Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Humor Artikel Utama

Menulis karena Omongan Tidak Digubris

31 Desember 2019   15:14 Diperbarui: 2 Januari 2020   07:52 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: dadangkadarusman.com

Di medsos itu gampang banget dapat predikat "cerdas" selama tulisan-tulisanmu sering di-share banyak orang. Itu yang aku takutkan dari dulu --> dianggap cerdas, mumpuni, pakar. Padahal aku nulis itu untuk menutupi kebodohanku (ojok ngomong sopo-sopo yo).

Aku cuman tahu sedikit tentang sedikit hal. Bukan orang yang tahu banyak tentang banyak hal. Kalau tulisanku di-share banyak orang itu karena faktor X. Aku nggak pernah tahu kenapa bisa begitu. Aku selalu bingung membaca tulisanku yang dulu-dulu. Kok iso aku nulis koyok ngono iku, entah apa yang merasukiku.

Medsos itu aneh. Yang asli cerdas malah diabaikan. Aku sering membaca tulisan dari seorang yang pakar di bidang yang ditulisnya, tapi kok ndilalah nggak ada yang nge-share. Yang ngelike pun cuman keluarganya. Gak payu. Lha wong tulisane"anyep". Bahasa yang dipakai mirip dengan buku panduan ibu menyusui. Formal banget.

Tapi sebenarnya aku nulis itu karena kalau ngomong sering tidak digubris. Karena di Endonesyah tercintah ini omongan tidak didengarkan kalau dia belum jadi orang hebat. Beda dengan negara-negara mapan yang menghargai pendapat orang. Semua omongan didengarkan untuk mengetahui orang itu hebat atau tidak.

Di sini kalau bukan ahli di bidangnya nggak akan didengarkan. Pernah saat pul kumpul sesama kere elit di angkringan, aku ngomong soal tumbuhan yang bisa berinteraksi dengan sesama tumbuhan, langsung ditertawakan, "alaa raimu.."

Memang terlihat konyol kalau kita ngomong soal tumbuhan tapi kita bukan ahli botani. Walaupun sebenarnya nggak salah, sudah ada penelitian soal itu. Bahwa tumbuhan itu bisa berinteraksi, tapi tidak bisa berekspresi seperti manusia. Dan tumbuhan akan lebih banyak berbunga atau berbuah bila sering disapa atau dielus-elus. Iki serius rek, masio rodok gendeng.

Bagaimanapun juga menyampaikan gagasan lewat tulisan itu lebih asyik. Kalau lewat omongan biasanya ada yang menyela atau interupsi. Kaet mangap wis dipotong, " koen iku gak eruh opo-opo..menengo."

Banyak orang seperti itu. Inginnya hanya omongannya yang didengar, omongan orang lain gak dianggep. Menyebalkan ngobrol bersama orang jenis ini, yang selalu berusaha mendominasi pembicaraan. Yang lain dianggap gemblung.

Tapi menulis juga tidak selalu dibaca. Nggak masalah. Yang penting puas bisa mengeluarkan unek-unek. Tidak semua orang bisa mendapatkan "kemewahan" seperti itu. Banyak orang yang ngomong nggak dianggep, mau nulis tapi gak iso nulis. Iso nulis tapi ganok sing moco. Wasyuok.

Bagiku menulis di medsos atau situs opini itu bukan soal benar atau salah. Selama tidak menyinggung sara. Kalau memang salah ya monggo dikoreksi. Lebih baik jangan komen yang meremehkan kayak "ngoceh opo se iki..", "iki opo se.." .

Nek gak bakat komen asyik mending ojok komen. Aku sudah unfriend beberapa orang yang sukanya komennya seperti itu. Dijarno-jarno kok suwe-suwe dadi langganan. Langsung unfriend. Jarno ae, teman di medsos itu kebanyakan cuman virtual, nggak benar-benar teman, gak iso diutangi. Walau ada yang jadi teman beneran sih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun