Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Ketika Daging Ayam Kampung Lebih Mahal dari Ayam Kampus

21 Januari 2020   14:19 Diperbarui: 21 Januari 2020   18:03 1001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bon tagihan Rumah Makan Malau. (Sumber foto : Facebook/Evhany Tobing).

Kasus warung dengan harga bajingan terjadi lagi. Makan dua ekor ayam dihargai delapan ratus ribu. Gila men. Uang segitu  di tempatku bisa bikin usaha peternakan ayam.

Baru kali ini harga daging ayam kampung lebih mahal dari ayam kampus. Eh, tapi ayam kampus iku tarife piro rek? Nek eruh, inbox yo.

Harga segitu wajar kalau rumah makannya di tengah gurun Danakil, Ethiopia sana.  Lha ini TeKaPe-nya di Rumah Makan biasa, Rumah Makan Napidanar Malau di tepi jalinsum Medan-Sindikalang, Sumut. Di negeri sempalan surga. Makanan melimpah. Kaya miskin bahagia. Rakyatnya asyik sendiri, persetan pemerintah.

Kalau kita sedang krisis pangan seperti yang pernah melanda negara Sudan, wajarlah harga makanan selangit. Atau saat kasus Holocaust zaman perang dunia kedua, seorang Yahudi makan sekerat roti mbayarnya pakai cincin emas.

Untungnya si pembeli di Rumah Makan Malau tadi bawa uang cash sebesar itu ---orang Endonesyah itu sesial apapun masih merasa untung---. Kalau aku pasti ninggal KTP. Kelasku kelas angkringan, masuk restoran bisa pingsan. Bahaya, salah pakane iso mati.

Kok ya masih ada warung yang etika dagangnya ndeso. Mikirnya sesaat. Yang penting hari ini berhasil morotin pembeli, nggak ada urusan jika esok hari si pembeli tidak akan balik lagi. Jelas nggak mungkin kembali. Naudzubillah. Walaupun itu rumah makan the last on earth.

Soal dagang memang kita perlu belajar dari orang Tionghoa. Laba nggak seberapa nggak masalah, asal ajeg. Konsumen nggak kapok belanja lagi. Dan malah jadi pelanggan. Serta ngasih tahu ke orang lain. Jadi nggak perlu pasang iklan.

Banyak kelakuan warung  pribumi yang dianggap sepele tapi sebenarnya menyebalkan : gak siap susuk. Saat belanja pagi pakai uang limapuluh ribu biasanya nggak ada kembaliannya. Malah ditawari kerupuk atau permen sebagai ganti kembalian. Etos dagang yang payah.

Ini bukan soal rasis atau membela etnis Tionghoa, tapi begitulah kenyataannya. Sportif boss.

Dari hasil telusuranku di dunia antah berantah, sebenarnya nggak sekali ini Rumah Makan Malau "mentung" pembelinya. Sebelumnya sudah banyak yang jadi korban. Yang terakhir ini yang berani berontak, sekaligus direkam pakai hape dan diviralkan. Rumah Makan Malau pun kondang tanpa pasang iklan. Sip, papi bangga sama kamu nak.

Berita menyebar cepat sampai ke telinga sang Bupati. Beliau pun merapat ke TeKaPe. Dan pemilik warung pun minta maaf. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Imej sudah terlanjur buruk, susah untuk kembali seperti semula. Sering-sering aja bagi-bagi makan gratis ke Yayasan Anak Yatim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun