Mohon tunggu...
Rofinus D Kaleka
Rofinus D Kaleka Mohon Tunggu... Insinyur - Orang Sumba. Nusa Sandalwood. Salah 1 dari 33 Pulau Terindah di Dunia. Dinobatkan oleh Majalah Focus Jerman 2018

Orang Sumba, Pulau Terindah di Dunia

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Haru Biru Petani Labu Lilin di Sumba Setelah Sukses Panen

18 Mei 2019   23:12 Diperbarui: 22 Mei 2019   03:18 1143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Klik klik klik. Begitu dering HP saya dua malam yang lalu. Saya segera buka WA. Dua lembar foto tersaji. Tanpa konten tambahan. Sepasang suami isteri petani yang sedang berbahagia memperlihatkan buah labu lilin yang barusan mereka panen. Sebagai sahabat,  saya paham betul maksudnya. Ini isyarat, undangan informal untuk saya dan maitua (isteri)  saya supaya segera datang di kebun labu lilin mereka.

Kebahagiaan mereka adalah kebahagiaan keluarga kami juga. Undangan mereka itu wajib kami penuhi. Terlambat sehari bukan soal. Jadi baru siang tadi, Sabtu 18 Mei 2019, kami datang ke sana.

Cuaca panas menemani perjalanan kami. Hanya butuh waktu sekitar 45 menit, kami sudah tiba di kebun labu lilin mereka di Jalan Pantai Utara, Desa Hameli Ate, Kecamatan Kodi Utara. Lalu kami parkir kendaraan di depan pondok mereka. Pondok gaya Sumba yang terletak di sisi barat kebun ini, baru selesai dibangun untuk persiapan panen labu lilin.

Saat kami tiba, mereka bersama keluarga yang membantu panen sedang istirahat di bale-bale. Di bale-bale ini juga ada tamu bermobil dari Kota Tambolaka yang khusus datang untuk membeli buah labu lilin.

Meski sedang lelah, namun wajah Agustinus Wakur Kaka, nama petani labu lilin ini, tampak berseri-seri ketika melihat kami muncul. Demikian pula isterinya, terlihat sangat gembira.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Panen Tahap Pertama

Saat itu merupakan hari kedua Agustinus Wakur Kaka melaksanakan panen tahap pertama labu lilin. Umur tanaman terhitung sejak mulai tanam, "tiga bulan lima belas hari," tuturnya ketika saya menanyakannya.

Di beberapa titik tampak tumpukan buah labu lilin yang sudah di panen. Ada di depan pondok. Ada di pinggir Jalan Pantura. Ada juga di dalam lahan kebun. Ukuran buah labu lilin ini, rata-rata dominan gemuk-besar dan bisa dikatakan banyak juga yang super raksasa.

Bagaimana perkiraan produksinya, apa bisa sesuai dengan prediksinya, seperti dua artikel sebelumnya yang saya telah unggah di Kompasina ini? Artikel pertama berjudul "Labu Lilin Modal Nikah", 20 Maret 2019. Sedangkan artikel kedua berjudul "Silaturahim ke Petani Labu Lilin untuk Modal Nikah di SBD", 23 Maret 2019.

Menurut pengakuan Agustinus, prediksi target produksi meleset dari perkiraan sebelumnya. "Produksi perpohonnya tidak sesuai target. Hanya bisa mencapai separohnya sampai dengan panen tahap berikut," ungkapnya. Ia sama sekali tidak tampak kecewa.

Kira-kira apa faktor penyebabnya? Ia sendiri belum berani menyimpulkan faktor penyebabnya, karena menanam labu lilin dalam luas lahan hampir dua hektar itu, baru pertama kali dilakukannya. Juga baru dia petani satu-satunya di daratan Sumba yang berani melakukan inovasi seperti itu. "Masih perlu pengalaman beberapa kali lagi menanam labu lilin, baru bisa kita mengetahui permasalahannya," tutur petani teladan di Sumba Barat Daya ini.

Akan tetapi, lanjut Agustinus, ada pendapat beberapa teman yang cukup masuk akal dan besar kemungkinan menjadi faktor penyebab melesetnya prediksi target produksi. "Di samping waktu tanam yang terlambat dan lahan tanpa naungan sama sekali, juga masalah benih. 

Benih yang digunakan ini tidak persiapkan secara baik.  Hanya beli labu di pasar dan bijinya langsung digunakan sebagai benih. Tidak melalui proses yang benar, misalnya pengeringan dan menyortir. Sehingga pada saat tanaman berbunga, bunga jantan sangat kurang," jelasnya.

Lalu berapa jumlah produksi labu lilin pada panen tahap awal ini? 

"Sekitar dua puluh ribu buah," katanya mantap.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Bagaimana Pemasarannya?

Karena target produksi labu lilin tidak sesuai dengan yang diprediksikan, maka demi efisiensi usaha taninya, mau tidak mau Agustinus tidak berani menjualnya dengan harga seperti yang disampaikannya melalui dua artikel sebelumnya, yaitu Rp. 1000 per buah. Supaya tidak merugi, ia terpaksa harus menjual dengan harga bervariasi sesuai dengan ukuran besar buah labu lilin.

"Buah labu yang super atau gemuk besar, dijual 3 buah Rp. 10.000. Buah labu yang sedang, dijual 4 buah Rp. 10.000. Sedangkan buah labu yang kecil, dijual 5 buah Rp. 10.000," urai Agustinus.

Bagaimana pemasarannya, apakah ada kendala? Menurutnya tidak ada masalah. "Sejak hari pertama sudah banyak yang datang beli setelah saya unggah di FB. Tadi saja sudah ada beberapa mobil pickup dan truk yang datang beli," tuturnya bersemangat.

Sementara kami sedang bincang-bincang, sebuah mobil berhenti di samping tumpukan buah labu lilin di pinggir jalan raya Pantura. Agustinus mengajak saya untuk menghampiri mobil tersebut. Ternyata pemilik mobil ini seorang bule.

"Setelah memasarkan produksi labu lilin ini ia bersungguh-sungguh akan mewujudkan rencananya untuk menikahkan putranya yang ada di Yogyakarta."

Antonio, nama bule itu, segera turun dari mobilnya dan membeli labu lilin. "Sekarang saya ambil dalam jumlah terbatas dulu. Jika di resort butuh banyak, saya akan kirim truk ke sini untuk beli banyak," kata Antonio, pemilik Resort Rua, di pantai Rua, Kecamatan Wanu Kaka, Kabupaten Sumba Barat. Mr Antonio masih melayani kami untuk foto bersama sebelum melanjutkan perjalanan.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Siap Nikahkan Putranya

Sebagai inovasi baru yang dilakukannya dalam usaha tani komoditi tanaman semusim labu lilin ini, sebetulnya Agustinus Wakur Kaka termasuk panen secara sukses. 

Apakah setelah memasarkan produksi labu lilin ini ia bersungguh-sungguh akan mewujudkan rencananya untuk menikahkan putranya yang ada di Yogyakarta sekarang ini, dengan seorang gadis Jawa?

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi

"Labu lilin ini adalah modal untuk nikahnya anak kita sahabat. Kita akan berangkat ke Purbalingga sekitar Juli untuk melamar calon isterinya. Tapi sampai di sana kita minta supaya nikahnya di Sumba," kata Agustinus penuh keyakinan.

Sebagai sahabat, saya dan isteri saya, sepakat saja. Kemudian kami mendiskusikan syarat-syarat lamaran di Purbalingga. Diskusi yang penuh tanda tanya, karena sama-sama tidak memahami kebudayaan Jawa. Lalu kami putuskan untuk segera berkomunikasi secara intens dengan orang tua calon isteri putra Agustinus.

Setelah itu, sudah hari sudah menginjak sore, saya dan isteri saya pamit pulang. Kendaraan kami berjalan lambat karena penuh dengan buah labu lilin.

Terima kasih sahabat. Tuhan memberkati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun