikan hati, toleransi, hati nurani, dan lain-lain.
- Atur sosial media dengan private account. Hal ini dapat meminimalisir pelaku cyberbullying memasuki ranah sosial media korban.
- Blokir seseorang yang mengganggu. Fitur blokir diciptakan untuk kamu gunakan jika merasa terganggu dengan seseorang. Kamu tidak lagi menerima notifikasi dan pesan dari seseorang yang kamu anggap mengganggu.
- Perbanyak interaksi secara langsung. Usahakan untuk lebih sering bertatap muka dan berbincang langsung dengan orang-orang di sekitar. Dengarkan kisah mereka, amati ekspresi mereka, dan rasakan kebersamaan yang tercipta.
- Tingkatkan berpikir kritis. Kita harus selalu waspada terhadap informasi yang berada di kolom komentar. Verifikasi dulu dan pertimbangkan pendapat dari berbagai sisi.
- Melapor kepada pihak yang kamu percayai, seperti orang tua, guru BK, teman, dan pihak berwenang.
Kini, kita hidup di zaman di mana membaca komentar sudah jadi bagian dari keseharian. Namun, kita tetap mempunyai kendali untuk memilah-milih komentar dan berkomentar. Kemudahan akses informasi seharusnya jadi alat untuk berpikir jernih, bukan justru membingungkan. Satu yang paling penting yaitu jangan sampai kita melupakan nilai dari interaksi manusia yang nyata karena pada akhirnya, pemahaman yang sesungguhnya lahir dari kemampuan kita untuk benar-benar memahami satu sama lain bukan cuma dari tulisan di layar. Oleh karena itu, mari gunakan komentar dengan bijak dan dengan tetap memanusiakan manusia.
Link Youtube mengenai artikel ini: https://youtu.be/LQ3QoemkB7E?si=3Tknn4P2stDH50lz, atau bisa klik di bawah ini.
Link YouTube mengenai artikel ini
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI