Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perploncoan Itu Kecil.....!

30 Juli 2015   18:06 Diperbarui: 12 Agustus 2015   03:46 2822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum saya ngomong soal Plonco, Ospek, MOS atau whatever-lah, saya ajak anda mundur beberapa langkah ke belakang :
Kita tahu bahwa bangsa timur adalah bangsa yang tangguh. Karena ketangguhan itulah bangsa timur ini sulit ditaklukan. Ingat bagaimana Vietnam membuat Amerika nangis-nangis. Rusia depresi berat menghadapi Mujahidin di Afghanistan. Bangsa Turki yang dulu menguasai hampir separuh wilayah bumi. Dan masih banyak lagi.

Bangsa Nusantara dijajah Belanda dulu bukan karena takluk. Tapi bangsa kita bangsa yang nerimo, cinta damai, postif thinking. Menyambut dengan tangan terbuka siapa saja yang datang di Nusantara. Mereka hanya 'bergerak' saat Raja-nya ngasih perintah. Dan Raja-raja di Nusantara nggak kompak, berjuang sendiri-sendiri. Gampang diadu domba. Akhirnya mudah dipatahkan.

Apalagi saat itu Belanda maupun Portugis menyerang dengan memakai senapan dan meriam. Sedang kita adalah bangsa ksatria (yang terbiasa perang dengan berhadapan langsung) hanya melawan pakai keris, pedang maupun tombak. Sehingga mudah sekali dihalau oleh senapan atau meriam dari jarak jauh. Kita pun terpaksa ikut-ikutan pakai senjata api untuk mengimbangi mereka. Akibatnya sifat ksatria dan ketangguhan pun berkurang sejak saat itu.

Sekarang, ketangguhan itu malah semakin luntur. Itu karena kita terlalu berlebihan menyikapi HAM yang dihembus-hembuskan oleh barat. Sekarang ini kita sebenarnya menganut apa!? Sedikit-sedikit pelanggaran HAM. Anak ditampar oleh guru, kena pasal pelanggaran HAM. Anak dijewer, nangis, lapor ortu, gurunya dipolisikan.

Anak kelahiran 70an ke bawah, pasti pernah merasakan betapa kerasnya didikan ortu pada anaknya di jaman itu. Disabet sabuk, dipukul gagang sapu, bangun kesiangan disiram air mukanya dan sebagainya. Ortu melakukan itu semua atas dasar 'ngeman', kasih sayang. Jaman dulu menampar pipi, memukul kaki atau tangan pakai sapu, itu sama sekali tidak masalah. Yang nggak boleh adalah memukul di muka, perut atau tubuh lemah lainnya, karena itu bagian yang rawan, beresiko dan tentu saja nggak manusiawi.

Kalau menampar anak, itu ada rasa kasih sayang. Tapi kalau memukul (jari menggenggam) itu jelas kriminal. Yang penting kita tahu batasnya. Bisa membedakan mana mendidik dan menyiksa. Jaman dulu nggak ada anak yang berani sama orang tuanya, terutama nang bapake. Benar-benar patuh dan hormat pada orang tua. Aneh-aneh nang bapakmu, dikampleng ndasmu koen.

 

Pemahaman Barat Tidak (Selalu) Cocok Diterapkan Di Indonesia


Sejarah adalah milik mereka yang menang perang. Pengetahuan anda tentang Hitler mungkin akan berbeda jika Jerman yang memenangkan perang. Atau soal pusat waktu (Mean Time) yang ternyata sangat diragukan bila terletak di Greenwich, London.

Juga soal Columbus yang katanya adalah orang pertama yang menemukan benua Amerika. Ternyata ada penelitian lain yang membuktikan bahwa Islam sudah ada sebelum Columbus datang (silakan search di mbah google). Columbus sendiri sebenarnya kesasar. Tujuan awalnya berlayar ke India tapi malah nyasar ke Amerika yang dikiranya adalah India. Akhirnya menyebut penduduk asli Amerika dengan sebutan Indian. Oala Mbus Mbusss.

Jadi jangan percaya begitu saja apa yang datangnya dari barat. Soal ideologi, filosofi, psikologi, kesehatan atau apa pun. Mereka adalah bangsa lemah (genetika) dan pengecut. Mereka menang perang karena tekhnologi. Main lempar, tidak berhadap-hadapan muka. Kirim rudal, bom jarak jauh. Karena ksatria itu berhadapan langsung. "Ayo nek wani mrinio koen!..iki nomer hp-ku blablablabla..". Semakin panjang jarak senjata kita, semakin pengecutlah kita.

Kita sendiri malah meng-iya-kan saat negara barat menyebut kita sebagai negara ketiga. Dengan bangganya bilang : "Kita sebagai negara ketiga blablablabla...". Lha wong kita ini Mbah-nya mereka kok. Peradaban kita lebih tua dari mereka yang anak kemarin sore. Orang modern mengukur kesuksesan, kemajuan, keberhasilan itu parameternya materi. Gedungnya tinggi, gadgetnya canggih..tapi akhlaknya remuk mblo.

Pemikiran dan didikan ala barat memang terlihat baik dan maju. Dan sistem pendidikan di Endonesah memang lebih banyak mblendes-nya daripada baiknya. Nggak jauh dari urusan proyek. Tapi kita jangan sampai kehilangan ketangguhan dan kemandirian gara-gara meniru persis sistem pendidikan ala barat. Menjadikan kita mlempem. Menolak perploncoan yang sebenarnya adalah penggemblengan secara fisik maupun mental. Yang membuat manusia Indonesia tetep tangguh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun