Mohon tunggu...
Alam Raya
Alam Raya Mohon Tunggu... Freelancer - Just Human

Pernah belajar spasial dan lingkungan tinggal di Jawa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bersiap Menuju Resesi Ekonomi 2023, Konglomerat Pertahankan Cuannya dalam Negeri Saja

31 Oktober 2022   15:04 Diperbarui: 31 Oktober 2022   15:03 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ulasan ekonomi lewat mimbar virtual kembali digelar, Ekonom senior sekaligus Kepala Ekonom Pusat Belajar Rakyat Awalil Rizky mendiagnosa kondisi keuangan dan moneter Indonesia bersiap menghadapi resesi ekonomi 2023. Diskusi bertema "Bersiap Hadapi Resesi" digelar pada Rabu, 26 Oktober 2022 pukul 19.30 - 21.00 WIB, baik secara offline maupun online.


Diskusi dimulai dengan banyaknya pemberitaan baik bahwa Indonesia diyakini banyak pihak tidak akan mengalami resesi pada tahun 2023. Dikutip dari pernyataan Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan, Direktur Bank Mandiri sampai ekonom yang vocal sekelas Faisal Basri juga menyatakan bahwa Indonesia bisa selamat dari Resesi.

Secara data menurut World Economic Outlook (WEO) IMF memberikan prediksi menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi  Indonesia pada tahun 2022 hingga tahun 2027. Terutama pada 2023 dari proyeksi 6.36% (Oktober 2021), 6,00 % (April 2022) dan  4,97 %  pada oktober 2022.

Sementara data Penganggur menurut BPS  menembus hampir 10 juta sedangkan pekerja keluarga/ tak dibayar mencapai angka 19,71 juta. Pekerja yang berusaha sendiri seperti pedagang, UMKM mencapai 26,91 juta. Dengan Kondisi resesi dimungkinkan pengangguran kembali meningkat karena dampak PHK pandemi covid belum juga sepenuhnya pulih, harga minyak dunia naik yang memicu BBM dalam negeri juga naik.

Daya beli masyarakat yang turun, membuat produksi juga turun. Ditambah harga produksi dari dampak BBM juga naik, mau tidak mau perusahaan untuk bertahan, kebijakan yang paling cepat adalah Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK karyawannya.

Gambarannya saat pandemi WFH perusahaan yang sudah mengurangi karyawannya, apalagi yang berbasis teknologi. Misalkan dari 10 pekerja yang dirumahkan 5 orang, setelah kondisi mulai membaik yang 5 ini tidak dipanggil bekerja lagi, karena dengan 5 karyawan sebelumnya perusahaan masih dapat mencapai produksi. Kemudian ditambah lagi kondisi resesi global, padahal sepenuhnya belum pulih.

Dari keseimbangan primer, rasio utang hampir 45%, meskipun regulasi aturannya hingga 60 % tetapi oleh Pemerintah masih dikatakan aman. Faktanya saat pandemi  2020-2021 untuk mengatasi covid Indonesia sudah berhutang banyak, yang sekarang punya kewajiban membayar hutang berikut dengan bunganya yang cukup membebani APBN.

Jika kemudian akan menambah hutang lagi apakah pemberi hutang dalam kondisi resesi ini akan memberikan pinjaman untuk menutup defisit APBN.

Yang menarik kemudian mengenai mendiagnosa dari cadangan dalam negeri melalui pemilik rekening. Per-akhir Agustus 2022 pemilik rekening dengan simpanan kurang dari 100 juta sebanyak  488,95 juta rekening jika dirata-ratakan rekeningnya berisi sekitar Rp. 1,98 juta saja. Sedangkan para konglomerat yang punya simpanan rekening diatas 5 M hanya sebatas  123,64 ribu rekening saja, jika dirata - ratakan satu rekening mencapai simpanan 31,59 miliar.

Dari gambaran struktur diatas memang jelas bahwa Indonesia kurang dari 5 % kekayaan berasal dari para konglomerat. Segelintir para pengusaha oligarkhi, sedangkan hampir sebagian besarnya merupakan rakyat Indonesia dengan rekening di bawah 2 juta.

Jikapun berbondong-bondong mengambil cash tidak akan berpengaruh dibandingkan dengan pemilik rekening yang diatas 5 M. Para konglomerat ini berpikir dari dua sisi untuk mempertahankan atau menambah modalnya, yaitu dari faktor keuntungan dan resiko.

Jika pada titik tertentu 2023 memutuskan untuk mengalihkan uangnya ke Luar Negeri jelas akan terguncang dan terimbas resesi. Berharap masih ada rasa Nasionalisme mereka untuk tetap menahan uangnya di dalam negeri, mempertimbangkan lagi jikapun ditarik keluar apakah keuntungannya juga sepadan dengan dampak nasional.

Data berikutnya pada per-akhir Juni 2022 Kredit kepada pihak ketiga mencapai Rp.6.176,68T dan dana Pihak ketiga mencapai Rp.7.602,30T dengan Loan to deposit Ratio (LDR) mencapai 81,25 % pada bank umum. Artinya LDR memang meningkat namun belum pulih, meski laju kredit mulai positif tahun 2021.

Dari ulasan berdasarkan analisis data maka dapat disimpulkan prakiraan Ekonomi Indonesia dalam bersiap menghadapi Resesi 2023 antara lain :
1.Ekonomi global akan dilanda resesi dan makin banyak ketidakpastian dalam dinamikanya (pasar uang/ modal, harga komoditas , dll)
2.Ekonomi Indonesia sementara ini diperkirakan terdampak tidak besar atau kemungkinan tidak resesi (dalam definisi teknis) artinya memang bukan kondisi yang terbaik karena fundamental ekonomi masih belum kuat dan masih rentan.
3.Ancaman ekonomi Indonesia yang paling besar pada moneter (termasuk pelemahan kurs)  dan arus modal keluar
4.Tantangan terbesar  masalah ketenagakerjaan dan daya beli
5.Pemerintah kondisinya makin terbatas dalam kemampuannya untuk membantu atau bermanuver kebijakan, karena secara umum kondisi fiskalnya tidak kuat
6.Resesi bahkan krisis ini dapat dipicu soal moneter, arus modal keluar dan kondisi politik yang tidak stabil (country Risk meningkat )

Masyarakat secara umum dengan jumlah rekening yang tidak seberapa ini, untuk tetap bertahan menghadapi resesi global 3023 dengan modal sosial yang sudah ada di bangsa ini  yaitu gotong royong dan saling membantu. Menguatkan kembali solidaritas tanpa batas, pada saat pandemi dulu ada gerakan cantelan, berbagi dan sebagainya, peduli tetangga dan sekitar apalagi terdampak PHK.

Modal sosial lainnya dengan Bhineka Tunggal Ika, masyarakat plural mempunyai toleransi yang tinggi, mungkin ribut dan perang hanya dimedsos tetapi realitasnya kita saling menghormati. Berharap kestabilan politik tidak terjebak pada kutub polarisasi. Isu SARA sebagai modal politik Identitas berganti paradigma berlomba dengan ide gagasan, visi dan bukti program yang baik. Para konglomerat yang selama ini hidup di Nusantara tergugah Nasionalismenya untuk tetap mempertahankan cuannya di dalam negeri.

Artikel ini dimuat juga di platform www.nongkrong.co

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun