Mohon tunggu...
Warisan Literasi Mama
Warisan Literasi Mama Mohon Tunggu... Freelancer - Meneruskan Warisan Budaya Literasi dan Intelektual Almarhumah Mama Rohmah Tercinta

Mama Rohmah Sugiarti adalah ex-writerpreneure, freelance writer, communications consultant, yogini, dan seorang ibu yang sholehah dan terbaik bagi kami anak-anaknya. Semoga Mama selalu disayang Allah. Alfatihah.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

ILM #JanganMudikDulu Versi Pemerintah Memprihatinkan, Segan Libatkan Profesional?

21 Mei 2020   23:13 Diperbarui: 21 Mei 2020   23:14 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Infografik #janganmudikdulu - Sumber Foto: suara.com 

Yang jelas kualitas video ILM "Nggak Mudik Asyik" versi Para Menteri Negara dan Kepala-kepala daerah ini bisa dibilang hancur sebagai produk sebuah iklan. Pasalnya dari sisi gambar, suara maupun musiknya bisa dibilang cukup memalukan dan memaksakan.

Lihat Bahasan Terkait: Standar Kerja Rendah Video Pemerintah

Memang dilihat dari target audience-nya yang notabene sebagian besar merupakan kalangan masyarakat akar rumput yang memerlukan penyadaran lebih banyak, ILM ini harus mampu tampil merakyat dan membumi. Namun sepertinya produser yang memimpin produksi ILM ini salah mengerti bahwa konsep merakyat, membumi dan alami atau apa adanya itu bukanlah eksekusi yang asal-asalan. ILM  "Nggak Mudik Asyik" versi para menteri dan kada ini terasa sangat mentah dan amatir sekali.

Padahal kalau dilihat pada pendukung produksi yang dilansir di sekuel terakhir ILM ini, nampak ada stasiun TV Indosiar, SCTV, O Channel, dan platform social media Vidio. Kita tentunya sangat mengetahui bahwa sebagai stasiun TV swasta terkemuka di Indonesia, stasiun-stasiun TV tersebut memiliki sumber daya pendukung seperti studio rekaman maupun studio editing yang mumpuni. Karena itu meskipun perekaman video audio masing-masing endorser dilakukan di rumah masing-masing karena tidak mau melanggar protokoler WFH, seharusnya hasil mixing terakhir video iklan ini tidak ditanyangkan begitu saja.

Melihat hasil video yang kualitas seperti itu, maka yang dipertaruhkan adalah standar kualitas dari lembaga pemerintahan itu sendiri, termasuk pada menteri dan kada yang sepertinya tidak serius dalam menghimbau dan menyadarkan masyaraka untuk tidak mudik pada lebaran 2020 sekarang.

Apakah jebloknya kualitas video ILM ini dikarenakan penghematan biaya yang difokuskan untuk penanganan covid-19 dan bantuan sosial semata? Jika memang itu alasannya, maka harus disadari bahwa pembuatan materi-materi kampanye sosialisasi maupun edukasi untuk keperluan penyebaran pengetahuan dan penyadaran masyarakat terkait masalah-masalah krusial mengenai Covid-19 adalah salah satu unsur penting yang harus diutamakan dalam upaya melawan penyebaran covid-19. Pasalnya peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terkait apa yang harus dilakukan tersebut merupakan salah satu kunci kesuksesan penanganan Covid-19 itu sendiri.

Jika memang biaya yang menjadi alasannya, seharusnya institusi pemerintah mampu mengupayakan pencarian dana alternatif melalui sponsorship, penggalangan kerjasama dengan relawan yang profesional, maupun jalur-jalur dukungan alternatif lainnya. Jika Najwa Shihab dengan NarasiTV-nya, KompasTV, Platform KitaBisa.com, dan artis-artis lainnya bisa menggalang dana yang tidak sedikit, tentunya berbekal sedikit kreativitas saja, ILM "Nggak Mudik Asyik" ini bisa dicarikan dana atau bantuan tenaga profesional agar kualitasnya benar-benar disukai masyarakat.

Sebagai pembanding sederhana coba ketengahkan apa yang bisa dilakukan oleh komposer Eka Gustiawan misalnya. Eka Gustiawan yang dulu sempat beberapa kali membuat aransemen video mixing dari tokoh-tokoh terkenal menjadi musik dan lagu yang enak didengarkan tersebut sepertinya bisa diajak untuk membantu. Entah apakah hal ini sudah pernah diajukan atau belum yang jelas video ILM "Nggak Mudik Asyik" yang beredar sekarang jelas tidak ada sentuhan profesional yang menggarapnya.

Padahal dengan konsep yang kira-kira hampir sama, Eka Gustiawan dalam waktu yang hampir bersamaan telah berhasil membuat video musik "Jangan Mudik Dulu" yang dinyanyikan dalam 80 bahasa daerah dengan berkolaborasi dengan 118 peserta dari 102 wilayah seluruh Indonesia. Ucapan sebanyak 80 bahasa daerah itu, didapatkan Eka Gustiawan dari kiriman para relawan yang ada di berbagai daerah. Karena dilakukan oleh relawan maka dalam video garapannya tersebut masih ada kesalahan penulisan, pengucapan, bahasa dan nama kota.

"Btw harap diperhatikan juga, KOTA yang tertulis adalah kota asal tempat tinggal si peserta pengirim video, BUKAN asal bahasanya. Jadi jangan heran kalau ada kota Jakarta tapi bahasanya Minang, itu artinya barangkali sang peserta pengirim video sudah merantau ke Jakarta," jelas Eka Gustiawan dalam pengantar posting video tersebut di channel youtube resminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun