Mohon tunggu...
Arief Riady
Arief Riady Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati Sosial - Gemstone Lover

1 + 1 = ~

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penutupan Mesjid lantaran Covid-19, antara ironi dan realita

21 Maret 2020   17:07 Diperbarui: 21 Mei 2020   13:53 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia


Kekhawatiran masyarakat muslim akan "ditutup" nya mesjid-mesjid sebagai sarana beribadah sholat berjama'ah dan sholat Jum'at kaum muslimin, akhirnya menjadi kenyataan. Walaupun penutupan ini hanya bersifat sementara waktu, terkait dengan ada nya himbauan dari MUI dan pemerintah tentang wabah pandemi virus corona ( Covid-19 ).

Pro kontra sudah pasti terjadi, ada yang menyikapi nya biasa, ada yang menyikapi nya penuh suka cita, ada yg menyikapi nya skeptis dan adapula yg menyikapi nya kecewa dengan keputusan ini. Yang pasti masing-masing orang akan membawa sendiri pertanggung jawaban nya di mata Allah nanti nya.

MUI sendiri, dalam fatwa nya, sebenarnya cukup jelas dan gamblang dalam memberikan pernyataan terkait masalah ini. Di sana disebutkan diantara nya yaitu himbauan pelarangan dengan tegas bagi daerah dan wilayah positif covid-19 yang rawan dengan potensi penyebaran virus nya cepat, maka dibolehkan bagi mesjid yang berada dalam wilayah positif covid-19 tersebut untuk tidak melaksanakan ibadah sholat Jum'at dan sholat 5 waktu berjama'ah di sana.

Secara lebih khusus fatwa MUI yang bernomer 14 tahun 2020 yang diteken oleh ketua fatwa MUI Hasanudin AF tersebut, terutama inti nya diarahkan kepada orang dengan gejala sakit maupun yang sudah positif covid-19, maka fatwa ini menjadi bersifat wajib dipatuhi kepada mereka itu untuk menjaga diri nya dari penyebarluasan dampak pandemi virus penyakit nya dan mengisolasi diri mereka agar tidak keluar rumah yang akan bisa menularkan nya kepada orang lain.

Lantas, bagaimana penerapan nya bagi mesjid-mesjid yang berada dalam daerah dan wilayah yang tidak berada di zona merah yang masih sangat relatif aman? Apakah serta merta juga harus ikutan "latah" menutup mesjid nya dari ibadah sholat berjama'ah? Sudahkah mereka melakukan ikhtiar dan usaha lain supaya tetap memegang teguh syariat yang mulia ini? Perlu dipahami bahwa fatwa MUI tersebut terutama mengikat untuk wilayah yang positif dan dikhususkan bagi orang yang sakit. Himbauan tersebut adalah bentuk dari tanggung jawab MUI agar bisa dipahami oleh masyarakat sebagai suatu bentuk kewaspadaan bukan malah menjadi momok yang menakutkan dan serta merta memutuskan semua mesjid wajib di ditutup dari aktifitas sholat fardhu berjama'ah bagi warga nya tanpa melihat lagi, apakah ada tidak nya ikhtiar pada wilayah-wilayah yang aman dan masih kondusif tersebut.

Masyarakat umum seakan-akan "dipaksa" untuk meniadakan langkah-langkah ikhtiar yang rasional dan wajar, padahal banyak sekali upaya ikhtiar yang sebenar nya dapat dilakukan oleh para pengurus-pengurus mesjid di wilayah yang masih relatif aman agar sholat berjama'ah warga nya tetap berlangsung dengan syarat-syarat yang sesuai. Bukan kah manusia itu wajib berikhtiar terlebih dahulu, sebelum "menyerah" tanpa syarat? Bukan kah ikthiar itu tidak akan menghianati hasil nya jika dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Solusi nya tentu saja bukan melulu harus menutup mesjid-mesjid nya untuk aktifitas sholat berjama'ah ( noted : kecuali zona merah - di wilayah tersebut ada yang positif covid-19 atau termasuk wilayah dengan penyebaran cepat ),  tetapi seharusnya bersama - sama menjalankan bentuk-bentuk ikhtiar dan usaha lain nya terlebih dahulu, seperti :

Setiap Mesjid wajib menyediakan hand sanitizer ( cairan antiseptik pencuci tangan berupa gel atau air ) di pintu-pintu mesjid mereka untuk bisa digunakan oleh warga masyarakat sekitar yang mau sholat berjama'ah sebagai upaya pencegahan dini. Atau juga bisa menyediakan sabun-sabun cuci tangan di tempat wudhu nya, agar masyarakat lebih merasa yakin, aman dan terakomodir dalam aktifitas ibadah sholat nya di mesjid.

Setiap mesjid wajib membuat pengumuman dan peringatan yang di tempel di pagar dan tembok mesjid agar semua orang dapat membaca atau mengumumkan nya melalui pengeras suara dari mesjid agar khalayak ramai dapat mendengar nya, yaitu peringatan melarang keras orang yang sedang mengalami gejala sakit flu, batuk, pilek, dan demam atau orang yang sedang sakit untuk tidak datang sholat berjama'ah di mesjid. Dan mewajibkan bagi orang yang sehat untuk tetap selalu menggunakan masker dan membawa sajadah pribadi saat sholat berja'maah berlangsung.

Mesjid juga dapat melakukan ikhtiar dengan cara menghimbau kepada semua orang yang hadir sholat berjama'ah untuk menghindari kontak bersalaman kepada sesama jama'ah dan menyuruh mereka untuk menyegerakan pulang ke rumah setelah sholat jama'ah berakhir tanpa berkumpul-kumpul setelah sholat.

Dan yang juga tidak kalah penting, bahkan ini yang paling inti, hendak nya setiap sholat berjama'ah, mesjid-mesjid melaksanakan Qunut nazilah, berdoa kepada Allah saat sholat berjama'ah agar kita semua terhindar dari wabah virus Corona ini, dan wabah virus ini segera cepat berlalu dari negeri Imdonesia. Seperti yang Rasulullah Muhammad Alaihi Shalawatu wassalam lakukan dan contohkan di saat keadaan genting dan mencekam di zaman itu.

Beberapa contoh kongkrit langkah-langkah ikhtiar di atas sepatut nya dilakukan terlebih dahulu sebelum langsung menutup Mesjid. Jika kita memahami fatwa himbauan MUI sebagai perwakilan pemerintah pun tidak serta merta bersifat pelarangan secara menyeluruh. 

Pertanyaan nya sekarang, darimana uang nya untuk menyediakan dan membeli segala alat sanitasi kesehatan seperti hand sanitizer, sabun antiseptik, masker atau alat pendukung pencegahan lain nya???

Justru saat keadaan seperti sekarang ini mesjid-mesjid seharus nya berlomba-lomba dalam amal kebaikan, mesjid-mesjid besar di wilayah yang relatif aman dari kasus positif, mereka dapat menggunakan dan mengeluarkan uang kas mesjid yang jumlah nya bisa berpuluh-puluh juta bahkan beratus-ratus juta, uang itu pun bukan merogoh sendiri dari kantong pribadi pengurus-pengurus nya, tapi uang itu adalah hasil dari infak dan sedekah para jama'ah yang terkumpul setiap hari nya. Kembalikan lah kepada masyarakat pengguna mesjid, bukan malah menyimpan nya dan berbangga-bangga dengan sisa saldo infak sedekah yang banyak jumlah nya.

Sungguh aneh jika langkah-langkah ikhtiar ini tidak dilakukan terlebih dahulu. Menutup langsung mesjid-mesjid di wilayah zona hijau yang aman akan dampak penyebaran wabah Covid-19 adalah suatu hal yang paradoks dengan semangat ikhtiar. Urgensi nya belum sampai kepada tingkat membahayakan umat muslim pada daerah yang aman. Fatwa himbauan MUI sebagai kepanjangan tangan penguasa tidak ada yang salah. Justru yang salah kaprah adalah bentuk keputusan yang diambil di lapangan oleh masyarakat. Himbauan nya malah dijadikan momok ketakutan yang berlebihan. Akhirnya lupa akan ikhtiar dan mengambil hal yang paling mudah dengan langsung menutup nya.

Tentu saja dengan keputusan yang serba instan ini, banyak kaum muslimin di wilayah-wilayah zona hijau yang aman dan kondusif terhadap dampak pandemi covid-19 menjadi miris dan prihatin, di saat pengawasan dan sikap preventif  seharus nya di fokus kan kepada tempat-tempat keramaian umum yang konsentrasi berkerumun manusia nya sangat  banyak, seperti pasar-pasar, tempat perbelanjaan baik yang berupa mini market, super market, ataupun hyper market, dan angkutan transportasi massal. Malah  justru akhirnya menjadi salah kaprah penerapan nya dengan menutup hampir semua mesjid, yang notabene intensitas dan frekuensi kegiatan nya di batasi oleh waktu sholat fardhu yang telah terjadwal, tidak lebih dari itu.

Masyarakat luas bisa melihat fenomena ini dengan jelas. Dengan mudah masyarakat di suatu wilayah zona hijau menutup mesjid dari  kegiatan sholat berjama'ah tanpa terlebih dahulu melakukan ikhtiar dan usaha lain sebelum nya. Hampir semua mesjid-mesjid di wilayah zona hijau hanya mengambil cara instan lagi tendensius tanpa melihat ada ikhtiar lain yang belum dilakukan dan  tidak memahami inti fatwa himbauan MUI. Apalagi, tentunya keputusan penutupan ini adalah perkara ibadah wajib bagi kaum muslimin. Sedangkan fatwa MUI tersebut bukan merupakan suatu bentuk pelarangan secara total.

Tentu nya dengan merujuk kepada sifat pergerakan penyebaran virus ini, seharus nya yang wajib diperketat pengawasan dan pengendalian nya untuk membatasi lingkup penyebaran pandemi covid-19 oleh pemerintah pusat maupun daerah yaitu tempat-tempat yang sangat ramai kuantitas berkumpul  manusia nya, seperti pasar, sarana publik seperti toko dan tempat kuliner, tempat perbelanjaan, maupun sarana angkutan transportasi massal termasuk terminal, stasiun dan bandara, bukan menyasar dan menitik beratkan nya ke mesjid-mesjid di wilayah zona hijau, yang notabene di mesjid itu selalu di batasi oleh 5 waktu sholat fardhu, dan ingat orang yang datang untuk sholat berjama'ah di sana pun telah dan akan bersuci dengan berwudhu yang In syaa Allah telah bersih dari najis/hadats bahkan kotoran kuman yang menempel.

Penjelasan di atas bukan serta merta dalam rangka mengqiyas kan antara Mesjid dengan pasar, supermarket, dan sarana transportasi massal, bukan. Seperti yang kita ketahui bahwa ada sekelompok orang yang mencoba membuat legitimasi bahwa tidak benar membandingkan antara mesjid dan pasar. Memang benar, Mengqiyaskan kedua nya adalah qiyas yang salah. Dan ini bukan dalam rangka membandingkan, tetapi pada hakikat nya melihat kepada tujuan awal semua pihak untuk menghambat penyebarluasan dampak pandemi virus covid-19 ini, dengan mempertimbangkan mudhorot yang jauh lebih besar potensi nya dalam penyebaran nya. Jika sudah mengerti tujuan awalnya maka pasti akan memahami seberapa berdampak nya antara menutup Mesjid di wilayah zona hijau yang aman karena waktu aktifitas sholat yang hanya dibatasi Lima waktu saja, dengan membiarkan kerumunan manusia banyak di pasar-pasar dan tempat keramaian lain, tanpa ada nya langkah - langkah relevansi yang preventif sebagai aplikasi untuk membatasi aktifitas keramaian di sana??? Apakah anda pikir ini lucu??? Anda bisa berfikir dengan rasional dan jujur mana tempat dan kondisi yang paling rentan berpotensi akan dampak penyebarluasan pandemi nya?

Yang aneh dan tidak bisa diterima akal rasional, pada saat ada sebuah atau beberapa mesjid di wilayah zona hijau yang masih tetap melakukan aktifitas sholat berjama'ah sebatas warga nya, di geruduk oleh "aparat" untuk tidak melakukan kegiatan sholat berjama'ah lagi, tetapi mereka "aparat" ini tidak melakukan tindakan apa-apa untuk membatasi dan menertibkan keramaian dan kerumunan orang di pasar-pasar? Sebegitu tendensiuskah? Harus nya keadaan ini menjadi catatan penting yang wajib di garis bawahi oleh para pemangku kekuasaan dan pemutus keputusan bahwa masalah ini termasuk perkara yang sensitif dalam masyarakat umum, khusus nya kaum muslimin. 

Semoga kita semua tidak menjadi orang yang panik dan paranoid dalam upaya kita untuk melakukan langkah-langkah ikhtiar terlebih dahulu yang sepatut nya dilakukan dulu secara rasional dan persuasif. Bukan malah menjadikan masalah ini dengan mengambil solusi instan, latah dan tendensius dalam memutuskan perkara yang sensitif mengangkut peribatan kaum muslimin ini.

Semoga Allah Subhana Wa Ta'ala selalu memberikan perlindungan dan berkah Nya kepada kita semua yang yakin akan limpahan rahmat Allah yg tak terhingga ini agar kita semua terhindar dari apapun wabah penyakit yang berbahaya dan malapetakan lain nya.

Aamiiin Allahumma aamiiin yaa Robbal'alamiin

Wallahul Musta'an

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun