Mohon tunggu...
romensy augustino
romensy augustino Mohon Tunggu... Jurnalis - bermanfaat

Mahasiswa Etnomusikologi, suka banget sama Anime Slam Dunk. Sering sarapan Bubur Ayam dan suka sekali makan mie ayam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ke Mana Kami Bermuara

1 Mei 2018   06:49 Diperbarui: 2 Mei 2018   18:01 687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pergelaran musik ISI Surakarta/isi-ska.ac.id

Bertemu dengan kakak-kakak tingkat yang sedang menempuh tugas akhir skripsi Senin, 9/4 di sebuah tempat nongkrong favorit mahasiswa etnomusikologi. Galabo ini menjadi favorit karena letaknya yang dekat dengan jurusan dan tentunya full wifi.

Membahas banyak objek, utamanya sih tentang perkuliahan. Tentang skripsi, kampus, dan bahkan kompetensi kami sebagai Mahasiswa Etnomusikologi. Bahasan itu pun terasa lebih hangat tatkala seorang dosen mampir untuk meramaikan diskusi kecil ini.

Skripsi hingga kini masih menjadi tugas akhir favorit teman-teman etno(sebutan jurusan) untuk lulus. Meskipun jurusan memberikan pilihan tugas akhir berupa karya dalam bentuk audio atau audio visual. Menjadi favorit karena skripsi dirasa lebih murah secara ekonomi baik uang, waktu ataupun tenaga. Ditambah menulis adalah kompetensi utama yang diajarkan kepada kami.

Saya teringat bagaimana kami dulu harus menjalani tes penerimaan Mahasiswa Etnomusikologi (2014) jalur mandiri. Mungkin agak kaget ketika itu, pasalnya saya yang merupakan lulusan STM Otomotif harus melewati dua tahap yang "asing" bagi saya. Tahap pertama adalah tes tertulis bermateri musik-musik nusantara, dan kedua adalah tes praktek memainkan alat musik barat dan gamelan termasuk wawancara.

Pandangan saya ketika itu tes praktek musik menjadi hal yang relevan untuk diujikan, karena ini fakultas seni pertunjukan jurusannya musik. Tetapi dalam tes tertulis, kami diminta memilih satu gambar alat musik yang terpampang, kemudian mengarang indah berdasarkan gambar yang kami pilih. Dalam benak saya ketika itu, "koq tesnya gak mutu ya, apasih hubungannya mengarang indah dengan alat-alat musik?" karena seolah merupakan duasisi yang bertolak belakang.

Menginjak di semester 6, saya dipaksa menarik penilaian awal. Kenyataannya menulis adalah senjata utama kami menjelaskan musik. Menjelaskan bagaimana musik dilihat bukan hanya sebagai hiburan, melainkan sebagai sebuah hasil dari kebudayaan dan terkait dengan elemen-elemen semisal mitos, ekonumi, psikologi, dll. Maka tidak heran jika hasil tulisan-tulisan skripsi kami memiliki standar tinggi dibanding jurusan-jurusan lain dalam satu falkutas.

Syarat menulis adalah membaca, "bukan penulis yang baik ketika ia bukanlah pembaca yang baik." Kalimat ini nampaknya akan selalu terngiang dipikaran saya selama menempuh studi di Institut Seni Indonesia. "Saya mendengarnya pertama kali pas Makrab Jurusan." Ketika itu yang memberikan materi adalah Pak Aris Setiawan yang merupakan dosen etno, dan seorang esaiis yang tulisannya sering dimuat di solopos.

Beliau bukan satunya-satunya alumni etnomusikologi yang terjun dalam dunia kepenulisan. Masih ada Pak Aton Rustandri Mulyana yang juga dosen sekaligus peneliti musik-musik etnis nusantara, serta Pak Joko Gombloh yang merupakan kritikus musik sekaligus pemain bass grup Sonosen Ensemble. Dari beliau-beliau inilah saya harus selalu menerima saran untuk selalu membaca apapun ketika mereka mengajar.

TerasaAsing

"Kowe kuliah neng etno meh dadi opo?." Kalimat Tanya ini selalu terlontar sebagai guyonan sebagai bentuk respon atas keabu-abuan disiplin ilmu yang kami pelajari. Kami mendapat segelontoran kompetensi dari yang juga diajarkan dijurusan lain semisal Televisi dan Film atau di Karawitan. Hingga akhirnya banyak dari teman-teman merasa bingung atas kompentesi yang harus mereka kuasai secara pro.

Menjadi beban berlebih karena disiplin ini belum begitu dikenal secara umum. Hanya beberapa kalangan semisal akademisi dalam kampus seni, seniman, serta orang-orang pengakaji kebudayaan yang mengenalnya. Hal ini berimbas pada tidak satupun lowongan pekerjaan khususnya di soloraya menuliskan kata S-1 Etnomusikologi sebagai kriteria pelamar.

Etnomusikologi mungkin menjadi sebuah istilah "aneh" bagi masyarakat umum. Pengalaman sama sebagai Mahasiswa Etno kami alami ketika menjawab pertanyaan, "kuliah di jurusan apa?". Etnomusikologi harus kami sederhanakan menjadi musik. Istilah ini kami anggap umum dan mudah untuk dipahami, meskipun kedua istilah ini harus diperlakukan secara berbeda.

Sejauh yang saya pahami, etnomusikologi bukanlah musikologi. Disiplin ini digolongkan dalam ranah ilmu humaniora atau ilmu-ilmu yang mempelajari tentang manusia. Musik dianggap memiliki hubungan dekat dengan manusia karena ia  merupakan hasil representasi individu dan kelompok terhadap kejadian atau pengalaman hidupnya.

Musik tidak hanya dilihat sebagai pelepas dahaga dari jiwa yang kesepian atau hanya sebagai pemanis indera pendengaran tetapi lebih dari sekedar itu. Mantle Hood mengajukan definisinya dari usul Masyarakat Musikologi Amerika, tetapi dengan menyisipkan (memasukkan ke dalam tanda kurung) prefiks "etno," yang dalam usulannya menyatakan bahwa "[Etno]musikologi adalah suatu lapangan ilmu pengetahuan, yang mempunyai objek penyelidikan terhadap seni musik, sebagaimana fisika, psikologi, estetika, dan fenomena lebudayaan. [Etno]musikolog adalah seorang ilmuwan-peneliti, dan dia mengarahkan dirinya terutama untuk mencapai pengetahuan terhadap musik (Hood, 1957 dalam www.etnomusikologiusu.com/artikel-etnomusikologi.html akses pada 13 April 2018).

Kompetensi-kompetensi yang diajarakan kepada kami mengikuti pandangan Bruno Nettl di atas sebagai dasar membentuk kurrikullum. Dilansir dari www.fsp.isi-ska.ac.id/jurusan-program-studi/etnomusikologi/ bahwa Sebelum mencapai tingkat kompetensi utama sebagai etnomusikolog, secara berjenjang peserta didik melewati beberapa tahap sub kompetensi atau disebut kompetensi pendukung, antara lain: kompetensi jenjang atas mengarah pada kompetensi jurnalis musik/seni pertunjukan, pengamat musik nusantara, produser karya dokumentasi; kompetensi pendukung jenjang menengah (deskriptor, transkriptor, editor multimedia); serta kompetensi pendukung jenjang dasar (fotografer, audioman, cameraman). Di samping itu, pencapaian kompetensi utama juga memiliki dampak terhadap munculnya kompetensi lain seperti: pamong budaya dan guru kesenian/seni-budaya dan sebagainya (akses pada 15 April 2018).

Obrolan kami siang itu tebesit sebuah harapan sekaligus tantangan agar etnnomusikologi dikenal secara umum "tantangannya sekarang itu megenalkan etnomusikologi ke luar," ujar Bp. Rasita yang merupakan dosen sekaligus Kajur Jurusan Etnomusikologi. Karena memang tidak mudah untuk melakukan ini.

Mungkin kami-kamilah yang akan menjadi harapan untuk mengenalkan apa yang kami pelajari ke dunia luar. Keterlibatan kami dalam berbagai aktivitas luar kampus baik itu di industri, komunitas, atau organisasi-organisasi sosial yang akan menjadi penilaian. Untuk teman-teman, kita tidak harusnya merisaukan kemana kita akan bermuara nanti.

Although some ethnomusicologists regard applied ethnomusicology as a career alternative toacademic work---andindeed, itcanbe---it's not always help  ful to make that distinction, because ethnomusicologists who do applied work are employed both inside academic institutions, such as universities and museums, and outside them in government agencies, non governmental organizations (NGOs), and client  organizations directly. In other words, the place  of employment does not determine whet her the ethnomusicology has any application outside the world of scholarship. What matters is the work it self: how, where, and why the intervention. occurs, and the communities to whom we feel responsible (Titon, 2003; Dirksen, 2012 dalam Pettan&Titton 2015).

Setidaknya peryataan yang tertulis dalam buku Applied Etnhomusicology memberikan kita acuan untuk mengamalkan ilmu yang kita pelajari selama perkuliahan. buat kalian yang memiliki niat masuk Etnomusikologi ISI Surakarta, jangan berharap kalian akan selalu berurusan memainkan alat musik. Karena ranah ini hanya memberikan kalian pemahaman dasar dan tentang bermain musik. Selebihnya kalian akan digenjot dengan teori-teori yang seolah membuat kita dalam keadaan suwung. Tapi kalian tentu akan bangga menjadi bagian dari jurusan terakreditasi A yang mengajarkan musik dalam kebudayaan. Kalian akan lebih mengenal Indonesia dengan keberagamannya, bukan dalam rangka menentukan siapa yang lebih baik, tetapi untuk lebih menghagai setiap kebudayaan yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun