Mohon tunggu...
Lianly Rompis
Lianly Rompis Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Teknik Unika De La Salle Manado

Yesterday We knew nothing, Today We learn more, and Tomorrow We'll have our future with us

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tetesan Embun Surga

2 Februari 2022   20:00 Diperbarui: 2 Februari 2022   20:05 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: www.canva.com

Wanita itu sudah terlihat tua dan keriput namun masih memiliki kekuatan dan energi yang cukup untuk berpikir dan bercakap. Wanita itu dulunya memang pribadi yang kuat dan penuh semangat, seorang pekerja keras dan pantang mengeluh. Mempunyai sedikit sifat pemarah namun berjiwa sosial dan jiwa penyayang yang besar. Itulah sosok nenekku yang biasa kupanggil dengan sebutan Apo.

Apo tidak lagi bersama kami sekeluarga, menyusul Kong yang telah lama meninggal. Banyak kenangan yang ditinggalkan mereka bagi Kami dan semuanya indah. Mamaku sering merasa rindu kepada Apo. Bagaimanakah keadaan mereka sekarang? Entahlah, yang pasti harapan dan keyakinan bahwa ada dunia yang lebih baik, surga yang penuh kebahagiaan dan tanpa penderitaan, selalu ada.

Malam kian larut dan mataku perlahan terasa berat. Berbaring di samping Mama yang selalu setia menjaga dan menemaniku membuat kantukku semakin menjadi-jadi dan membuai angan. Kurasakan damai dan tenang menyongsong mimpi yang sedang menantiku.........  

Aku kini berada di suatu tempat. Kulihat sekitar, suasana malam yang riuh dan ramai dengan banyaknya orang. Apa yang mereka perbincangkan tidak dapat kudengar dengan jelas, tempat ini penuh dan sesak dengan orang yang sangat banyak. Tetapi tempat ini adalah tempat yang terbuka dan luas sekali. Sekilas tempat ini seperti kukenal dan sering kulihat. Mirip peron kereta api, oh tidak, lebih tepat lagi mirip terminal bandara, terminal keberangkatan. Sangat mirip namun sedikit berbeda. Kesamaannya adalah orang-orang ini sedang menunggu sesuatu.

Dengan sedikit bingung namun dengan perasaan hati yang tenang kutajamkan penglihatan dan kuamati sekali lagi sekelilingku dengan baik dan seksama dengan harapan bisa lebih memahami suasana dan situasi yang ada dimana kakiku tegap berdiri di atas kilauan lantai ubin. Wajah-wajah yang menyiratkan penantian tertangkap oleh mataku. Siapa yang mereka tunggu? Apa sebenarnya yang ditunggu? Dan mengapa aku ada di tempat ini? Untuk apa aku disini? Semuanya membingungkan dan tidak bisa kupahami.

Tiba-tiba ada yang menepuk pundakku dari arah belakang dan terdengar suara Tanteku berkata, ”Itu Apo. Coba tengok ke arah sana.” Serta merta kulihat telunjuk tangannya yang mengarah ke sisi Timur serta menelusuri arah yang ditunjuk. ”Hah? Apo? Masa sih?”, hatiku berkata dengan keheranan dan rasa tak percaya sambil mencari-cari kalau wajah Apo ada di tengah keramaian. Darahku mengalir lebih cepat dan jantungku berdegup kencang. Kulihat wajah seseorang yang kukenal di tengah kerumunan orang yang sangat banyak.

Iya benar, itu Apo sedang berdiri disana. Wajahnya bercahaya dan memancarkan ketenangan serta penantian. Yah, penantian. Hal yang sama yang terekam pada wajah semua orang yang ada di sini. Pakaian yang dikenakan oleh Apo adalah pakaian model cheongsam tradisional, kegemaran Apo, namun bahannya benar-benar gemerlap bercahaya dan berwarna keemasan, sungguh terlihat sebagai sebuah kain yang sangat mahal dan mewah. Apoku sedang berdiri memandang ke arah depan menantikan sesuatu dengan penuh harap.

”Apooo, Apo....!!”, teriakku sambil berjalan membelah kerumunan, menghampiri orang yang kusayangi. Kerinduan datang memuncak. Saat jarak kami tinggal beberapa jengkal, Tanteku menarik tanganku dan berbisik, ”Berikan uang recehan yang banyak kepada Apo karena Apo akan segera berangkat.” Masih belum memahami apa yang terjadi, serta merta kumelihat saku celana jojon bagian kananku yang besar dan ternyata penuh dengan uang logam emas yang tak terhitung jumlahnya. ”Dari mana datangnya uang sebanyak ini?,” pikirku terkaget-kaget. Namun karena Tanteku mengatakan demikian, aku segera merogoh saku celanaku dan meraih sebanyak mungkin uang emas itu dan berjalan mendekati Apo. Apoku tidak menengok, masih menatap terus ke depan. Dengan cepat kumasukkan uang logam emas itu ke dalam saku bajunya di bagian kiri. Kembali kuraih uang logam yang tersisa di saku celanaku dan melemparkannya ke saku Apoku. Apoku pun menoleh ke belakang menatapku sambil tersenyum.

Saat itu juga kurasakan kesedihan akan sebuah perpisahan dan air mataku menetes jatuh. Apoku kembali menoleh ke depan namun kali ini berjalan ke arah sesuatu yang samar-samar terlihat. Kuberjalan mengikuti langkahnya sambil membelah kerumuman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun