Mohon tunggu...
Rofinus D Kaleka
Rofinus D Kaleka Mohon Tunggu... Insinyur - Orang Sumba. Nusa Sandalwood. Salah 1 dari 33 Pulau Terindah di Dunia. Dinobatkan oleh Majalah Focus Jerman 2018

Orang Sumba, Pulau Terindah di Dunia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menikmati Pesona "Sunset" di Pantai Marapu Kodi Balaghar SBD

2 Februari 2018   06:39 Diperbarui: 2 Februari 2018   10:24 1463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salam Wisata dari Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Artikel ini menyajikan ceritera indah alam Indonesia di wilayah Kodi.

Kisah seputar Pantai Marapu baru saya kenal ketika bersama empat sahabat yang lain sedang membongkar lahan tidur seluas 135 hektar untuk lahan kebun tanaman pangan (jagung) di Desa Tana Mete, pada tahun 2011. Sejak itu, kami berlima, yaitu saya sendiri, Lodowayk Loghe Raya, Petrus Nono Riada, Mario Ignasius Mete dan Emanuel Dende Bombo, menjadi pembina swadaya untuk para petani di Kelompok Tani Kede Kehe, yang berarti Bangun Bersama, di desa tersebut.

Hampir tiap hari kami berada di dusun Kawalu Kaka, tempat konsentrasi gerakan pembinaan 41 KK binaan kami. Suatu senja, kami berlima, biasa kami namakan lima sekawan, setelah lelah dari kerja kebun atau ladang jagung, kami menyempatkan diri mampir di Pantai Marapu.

Waktu itu pantai tersebut termasuk dalam wilayah Desa Panenggo Ede. Kini Pantai Marapu menjadi bagian dari wilayah administratif Desa Waimaringi, hasil pemekaran dari Desa Panenggo Ede. Desa Tana Mete juga merupakan pemekaran dari Desa Panenggo Ede. Ketiga desa ini sama-sama menjadi wilayah administratif Kecamatan Kodi Balaghar, Kabupaten Sumba Barat Daya.

Saat itu kami ke Pantai Marapu dengan tujuan untuk melepas lelah. Ingin bersantai-santai saja sambil berbaring dan menikmati pemandangan pantai, pasir dan laut Marapu.

Dari Tana Mete ke Waimaringi hanya berjarak sekitar enam kilo meter. Dalam waktu dua puluh menit perjalanan, setelah melalui jalan yang belum perkerasan, sekarang ini sebagian sudah di aspal, kami tiba di pesisir Pantai Marapu. Saat itu, sunset di kaki cakrawala sudah mulai memijarkan cahaya warna merah kekuningan.  

Tepat di bibir Pantai Marapu, nyaris menginjak pasir, kami menyetop kendaraan. Daratan di sisi timur bibir pantai, datar dan hanya ada satu dua pohon yang menyelingi hamparan rumput ilalang yang sedang berbunga. Kami memasuki area pasir di sisi selatan. Terus terang, kami berempat, kecuali Lodowayk, yang baru kali itu menginjakkan kaki di Pantai Marapu, langsung takjub tidak bersuara.

Bagaimana tidak! Kami masing-masing menebarkan pandangan ke seluruh areal pantai dan air laut. Maklum baru kali itu kami melihat hamparan pasir putih yang sangat luas untuk ukuran pantai di Sumba. Sangat panjang dan juga lebar.

Sambil melangkahkan kaki ke arah selatan Pantai Marapu, kami mulai terperangah menyaksikan wajah sunset kuning emas yang mengabuti atau menyelimuti permukaan air laut yang sangat luas. Kami berhenti di pertengahan bentangan pasir dan memilih duduk berselonjor kaki. Sementara Petrus dan Emanuel lebih senang berbaring.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Menyaksikan panorama dahsyat Pantai Marapu itu, rasa capai kami pun terlupakan. Lelah raga berangsur hilang dan semangat kami mulai bangkit kembali.

Profil Pantai Marapu ini bukan sekadar destinasi yang menawarkan tempat rekreasi biasa. Dengan potensi anginnya yang cukup kencang dan hamparan pantainya yang terbuka, Pantai Marapu bisa dijadikan arena festival layang-layang berkelas nasional dan internasional.

Bahkan Pantai Marapu juga bisa dijadikan tempat penyelenggaraan lomba pancing berkelas nasional dan internasional, karena berdasarkan pengalaman masyarakat sekitar, banyak pemancing tradisional yang senang memancing di tempat itu. Mereka sangat menikmati bersantai di pasir sambil melemparkan kail berumpan di tengah laut. Betapa asyiknya mereka bermain-main dengan ikan yang sudah terperangkap dengan umpan mereka.

Belum lagi daya tarik airnya yang biru bening dan bersih serta arus gelombangnya yang tidak terlalu besar. Keadaan air lautnya yang damai ini, mengundang hasrat untuk segera menceburkan diri sambil berenang.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Pantai tersebut dinamakan Marapu tidak lain karena tempo dulu wilayah daratan di sisi timur pantai itu masih merupakan hutan dan menjadi tempat persembahan masyarakat adat yang menganut aliran kepercayaan Marapu (dunia roh). Misalnya, jika terjadi kemarau panjang, maka para tetua adat dari Parona (Kampung Adat) Wainyapu, khususnya warga Kaha Malagho, membawa korban persembahan, bisa ayam atau babi, disembelih dan dibakar di dalam hutan tersebut sambil berdoa dengan syair-syair adat, meminta bantuan Marapu untuk segera menurunkan hujan. Tradisi ini dinamakan Karengguhuni Weyo Ura, yang berarti menggoyang-goyang air hujan. Atas tradisi inilah maka pantai di sisi barat hutan itu dikenal sebagai Pantai Marapu.  

Ketika sunset tuntas menyapa kami dan cakrawala mulai tampak gelap, kami segera meninggalkan Pantai Marapu. Kami pulang dengan semangat yang sudah pulih.

Untuk menuju ke Pantai Marapu tidak sulit. Dari Tambolaka, ibukota Kabupaten Sumba Barat Daya, kita bisa menyewa travel yang banyak tersedia dan hanya dengan waktu dua jam, kita sudah berjumpa dengan Pantai Marapu.

Bila pembaca sekalian sempat mampir di Sumba Barat Daya dan jangan lupa mengunjungi Pantai Marapu di Waimaringi, yang arti harfiahnya air dingin.***

Rofinus D Kaleka *)

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun