Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hai KPAI, yang Bahaya itu Bukan Rokok tapi Kesempitan Berpikir

11 September 2019   13:39 Diperbarui: 11 September 2019   17:54 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekarang ini banyak yang nggak paham dengan pemikiran KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia). Termasuk aku. Seharusnya Djarum sebagai produk rokok dan Djarum sebagai club bulutangkis itu beda. Tapi embuh rek, orang-orang KPAI sebenarmya juga bukan kumpulan orang ndlahom. Mungkin mereka lelah.

Cara berpikir KPAI itu kayak anak yang suka musiknya Nirvana tapi mendadak benci setelah tahu Kurt Cobain matinya bunuh diri. Atau yang suka banget dengar lagu-lagunya Queen, tapi tiba-tiba jadi nggak suka setelah tahu Freddie Mercury, vokalisnya, seorang hombreng yang hobinya main dokter-dokteran dengan sesama jenis.

Banyak orang  yang berpikirnya sejengkal begitu. Bagaimana jiwanya bisa kaya kalau cara berpikirnya "kerdil". Tidak mengapresiasi karyanya tapi ngurusi kehidupan pribadi pemusiknya. Tidak mengambil sisi baiknya yang dapat memperkaya wawasan dan menginspirasi hidupnya. Menjadikannya manusia yang lebih baik.

Kurt Cobain ataupun Freddie Mercury itu cuman artis, bukan Nabi atau manusia suci. Kita nggak punya hak apapun untuk menilai kehidupan pribadinya. Iku urusane Tuhan.

Bahkan Kahlil Gibran yang tulisannya berstandar kitab suci pun di puncak popularitasnya jadi pecandu alkohol (arak). Saking depresinya menghadapi tekanan akibat terlalu populer. Soal ini jarang ditulis, mungkin takut penggemarnya tidak bisa menerima. Terutama sing sok hijrah.

Jangan-jangan kalau kamu tahu Chairil Anwar matinya kena Sipilis, kamu jadi nggak suka puisi-puisinya. Ala raimu.

Manusia memang bermacam-macam. Ono sing ndlahom, ono sing cerdas. Onok sing alim, onok sing bajingan. Aku dewe gak cerdas yo gak alim. Tapi mending daripada sok suci dan hobinya ngafir-ngafirkan orang. Kayak kaum kolot pengapling surga. Yang hobinya mencari-cari kesalahan orang lain, dikafir-kafirkan dan didoakan masuk neraka. Padahal Nabi sendiri mencari-cari kebaikan orang dan didoakan masuk surga.

Kembali ke soal KPAI..

Bangsa ini  memang sedang terkena gejala paranoid terhadap rokok. Doktrin akan bahaya rokok benar-benar menancap kuat di tiap jiwa-jiwa labil yang gampang termakan propaganda. Termasuk KPAI. Hanya karena ada brand perusahaan rokok di kaos, mereka mumet.

Aku jadi ingat saat gempa di Jogja. Banyak yang menolak sumbangan selimut, hanya karena selimutnya ada gambar salib kecil di ujungnya. Kalau aku yang dikasih pasti kuterima. Jangankan salib, ada gambar iblis pun aku terima. Lha wong cuman gambar ae lho. Apalagi selimut itu buat tidur. Pakai selimut bergambar salib nggak langsung otomatis jadi Kristen.

Jadi, tenang ae talah. Yang bahaya itu kesempitan berpikir, bukan merokok atau tidak merokok. Karena kesempitan berpikir itulah orang gampang dimakan hoaks, diprovokasi, diadudomba.

Soal sehat atau nggak sehat itu tergantung masing-masing orang. Ada yang merokok tapi tetep oke-oke saja sampai jompo, tapi ada juga yang sebaliknya. Sik umur 40an awake wis legrek, untune oglak aglik, matane rodok kero, ambekane mengkas mengkis, diluk engkas mati.

Maka kenali dirimu sebelum merokok. Yang paling paham dirimu iku raimu dewe. Karena dokter yang terbaik bagi dirimu ya raimu iku. Dokter yang di rumah sakit itu cuman asisten kesehatanmu.

Orang sekarang itu mulai nggak punya pijakan kebenaran. Di era post-truth ini opini soal kebenaran atau apa saja berceceran di dunia maya. Dan itu semua dikemas dengan sangat meyakinkan. Tanpa perpaduan antara akal dan hati, orang bisa tersesat, bisa termakan hoaks dengan mudah.

Begitu juga soal rokok. Membaca tulisan soal rokok harus dengan hati yang selesai. Lepaskan doktrin soal rokok membunuhmu. Ojok gampang percoyo. Gunakan akal dan hatimu. Bahkan dokter pun sekarang banyak yang "sadar", ternyata rokok pun bisa jadi terapi kesehatan (tanyakan pada Mbah Google).

Saking paranoid-nya pada rokok, bungkus rokok pun dikasih gambar menjijikan, gak sopan blas. Dan tiap hari kita diajari munafik. Kalau "rokok itu membunuhmu" (tertulis di bungkusnya), kenapa kok masih dijual bebas? Berarti negara membiarkan pembunuhan terhadap rakyatnya dong?

Padahal sekarang ini yang paling banyak membunuh itu gula. Penderita diabetes jauh lebih besar dibandingkan penderita paru-paru atau penyakit yang disebabkan rokok.

Perang terhadap rokok benar-benar serius, tapi pabrik rokoknya nggak diperangi. Ya'opo se Doel, anti rokok tapi mau menerima uang pajak dari rokok. Dobolll.

Tapi memang betul sih rokok memang nggak sehat......untuk yang bergaji UMR. Makanya aku nggak ngerokok, gajiku pas-pasan (pas gawe tuku omah, pas gawe munggah kaji...Aamiin). Ojok ngomong sopo-sopo.

-Robbi Gandamana-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun