Kelakuan nir-nalar kembali dipraktikan oleh kubu Prabowo-Sandi. Setelah melakukan 'propaganda Rusia', menggunakan konsultan Rusia, sekarang akhirnya mereka mengundang hacker Rusia.
Hal ini terlihat saat tagar yang digunakan warganet, #INAelectionObserverSOS meroket sebagai trending topik dunia. Hingga berita ini dibuat telah dicuitkan sebanyak 148 ribu kali.
Tagar tersebut merupakan seruan dari pendukung pasangan capres-cawapres Prabowo-Sandi untuk memantau jalannya proses penghitungan suara Pilpres 2019. Selain itu, juga menjadi dalih ntuk melindungi laman resmi KPU selama proses penghitungan suara Pemilu 2019
Bersama tagar itu, tak sedikit warganet yang memanggil ahli IT dan hacker dari Muslim Cyber Army Rusia agar ikut turun tangan menyelamatkan suara terhadap Prabowo - sebagaimana tercantum dalam tagar #CyberMuslimRussianForPrabowoSOS.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD pun turut menanggapi adanya upaya pengerahan kelompok peretas (hacker) tersebut. Menurutnya, hal itu sebaiknya tidak dilakukan, lantaran instrumen hukum negara Indonesia sudah tepat untuk melakukan hal-hal sesuai aturan. Termasuk melindungi laman instansi pemerintah.
"Sebaiknya tidak dilakukan. Untuk apa sih? Untuk apa melakukan itu?" begitu kata Mahfud Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD
Apalagi negara sudah memiliki alat-alat canggih untuk melindungi laman KPU, baik yang dimiliki oleh polisi, TNI, Menkominfo, maupun pihak-pihak terkait lainnya. Sehingga rakyat seharusnya memberikan kepercayaannya kepada lembaga-lembaga tersebut, bukan kepada para peretas yang sering kali menyesatkan dan menyulut emosi masyarakat.
Hal yang paling memuakkan adalah kejahatan kubu Paslon 02 memanggil hacker Rusia terus diagung-agungkan dan mereka memanipulasi persepsi sebagai upaya untuk melindungi laman resmi KPU.
Padahal tujuan para hacker itu tak lain adalah ingin mengubah hasil Pemilu ke arah tertentu untuk memenangkan Prabowo-Sandi, seperti yang pernah terjadi pada Pemilu AS yang diserang gerombolan hacker asal Rusia untuk memenangkan Donald Trump.
Lantas, kita masih percaya dengan taktik tak mutu seperti itu? Tentu saja tidak!