Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mencicipi Sisa-sisa Ketenaran Tlagan Asri

9 September 2018   12:07 Diperbarui: 9 September 2018   12:13 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tenar bisa menempel pada sesuatu apapun dibumi. Masa ketenaran tiap obyek berbeda satu sama lain. Mereka melalui tahapan untuk meraih ketenaran. Dari artis, olahragawan, kuliner, sampai tempat wisata.

Di sini saya akan bahas satu wana wisata yang dulunya tenar? (mencoba tenar. Dipaksa untuk tenar?) tapi akhirnya menyerah kalah digilas sang kompetitor, terperangkap sepi di hutan pinus nan asri. Tidak salah lagi, yaitu Wana Wisata Tlagan Asri.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Kunjungan saya pada Sabtu siang mendapatkan beberapa artifisial  "lapuk" dan lapuk. Sudah tidak secantik kala kali pertama di gaungkan. Saya merasa memasuki kawasan hunian yang ditinggalkan penduduknya karena gempuran akibat peperangan. 

Hutan pinus adalah awal kenapa wana wisata ini coba ditawarkan. Ditambah artifisial pendukung mereka mencoba memasuki kancah dunia pariwisata. Level mereka lokal dengan ragam spot selfie yang menjadi andalan. Jadi ini wisata selfie. 

Tapi sayangnya, spot selfienya semua sama dengan beberapa wana wisata lain disekitaran lereng gunung Lawu. Hal ini mungkin menjadi faktor kenapa akhirnya mereka melemparkan handuk putih. Menyerah.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Sesuatu yang sama membuat obyek itu tidak menarik. Disekitaran mereka banyak wana wisata yang menawarkan spot selfie. Dan itu seragam. Lihat saja, kalau tidak berbentuk hati dengan tulisan I love You, rumah pohon (sebenarnya bukan. Kalau rumah pohon sebenarnya bener-bener bentuk rumah dengan perabotnya ada seperti di barat), gardu pandang (bunga matahari, papan berbentuk hati, perahu cadik, sangkar burung raksasa ditambah beberapa papan yang bisa dipegang pengunjung dengan tulisan: aku cinta kamu, aku sayang kamu, kapan menikah? Semoga cinta kita abadi, aku disini kamu dimana? Di Hatiku Hanya Ada Kamu. 


Kok tidak ada tulisan: Kapan Hutangmu Dilunasi?), sayap malaikat (sayap burung kali. Akan lebih bagus sayap kelelawar). Malah menjengkelkan lagi pengelola menambah item jembatan uji nyali panjang dua meter dari tali tambang plastik. Jarak dari tanah tanah hanya satu meteran. Maksudnya apa? Mungkin buat anak-anak, om. O ya?

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Pandangan saya arahkan ke berbagai sudut. Kaki merusak timbunan tatanan alami berupa ranting pinus, dedaunan, sulur-sulur, ditemani suara serangga bercucuran mirip peluit wasit diliga nasional.

Betapa tidak mudahnya mempertahankan obyek wisata agar laku dan dikunjungi. Dibutuhkan kekuatan berlapis niat. Saya juga tidak seratus persen menyalahkan pengelola. 

Obyek wisata buatan manusia kalau fenomenal mungkin akan bertahan lama. Misal, candi Borobudur, Prambanan, Waduk Gajah Mungkur (obyek wisata sendang Asri), dst. Apalagi buatan Tuhan: Danau Toba, Bromo, Grojogan sewu, dst.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Buatan manusia kalau hanya asal-asalan (kurang kreatif-bahasa halusnya) saya pastikan akan terjungkal. Dan itu beberapa pernah saya temui. Istilahnya obor blarak, menyala sesaat cepat redupnya.

Yang dapat diambil dari hutan pinus selain getah dan turunannya adalah kealamian tempat. Dicoba dengan mengelola untuk wana wisata cukup bagus. Cuma harus didukung sarana dan prasarana untuk menguatkan pondasinya. Saya punya pendapat, wana wisata di dusun Sendang desa Sepanjang ini didirikan dengan "mendompleng" Goa Maria Sendang Pawitra. Karena berdirinya lebih dulu Goa Maria. 

Jarak antar keduanya sejalur cukup dekat. Disamping itu, nama tempat ibadah umat Katolik sudah familiar bagi masyarakat sekitar. Bahkan jika kalian ke Tawangmangu, sebelum terminal atau SMPN 1 Tawangmangu sudah ada plakat khusus ke arah tempat wisata religi tersebut. Disinilah kemungkinan, Tlagan Asri coba ditawarkan sebagai alternatif atau pendamping.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Saya sebenarnya juga tidak tahu. Niat awal hanya ingin susuri pedesaan dilereng Lawu. Kalau-kalau ada yang menarik. Dari Jumantono ke arah Beruk Wetan, Beruk, Jatiyoso menyusuri liku-liku jalan. Kemudian coba balik dan dapat jalan menuju Tawangmangu. Disini saya mendapati rute begitu mendebarkan.

 Saya dibuat cemas karena melewati lereng yang bikin deg-degan. Memakai motor matic boleh dibilang nekat. Saya melihat, warga desa jarang yang memakai model matic sebagai tunggangan. Kebanyakan bergigi baik bebek atau koplingan. Benar-benar diperlukan kehati-hatian. 

Bagi penduduk di lereng gunung, jalanan kaya usus ayam bukan sesuatu ajaib. Tapi bagi saya dan mungkin warga kota ini sesuatu yang bikin andrenalin bergolak. Kanan kiri jurang dalam, tebing bukit ada yang longsor sedikit. Berbicara masalah longsor, salah satu dusun di Jatiyoso sudah hilang karena longsor. Penduduk yang selamat di pindah disekitar dusun tetangga terdekat.

Dulunya mereka darimana ya? kok bertempat tinggal di lereng pegunungan?

Tipikal lereng gunung, lahan pertanian pasti dengan kemiringan ekstrem dengan jenis tanah kemerahan. Kol, bebungaan, wortel, daun bawang, pisang, cengkeh melimpah disisian.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Papan petunjuk kecil bikinan mahasiswa UGM ketika KKN menolong dan mengantarkan saya dengan benar. Sebatang bambu dengan tali (dimaksudkan untuk menyetop kendaraan yang akan masuk) dengan gubuk bambu (pos penjaga baru?) membuat laju motor saya hentikan. 

Seorang simbah simbah datang dan duduk disana saya tanyai tentang lokasi itu. Jaraknya tak jauh lagi, hanya kisaran 1 kilometeran. Selembar 5 ribuan berpindah tangan. Apakah penjaga loketnya harus seorang nenek? Jawabannya bisa kalian tafsirkan di awal tulisan ini.

Bila pemuda sudah menyerah kalah, orangtualah yang jadi penggantinya?

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Wana wisata Tlagan Asri sudah tidak terurus. Saya berani bersabda, hanya menghitung hari tempat ini akan binasa. Spot selfie tercabik-cabik sabetan cuaca.

Taman dengan hiasan beragam bunga terkantuk-kantuk menunggu nasib, kapan akan menjadi belukar? Gemericik air dari keran di samping warung bambu (dibiarkan menyala) menjadi lonceng pengingat kalau dulunya tempat ini pernah mengenyam masa-masa keemasan. 

Dulu yang ditawarkan destinasi ini macam-macam: Taman Jempol, Taman Asmara, Rumah Pohon, Arena ATV, Bumi Perkemahan. Spot selfienya dikasih julukan ngedap-ngedapi: Asmara Tresna Sejati, Banyu Legi Park, Dwi Wana Sejati, Purna Wana Sejati.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Ekspektasi kita akan runtuh bila sudah menyaksikan tempatnya. Kekuatan sesungguhnya masih bertumpu pada kealamian hutan pinus. Menambah dan mencoba mempercantik itu boleh saja. Tapi tanpa ukuran akurat hanya latah akan menyisakan puing-puing kehancuran. Dan arah ke situ sudah mulai terang. Pengunjung sepi. Saat itu saya dan sepasang remaja saja yang melongok dan mencoba mencicipi sisa-sisa ketenaran Tlagan Asri.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Kalau sudah begini, siapa yang harus bertanggungjawab? [selesai]

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun