Mohon tunggu...
Rofinus D Kaleka
Rofinus D Kaleka Mohon Tunggu... Insinyur - Orang Sumba. Nusa Sandalwood. Salah 1 dari 33 Pulau Terindah di Dunia. Dinobatkan oleh Majalah Focus Jerman 2018

Orang Sumba, Pulau Terindah di Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jelang Pilkada 2018, Waspadai Intrik Pondi dan Popo

27 Desember 2017   20:06 Diperbarui: 27 Desember 2017   20:13 1304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Oleh Rofinus D Kaleka

 

ATMOSFER sosial-politik di wilayah daerah provinsi dan kabupaten / kota se-Indonesia saat ini sudah mulai naik suhunya dan cenderung gerah. Kondisi ini merupakan suatu "aksi-reaksi" logis dan lumrah setiap menjelang momentum iklim politik.

Tahun depan, Juni 2018, sesuai dengan agenda Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia, negara kita akan menghelat lagi proses politik demokrasi langsung gelombang ketiga serentak pemilihan kepala daerah (Pilkada). Rentang masa enam bulan ke depan, bagi masyarakat umum memang terhitung masih cukup lama, namun bagi para praktisi politik dianggap tinggal menghitung hari lagi.

Sehingga harap dapat dimaklumi jika akhir-akhir ini para praktisi politisi baik para kandidat bakal calon (balon) kepala daerah dan wakil kepala daerah, pengurus partai dan juga massa-rakyat yang gandrung politik praktis, dalam upaya mencuri start untuk meraih keberuntungan politik pada tahun depan, sudah mulai melakukan napak tilas, ziarah dan pengembaraan serta juga promosi politik pencitraan.

Ngara Kedeko

Dalam menghadapi momentum Pilkada 2018 mendatang, ada sebuah kisah dalam kesusateraan daerah di wilayah suku Kodi Kabupaten Sumba Barat Daya yang cukup menarik untuk "dikait-kaitkan" dan diunggah kembali. Kisah ini diharapkan dapat memberikan nilai kearifan lokal bagi para politisi yang akan berlaga dalam Pilkada dan massa-rakyat sebagai konstituen yang menjadi penentu sukses atau tidaknya proses Pilkada dalam menghasilkan "Kepala Daerah (Gubernur-Wakil Gubernur dan Bupati-Wakil Bupati)" yang sungguh-sungguh bermartabat dan berkompeten dalam menyuguhkan pelayanan prima publik untuk kesejahteraan daerah dan rakyatnya.

Kisah dimaksud dikenal dengan sebutan "Ngara Kedeko"(Ceritera). Judulnya "Pondi mono Popo (Pondi dan Popo)". Dongeng ini, meskipun belum didokumentasikan secara tertulis, namun tetap lestari dan sering dikisahkan oleh para orangtua, tentu yang mempunyai bakat berceritera.

Pondi dan Popo, sebagai tokoh utama dalam ceritera tersebut, adalah dua orang laki-laki muda. Dikisahkan, mereka berasal dari keluarga sederhana dan sudah yatim-piatu. Mereka senang bertandang dari satu kampung ke kampung yang lain. Dalam berkomunikasi mereka santun dan sangat pandai bersilat lidah serta sulit dipatahkan. Untuk mewujudkan kepentingan mereka, termasuk dalam memenuhi kebutuhan ekonomi pribadi, mereka mempunyai banyak intrik, lincah, lihai, dan sekaligus juga licik.

Dalam mengoperasikan aksi sosialnya, mereka juga selalu hadir secara tidak terduga, namun tepat waktu dan momentum. Sehingga mereka selalu mampu memperdaya dan menaklukkan orang lain sebagai sasaran yang dibidik. Tidak tanggung-tanggung, sasaran yang mereka tuju yaitu orang-orang yang terpandang atau tokoh-tokoh yang mempunyai kedudukan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, tak terkecuali raja sekalipun. Para korban tersebut, umumnya tidak merasa kalau sedang menjadi "mangsa" atau "korban". Kalaupun ada tokoh yang sadar belakangan setelah dimangsa, namun tidak mempunyai nyali untuk menghadapi secara langsung dan apalagi memperkarakan dua orang bersaudara itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun