Mohon tunggu...
Rio Rio
Rio Rio Mohon Tunggu... Administrasi - Hehehe

Words kill, words give life, They're either poison or fruits- You choose. Proverbs 18:21

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jangan Anggap Remeh Pertanyaan mengenai Keluarga dalam Interview Kerja

16 Agustus 2017   10:06 Diperbarui: 17 Agustus 2017   06:09 6278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: nxgcareers.in

Interview masih menjadi metode seleksi paling efektif yang digunakan perusahaan untuk mengetahui benar potensi seorang kandidat, baik itu yang digolongkan fresh graduate ataupun berpengalaman. Jika perusahaan tidak memiliki Standard Operational Procedure (SOP) untuk melakukan interview, maka hasilnya akan sangat bergantung pada sang pewawancara saat itu. Tetapi jika perusahaan tersebut memiliki SOP khusus sebagaimana yang dimaksud, maka nasib Anda masih 50:50, karena nilai ditentukan dari standardisasi yang dipasang pada setiap pertanyaan dan akumulasi dari hasil tes sebelumnya.

Pertanyaan yang saya aggap “basi” dalam sesi interview yang sering ditemui adalah tentang pendeskripsian diri, penjelasan atas kelemahan dan kelebihan diri, mengutarakan harapan dan motivasi atau lain sebagainya. Tetapi pernahkah Anda mendengar atau bahkan mengalami jika pertanyaan interview lebih mengarah kepada hal-hal yang bersifat personal dan tidak berhubungan dengan pekerjaan, seperti hal-hal yang menyangkut keluarga? Jika Ia dan anda menganggap hal ini biasa saja, maka bersiaplah kehilangan kesempatan untuk bergabung di perusahaan tersebut.

Butuh atau hanya sekadar status?
Jakarta dan perkembangan sosial di dalamnya, mengubah cara pandang seseorang dalam memaknai tujuan untuk bekerja. Mungkin Anda pernah menemukan seseorang karyawan yang berpenampilan rapi dan menarik, dengan mengendarai mobil berlambang macan kumbang lagi terbang, tetapi setelah ditelusuri, posisinya di dalam perusahaan adalah seorang receptionist.

Atau juga Anda pernah berteman dengan seorang karyawati yang bekerja sebagai administrasi, sedang menangis tersedu-sedu saat tas orinsinalnya yang berlambang kereta kuda dikatakan barang buatan mangga dua. Sebaliknya, apakah Anda pernah menemukan atasan yang pergi ke kantor dengan menggunakan mobil pick up sementara bos lainnya yang memiliki posisi sejajar lebih memilih menggunakan mobil berlambang “L” dengan lingkaran di luarnya?

Kepemilikan barang mewah memang bukan menjadi urusan pribadi kita, tetapi dari contoh tersebut terlihat bahwa motivasi seseorang untuk bekerja berbeda-beda, ada yang bekerja karena butuh ada juga yang hanya sekadar status. Divisi HR dalam sebuah perusahaan mendapatkan peran penting untuk memilah motivasi awal jobseeker ini, sehingga tidak heran jika banyak pertanyaan menjebak yang dimasukkan dalam sesi interview.

 Seberapa penting mengetahui tujuan jobseeker dalam mencari kerja?
Disadari atau tidak, untuk melihat tujuan dan motivasi seseorang dalam bekerja tidak dapat hanya diukur dengan hasil tes psikologi. Untuk mendapatkan korelasi antara hasil tes psikologi itu, maka perusahaan dirasa perlu membuktikan dengan melakukan interview. Tetapi dalam sesi interview, tidak selamanya sang pewawancara dapat menguak karakter seseorang, jika interview dilakukan dengan cara biasa saja, walaupun pada akhirnya beberapa informasi dasar pasti akan didapat dari penampilan dan bahasa tubuh.


Pertanyaan tentang keluarga menjadi sangat penting bagi sebagian pewawancara dalam melakukan sesi interview, karena keluarga dianggap sebagai dasar/pondasi utama yang membentuk mental dan cara berpikir seseorang. Untuk itu, dengan mepertanyakan lebih detail tentang keluarga jobseeker, sang pewawancara akan lebih mudah mengetahui tujuan dan motivasi dalam bekerja nanti, apakah hanya mereka hanya sekadar mencari status atau memang membutuhkan pekerjaan. 

Karyawan yang tergolong “butuh” tanpa ragu akan menjelaskan peranan positifnya dalam keluarga berikut contoh pencapaian yang telah dihasilkan. Dengan pola pikir seperti ini, sang kandidat terlihat memiliki potensi untuk memajukan perusahaan, karena memiliki kesadaran tentang hak dan kewajiban yang harus dilakukan pada lingkup paling dasar (keluarga). Maka bukan tidak mungkin, kandidat tersebut juga akan menerapkan sistem dan standar yang sama ke perusahaan yang mereka masuki sehingga berpotensi menjadi asset jangka panjang perusahaan kedepan.

Sedangkan karyawan yang tergolong “hanya sekadar status” akan terlihat kesulitan jika menjelaskan tentang peranannya dalam keluarga. Ia merasa bekerja bukan merupakan tuntutan dari dalam diri, tetapi hanya bertujuan untuk menjaga statusnya dalam lingkungan sosial, karena sebenarnya tanpa bekerja pun Ia mampu mendapatkan apa yang diinginkannya dengan mudah melalui keluarganya.

Karyawan yang mempunyai sifat seperti ini, diyakini tidak akan bertahan lama disebuah perusahaan yang mengedepankan persaingan kompetensi, jika hal ini tidak dibaca cepat oleh sang pewawancara maka ia akan menjadi pihak paling bertanggung jawab jika perusahaan merugi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun