Mohon tunggu...
Warisan Literasi Mama
Warisan Literasi Mama Mohon Tunggu... Freelancer - Meneruskan Warisan Budaya Literasi dan Intelektual Almarhumah Mama Rohmah Tercinta

Mama Rohmah Sugiarti adalah ex-writerpreneure, freelance writer, communications consultant, yogini, dan seorang ibu yang sholehah dan terbaik bagi kami anak-anaknya. Semoga Mama selalu disayang Allah. Alfatihah.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Hadiah Besar Lomba Video Simulasi New Normal, Dianggap Absurd dan Abnormal?

25 Juni 2020   03:19 Diperbarui: 2 Juli 2020   17:46 1289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bupati Trenggalek Mochammad Nur Arifin menerima penghargaan dari Kemendagri di Jakarta Senin (22/06/2020). (Foto: Kontributir kompas.com di Trebggalek, Slamet Widodo)


Tak tanggung-tanggung upaya serius pemerintah Indonesia dalam mempersiapkan segala hal menuju pelaksanaan protokol kenormalan baru (new normal). 

Salah satunya adalah gelaran lomba pembuatan video simulasi protokol kenormalan baru yang dilaksanakan oleh Kementerian Dalam negeri (Kemendari). 

Untuk keperluan hadiah yang akan diberikan kepada pemenang lomba video simulasi new normal yang digelar tersebut, total Kemendagri mengungkapkan akan menggelontorkan anggaran hingga sebesar Rp168 miliar.

Dipaparkan Mendagri Tito Karnavian, anggaran sebesar itu akan diberikan dalam bentuk Dana Insentif Daerah (DID) yang akan diserahkan kepada 84 pemda yang menjadi pemenang. 

Adapun rinciannya yaitu Rp3 miliar untuk pemenang pertama, Rp2 miliar untuk pemenang kedua dan Rp1 miliar untuk pemenang ketiga per Pemda." 

Sehingga total pemenang berjumlah 84, terdiri atas juara I, II dan III untuk 7 sektor kehidupan dan 4 klaster pemda dengan total hadiah DID Rp168 miliar," jelas Tito saat membuka Penganugerahan Lomba Inovasi Daerah Tatanan Normal Baru Produktif dan Aman Covid-19 di Kantor Kemendagri, Jakarta, seperti dikutip cnnindonesia.com (22/6).

Alasan penyelenggaraan lomba video simulasi tersebut, menurut Tito, karena sebagai sesuatu yang baru maka tatanan kenormalan baru tersebut memerlukan tahap pengenalan atau prakondisi agar seluruh lapisan masyarakat siap dan mampu beradaptasi.

Karenanya lomba tersebut dibuat untuk mengkampanyekan protokol new normal. Sebab menurutnya protokol new normal tersebut adalah keniscayaan yang harus dipilih sampai nanti vaksin virus corona telah ditemukan.

Entah karena besarnya hadiah yang diawarkan atau karena memang ingin berpartisipasi dalam persiapan penerapan protokol new normal yang akan diterapkan pemerintah tersebut, menurut Tito hingga lomba ditutup total masuk lebih dari 2.517 video simulasi peserta lomba yang dikirimkan oleh pemda-pemda yang berminat.

Poster penganugerahan hadiah untuk pemenang lomba Kemendagri - Sumber Foto: pikiran-rakyat.com (23/6)
Poster penganugerahan hadiah untuk pemenang lomba Kemendagri - Sumber Foto: pikiran-rakyat.com (23/6)

Para Pemda peserta lomba tersebut mengirimkan video simulasi berdurasi sekitar 2 menit yang memvisualkan protokol simulasi new normal yang dibuat oleh pihak pemda yang bekerja sama dengan stakeholder lokal serta melibatkan ahli kesehatan. 

Kemudian video kiriman tersebut dinilai oleh tim gabungan dari Kemendagri, Kemenkeu, Kemenkes, Kemenpan-RB, Kemenparekraf, Kemendag, Gugus Tugas Percepatanan Penanganan Covid-19, dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan.

Usai penjurian, akhirnya sejumlah Pemda pun diputuskan oleh dewan juri sebagai pemenang. Banyak pemerintah daerah dari zona merah covid-19 yang berhasil masuk sebagai jajaran pemenang lomba tersebut. Di antaranya adalah provinsi Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. 

Yang terasa agak mengganjal adalah pemerintahan provinsi DKI Jakarta tidak berhasil mendapatkan gelar juara di cluster apapun. Tentu saja hal ini terasa agak janggal. 

Pasalnya sebagai ibu kota negara tentunya pemerintah provinsi DKI Jakarta memiliki banyak sumberdaya yang seharusnya bisa memghantarkan mereka menjadi juara.  

Ketidakberhasilan Pemprov DKI Jakarta untuk meraih setidaknya satu gelar juara pada lomba ini menurut Mendagri Tito Karnavian adalah dikarenakan ada kondisi-kondisi khusus persiapan new normal DKI Jakarta yang menurutnya perlu untuk dikaji ulang. 

Sebagai contoh, Tito menyinggung pembukaan kembali car free day (CFD) pada Minggu (21/6) lalu yang menjadi polemik dan sorotan negatif dari berbagai pihak. Sampai-sampai ada istilah CFD sebagai Corona Free Day, padahal kenyataannya jumlah terinfeksi covid-19 di DKI Jakarta masih tinggi. 

Ilustrasi antara New Normal ataukah Abnormal karya Syarif Hidayat - Sumber Foto: FB @sarepgepeng
Ilustrasi antara New Normal ataukah Abnormal karya Syarif Hidayat - Sumber Foto: FB @sarepgepeng

Tentu saja penjelasan Mendagri ini tidak begitu banyak dipercaya masyarakat begitu saja. Opini yang berkembang justru alasan politislah yang dianggap  membuat Pemprov DKI Jakarta tidak mendapatkan apa-apa dalam ajang ini. 

Ketidakmampuan Pemprov DKI Jakarta untuk mendapatkan juara pada lomba ini lebih banyak ditafsirkan khalayak sebagai upaya dari Kemendagri untuk menurunkan (down grade) citra Pemprov DKI terkait kemampuan dalam menghadapi pandemi ini. 

Lagi-lagi masyarakat melihat adanya tendensi tidak baik yang mewarnai upaya-upaya pemerintah dalam mengatasi pandemi Covid-19 ini.

Dianggap Absurd dan Abnormal

Apapun opini dan wacana yang berkembang di publik, akhirnya hadiah dengan total Rp168 miliar tersebut segera diserahkan kepada 84 Pemda yang berhasil menjadi juara Lomba Inovasi Daerah Tatanan normal Baru Produktif dan Aman Covid-19 tersebut.  

Tentu saja besaran anggaran yang diberikan sebagai hadiah tersebut mengundang kritikan dari berbagai pihak yang merasa bahwa kebijakan tersebut kurang tepat sasaran. Pasalnya, beberapa kalangan melihat bahwa kebijakan tersebut kurang berfaedah.

Dimana di saat masih banyak masyarakat yang menderita kelaparan akibat terdampak pandemi, masih banyak pekerja yang kena phk dan belum mendapakan pekerjaan baru, masih banyak bantuan yang tidak tepat sasaran, maka besarnya hadiah tersebut dianggap tidak tepat sasaran dan tidak membawa manfaat bagi masyarakat umum.

Secara etika lomba ini juga naif untuk digelar. Pasalnya pandemi covid-19 bukanlah momen unik yang layak untuk dijadikan sebuah kompetisi atau lomba. Melainkan sebuah bencana yang membutuhkan keseriusan, fokus, energi dan kecepatan yang mumpuni dalam mengantisipasinya.

Besaran anggaran untuk hadiah yang total mencapai Rp168 miliar tersebut juga dianggap pemborosan dan pengalokasian dana yang melenceng dari kebutuhan. 

Pasalnya dengan dana sebesar itu, pemerintah seharusnya bisa lebih efektif dan efisien jika menyewa para profesional komunikasi massa, konsultan serta praktisi-praktisi komunikasi yang handal untuk membuat sebuah video edukasi atau sosialisasi New Normal yang menarik, berkualitas dan gampang dipahami oleh masyarakat.

Terkait tuduhan pemborosan anggaran tersebut, Kemendagri menyatakan bahwa lomba tersebut hanyalah alat sebagai media penyaluran Dana Insentif Daerah (DID) semata. 

Daripada dana diberikan dengan percuma maka digelarlah lomba tersebut.Tujuan pemberian DID adalah agar bisa dimanfaatkan Pemda sebagai anggaran persiapan pelaksanaan new normal di masing-masing daerahnya.

Jika benar alasannya demikian maka penyelenggaraan lomba ini lebih terasa salah kaprah lagi. Jika tujuannya adalah memberikan dana bantuan, maka mekanisme pemberian hadiah lomba tidak tepat sama sekali. Pasalnya bantuan dana tersebut akan lebih tepat sasaran jika diberikan berdasarkan kajian dan analisis yang mendalam mengenai daerah mana saja yang pantas mendapakan bantuan insentif tersebut.

Jika melalui mekanisme lomba seperti ini, bisa jadi para pemenang tersebut bukanlah daerah-daerah yang sebenarnya membutuhkan dana insentif tersebut. 

Bagaimana jika daerah yang sebenarnya sangat membutuhkan namun tidak mampu membuat video simulasi yang bagus yang bisa memenangkan lomba tersebut? Apakah panitia lomba akan merekayasa siapa saja pemenangnya tanpa memperdulikan kualitas karya-karya yang dilombakan?

Jika hal itu yang dilakukan, maka lomba ini semakin terasa tidak berfaedah bagi siapapun. Buat apa capek-capek menggelar lomba jika pememangnya sebenarnya telah ditentukan berdasarkan analisa kondisi kebutuhan daerah yang membutuhkan bantuan?

Kamuflase pemberian dana insentif daerah (DID) melalui mekanisme lomba berhadiah ini juga riskan diaprersiasi secara salah oleh mereka yang mendapatkan dana dengan memenangkan lomba tersebut. 

Dengan sebutan atau istilah sebagai hadiah, maka tentunya sang penerima berhak memanfaatkan dana tersebut dengan sebebas-bebasnya. Secara psikologis mereka tidak memiliki tanggung jawab yang menyertai penerimaan hadiah. 

Karena itu, bisa jadi pemerintah daerah yang mendapatkan DID sebagai hadiah atas jerih payah yang telah mereka lakukan tersebut, tidak akan mengalokasikan dana hadiah tersebut sesuai dengan himbauan yang diinginkan Kemendagri.

Boleh jadi hadiah tersebut akan mereka manfaatkan untuk kebutuhan lain, bahkan bisa saja untuk menggelar pesta euforia perayaan kemenangan yang notabene sama sekali tidak berkaitan langsung dengan upaya penanggulangan pandemi covid-19 atau pelaksanaan new normal itu sendiri. 

Nah jika ini yang terjadi, apakah Kemendagri masih bisa membantah bahwa penyelenggaraan lomba tersebut adalah program pemborosan anggaran yang tidak layak dilakukan.

Karena itu, tidaklah mengada-ada jika banyak kalangan yang menilai penyelenggaraan Lomba Inovasi Daerah Tatanan Normal Baru Produktif dan Aman Covid-19 tersebut adalah program pemerintah yang absurd dan abnormal. Tabik.                

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun