Catatan kedua adalah siapakah Eko Winarto? Dia adalah mantan wartawan dan juga pendiri Harian Surya.
Tidak banyak terungkap mengenai kisah perjalanan karier laki-laki gondrong rambut putih ini. Namun yang jelas Eko sangat mencintai dunia adat-istiadat dan kebudayaan tradisional nusantara, termasuk di Sumba. Bahkan dunia legenda masyarakat Sumba pun ingin dipelajarinya secara mendalam.
Bagi Eko, Sumba diibaratkannya sebagai Perpustakaan Besar, yang pintunya baru terbuka sedikit saja. Tuturan Eko ini sangat menggugah dan menginspirasi saya sebagai generasi muda Sumba untuk membuka sedikit demi sedikit tabir tentang Sumba melalui serpihan-sepihan karya tulis.
Catatan ketiga adalah mengapa Maria dan Eko memilih tinggal di Sumba? Apakah mereka sudah jenuh tinggal di Kota Metropolitan?
Kedua pertanyaan tersebut sama sekali kami tidak menyinggungnya. Namun dari obrolan kami, sebagaimana diungkapkan sendiri oleh Eko, "Sudah banyak pulau yang kami datangi untuk menjadi tempat tinggal, namun hanya Sumba yang klik di hati kami. Ada perasaan lain begitu yang merasa kami cocok."
Lanjut Eko, "Di sini kami merasa damai dan nyaman. Tenang dan cocok untuk berkarya. Kami belum tahu sampai kapan kami berkarya di Sumba."
Setelah santap siang, yang disiapkan oleh Maria, kami mendapat hadiah buku. Masing-masing, saya dan Tony dapat 1 Eksemplar.
Dalam buku bunga rampai cerpen wartawan yang berjudul  "Di Simpang Jalan", Editor Djunaedi Tjunti Agus, yang diterbitkan oleh PWI tahun 2018, terdapat tiga buah cerpen Maria D Andriana. Salah satu cerpennya yang berjudul "Kisah Cinta di Tepi Sungai" berkisah tentang legenda siluman buaya di wilayah Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya.