Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Roman Rendusara lahir dan tumbuh sebagai anak kampung di Rajawawo, Kec.Nangapanda, Ende-Flores, NTT. Kini, menetap di kampung sebagai seorang petani, sambil menganggit kisah-kisah yang tercecer. Kunjungi juga, floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Batang Pisang demi Kuliahkan Anak

30 Juli 2016   12:23 Diperbarui: 30 Juli 2016   14:43 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nona Im sedang mengiris batang pisang. Foto: Roman Rendusara

Kesuksesan – kesuksesan besar dan luar biasa selalu dimulai dengan tindakan-tindakan kecil dan sedarhana. Ungkapan ini nyata saat saya harus kembali menyelami rutinitas sebagai anak desa, di pelosok Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.

“Kami bisa kasih kuliah kami pu anak dari batang pisang ini”, kata Moses, di sebuah sore ketika kami duduk sambil menikmati kopi. Setelah menghidangkan kopi buat kami, sang istrinya terus mengiris-iris batang pisang, membentuk lempengan – lempengan tipis.

Tidak hanya keluarga Bapak Moses dan istrinya, kegiatan mengiris batang pisang dilakukan hampir setiap keluarga di kampung kami. Entah, malam hari setelah makan malam, juga sore hari sepulang dari kebun atau ladang. Biasanya sore hari waktu yang tepat. Malam bisa dimasak, lalu esok pagi bisa kasih makan.

Begitu pola beternak babi ala kami. Kami memberi makan dengan batang pisang yang diiris-iris kecil. Tergantung selera babi, kadang dimasak campur dengan ubi singkong, pepaya mentah atau labu. Kadang pula langsung campur dengan dedak.

Tidak banyak babi yang kami pelihara. Rata – rata mungkin dua sampai tiga ekor jantan. Seperti Bapak Moses, ia hanya memelihara empat ekor, dari bibit jantan yang dibeli dari kampung tetatangga. Selain susah mendapatkan makanan/pakannya, rata-rata kami beternak babi hanya untuk persiapan acara adat dan persiapan kalau-kalau anak yang sedang duduk di bangku kuliah minta uang mendadak.

Alasan terakhir ini sungguh diyakini Bapak Moses membawa manfaat yang luar biasa. “Untung kami pelihara babi, kalau tidak saya pu anak dua orang belum wisuda”, kata Bapak Moses seraya mengatur tempat duduk yang pas. Ia mulai berbicara agak serius dengan pesan yang mendalam.

Katanya, kadang-kadang anak minta uang mendadak. Ada saja keperluannya. Entah untuk keperluan yang penting menyangkut kuliah maupun keperluan yang remeh-temeh, seperti acara perpisahan dengan kakak angkatan. Tapi namanya orangtua, tidak mungkin membiarkan anaknya di tanah orang kesulitan.

Makanya, lanjut Bapak Moses, mereka rajin mengiris batang pisang, untuk makanan babi. Biar cepat dijual. Lumayan harganya. Bisa sampai lima juta seekor. Baginya, kadang-kadang rutinitas yang kita anggap membosankan dan hanya untuk menghabiskan waktu kosong ketika pulang dari kebun/ladang, justru membawa manfaat yang luar biasa. Lihat saja, anak saya sudah diwisuda, katanya sambil menunjuk dua foto yang terpasang di dinding ruang tamu, dengan memakai toga.

Setelah dua anaknya diwisuda, Bapak Moses tidak lagi beternak babi. Pensiun dulu, katanya.

Berbeda kata dengan Bapak Moses, Im, yang belum berkeluarga ikut memelihara babi dua ekor. Katanya, ini persiapan untuk saudaranya mau menikah tahun depan. Makanya sejak sekarang, Im seorang diri berjuang memikul batang pisang dari kebun berjarak 12km. Jalan menanjak bukan alasan. Berat memang iya. Terbersit semangat mendapat ipar, yang membuat nona Im tetap tersenyum. Sebab, Im tahu, harga babi sangat mahal, apalagi di musim ramai-ramai menikah.

Akhirnya, cerita Bapak Moses dan nona Im mengajarkan saya, bahwa keberhasilan tidak pernah bertanya dengan apa kita memulai. Termasuk, orang tidak pernah bertanya, dengan batang pisangkah kita anak-anak kita bisa kuliah, diwisuda lalu dapat kerja bagus?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun